Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 119
...............وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ
خَلْقَ اللَّهِ ............. (١١٩)
119. ……………..dan akan aku (Setan) suruh mereka merubah
ciptaan Allah[1],
lalu benar-benar mereka merubahnya……………..
“Muhammad bin Basysyar[3]
telah bercerita kepada kami (Ibnu Jarîr), katanya (Muhammad bin Basysyar): “Telah
bercerita kepada kami (Muhammad bin Basysyar) ‘Abdurrahmân, katanya (‘Abdurrahmân):
“Hammad bin Salamah telah bercerita kepada kami (‘Abdurrahmân) dari ‘Ammar bin Abî
‘Ammar dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs[4]:
“Bahwa dia tidak suka pengebirian, katanya (‘Abdullâh bin ‘Abbâs): “Tentang
inilah[5]
turun Ayat (Surat an-Nisâ’, Ayat: 119):
...............وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ
خَلْقَ اللَّهِ ............. (١١٩)
119. ……………..dan akan aku (Setan) suruh mereka merubah
ciptaan Allah, lalu benar-benar mereka merubahnya……………”.
KETERANGAN dan PENJELASAN (dari para Muhadditsîn):
Kata Ibnu Jarîr yang di-nuqil
(dikutip) oleh asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î dalam ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûlnya (Surat an-Nisâ’, Ayat: 119): “Hadis riwayat Ibnu Jarîr di atas
berkualitas shahîh menurut persyaratan shahîh Muslim”.
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûlnya (Surat an-Nisâ’, Ayat: 119), dengan menisbahkan kepada
Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayân fî at-Ta’wîl al-Qurânnya (9/215).
PENJELASAN
(hadis di atas):
Atsar[6] ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas
digolongkan Mawqûf li hukmi Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[7]
yang dihukumi Marfu’[8].
Karena para Muhadditsîn[9]
telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan
salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab
turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu ayat”.
Sebagaimana
penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang
dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah
(pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).
BIBLIOGRAFI
Ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb
an-Nuzûl (asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î).
Jâmi’
al-Bayân fî at-Ta’wîl al-Qurân (Ibnu Jarîr/Abû Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin Jarîr
bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).
[3] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Basysyar bin al-Farâfashah. Ia (Muhammad bin Basysyar) merupakan seorang Tâbi’ Tâbi’în junior. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-‘Abidî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh.
Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Hajjâj bin Muhammad) wafat di Kûfah pada
tahun 203 Hijriyah.
[4] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul
Muthallib bin Hâsyim. Ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim)
merupakan seorang Sahabat dan juga seorang pakar Tafsîr, serta ia
(‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) telah meriwayatkan 1.660
Hadîts. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî al-Hâsyimî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs. Tempat tinggalnya
di Marwa ar-Rawadz. Ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin
Hâsyim) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.
[6] Atsar
adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa
perkataan dan perbuatan.
[7] Hadis Mawqûf
yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[8] Marfu’
maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.
[9] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh
dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari
sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya.
Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm Syâfi’î, Imâm Ahmad bin
Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwûd, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar