Senin, 05 November 2012

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 183-184


Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 183-184

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ (١٨٣)
أَيَّامًا مَّعْدُوْدَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ (١٨٤)
183. Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa (di bulan Ramadhân), sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa;
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[1], maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui.





Imâm Ibnu Jarîr[2] meriwayatkan dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (3/158)[3]:
حَدَّثَنَا أَبُوْ كُرَيْبٍ, قَالَ: حَدَّثَنَا يُوْنُسُ بْنُ بُكَيْرٍ, قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُتْبَةَ, عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ, عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِيْ لَيْلَى, عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ, قَالَ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ فَصَامَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ. ثُمَّ أَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فَرْضَ شَهْرِ رَمَضَانَ, فَأَنْزَلَ اللهُ: (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ............), حَتَّى بَلَغَ: (.......وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍ.......).
"Abû Kuraib[4] telah bercerita kepada kami (kepada Ibnu Jarîr), dia (Abû Kuraib) berkata: "Yûnus bin Bukair[5] telah bercerita kepada kami (kepada Abû Kuraib), dia (Yûnus bin Bukair) berkata: "'Abdurrahmân bin 'Abdullâh bin 'Utbah[6] telah bercerita kepada kami (kepada Yûnus bin Bukair), dari 'Amrû bin Murroh[7], dari 'Abdurrahmân bin Abî Laylâ[8], dari Mu'âdz bin Jabal[9], dia (Mu'âdz bin Jabal) berkata: "Sesungguhnya Rasûlullâh SAW. datang ke Madînah, kemudian beliau SAW. puasa hari 'Âsyûrâ dan tiga hari di setiap bulan (aŷâmul bîdh). Kemudian Allâh SWT. menurunkan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhân, maka Allâh SWT. menurunkan (Surat al-Baqarah, Ayat: 183-184):
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ (١٨٣)
أَيَّامًا مَّعْدُوْدَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍ ........... (١٨٤)
183. Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa (di bulan Ramadhân), sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa;
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin……………………".




KETERANGAN (dari para Muhadditsîn[10]):
Hadis di atas berkualitas shahîh[11], karena semua rawinya tsiqqât[12].
1.    Al-Hâfizh Abû Dâwud[13] juga meriwayatkan dengan periwayatan yang lebih panjang dalam Sunan Abî Dâwudnya (No. Hadis: 427), melalui jalur sanad[14] Muhammad bin al-Mutsannâ bin 'Ubaid.
2.      Al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal[15] juga meriwayatkan dengan periwayatan yang sangat panjang dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (No. Hadis: 21107), melalui jalur sanad Hâsyim bin al-Qâsim bin Muslim bin Miqsam.
3.  Al-Hâfizh al-Hâkim juga meriwayatkan dengan periwayatan yang lebih panjang dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (No. Hadis: 3040), dan kata al-Hâfizh al-Hâkim: “Sanad Hadis yang ia (al-Hâkim) riwayatkan berkualitas shahîh”.
4.      Al-Hâfizh al-Bayhaqî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam as-Sunan al-Kubrâ li al-Bayhaqînya (4/200).
5.      Al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim[16] juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (No. Hadis: 1622) atau (1/304).
6.      Al-Hâfizh ath-Thayâlisî[17] juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Musnad Abû Dâwud ath-Thayâlisînya (No. Hadis: 567).





PENJELASAN (kedudukan hadis di atas):
Atsar[18] Mu'âdz bin Jabal di atas digolongkan Mawqûf li hukmi Marfû’, maksudnya: hadis Mawqûf[19] yang dihukumi Marfû’[20]. Karena para Muhadditsîn[21] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfû’, dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar Mu'âdz bin Jabal di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfû’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis Mu'âdz bin Jabal di atas) dapat dijadikan sebagai huĵah (pedoman/ landasan) dalam hukum Syara’ (Islâm).





KESIMPULAN
Hadis di atas berkualitas shahîh[22], dan dikuatkan ke-râjih-annya dengan Hadis-hadis melalui jalur (sanad) lain sebagaimana yang telah saya kemukakan di atas; sehingga kokoh dan kuatlah Hadis di atas, dan dapat dijadikan huĵah (pedoman/ landasan) dalam Syara’ (Islâm).






BIBLIOGRAFI

Al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhayn (al-Hâfizh al-Hâkim/ Abî ‘Abdullâh al-Hâkim
an-Naisâbûrî).
As-Sunan al-Kubrâ li al-Bayhaqî (al-Hâfizh al-Bayhaqî).
Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/ Muhammad bin Jarîr bin
Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib).
Musnad Abû Dâwud ath-Thayâlisî (al-Hâfizh ath-Thayâlisî/ Sulaimân bin Dâwud bin
al-Jarûd).
Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbal (al-Imâm al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal/ Ahmad
bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin Asad).
Sunan Abî Dâwud (al-Hâfizh Abû Dâwud/ Sulaimân bin al-Asy’ats bin Syadâd bin
‘Amrû bin ‘Âmir).
Tafsîr Ibn Abî Hâtim (al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim/ ‘Abdurrahmân bin Abî Hâtim).

























[1] Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 3, halaman: 183): 'Abdullâh bin 'Abbâs menafsirkan kata (فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا) dengan: Lebih baik bagi orang yang diwajibkan membayar Fidyah untuk memberi makan kepada seorang yang miskin atau lebih (dalam satu hari).

[2] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib. Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Ja’far ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ at-Tafsîr dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari Sittân pada tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ibnu Jarîr) wafat di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.

[3] Imâm Ibnu Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân; Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar. Cetakan Pertama, Juz. 3, halaman: 158.

[4] Nama sebenarnya yaitu: Muhammad bin al-‘Allâ bin Kuraib. Ia (Abû Kuraib) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Dan ia (Abû Kuraib) juga merupakan seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Hamdânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Kuraib. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Abû Kuraib) wafat pada tahun 248 Hijriyah.

[5] Nama lengkapnya yaitu: Yûnus bin Bukair bin Wâshil. Ia (Yûnus bin Bukair) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în junior. Ia (Yûnus bin Bukair) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Numair, al-Hâfizh Ibnu ‘Ammâr, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-Hâfizh al-Hâkim. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Jammâl asy-Syaibânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Yûnus bin Bukair) wafat di Kûfah pada tahun 199 Hijriyah.

[6] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin 'Abdullâh bin 'Utbah bin 'Abdullâh bin Mas'ûd. Ia (‘Abdurrahmân bin 'Abdullâh) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în senior. Ia (‘Abdurrahmân bin 'Abdullâh) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh 'Alî bin al-Madînî, al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal, al-Hâfizh Ibnu Numair, al-Hâfizh Muhammad bin Sa'd, dan al-Hâfizh al-Hâkim. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Mas'ûdŷ al-Hudzalŷ al-Kûfŷ. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (‘Abdurrahmân bin 'Abdullâh) wafat pada tahun 160 Hijriyah.

[7] Nama lengkapnya yaitu: 'Amrû bin Murroh bin 'Abdullâh bin Thâriq. Ia ('Amrû bin Murroh) merupakan seorang Tâbi’în junior. Ia ('Amrû bin Murroh) adalah seorang yang tsiqqah (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Jumalŷ al-Murâdî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû 'Abdullâh. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia ('Amrû bin Murroh) wafat pada tahun 118 Hijriyah.

[8] Nama lengkapnya yaitu: 'Abdurrahmân bin Abî Laylâ Yasâr. Ia ('Abdurrahmân bin Abî Laylâ) merupakan seorang Tâbi’în senior. Ia ('Abdurrahmân bin Abî Laylâ) adalah seorang yang tsiqqah (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Anshârî al-Awsî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû 'Îsâ. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia ('Abdurrahmân bin Abî Laylâ) wafat di Darayâ pada tahun 83 Hijriyah.

[9] Nama lengkapnya yaitu: Mu'âdz bin Jabal bin 'Amrû bin Aus. Ia (Mu'âdz bin Jabal) merupakan salah seorang Sahabat Nabi SAW. Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Anshârî al-Khazrajî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû 'Abdurrahmân. Tempat tinggalnya di Syâm. Ia (Mu'âdz bin Jabal) wafat di Syâm pada tahun 18 Hijriyah.

[10] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan antara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[11] Hadis Shahîh ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama, baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada kecacatan (‘illat).

[12] Tsiqqât adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.

[13] Nama sebenarnya yaitu: Sulaimân bin al-Asy’ats bin Syadâd bin ‘Amrû bin ‘Âmir. Ia (Abû Dâwud) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ dekat pertengahan. Dan ia (Abû Dâwud) juga merupakan seorang tsiqqah mutqan al-Imâm al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang kuat lagi kokoh, al-Imâm dan al-Hâfizh). Ia (Abû Dâwud) juga seorang pakar hadîts (hadis), dan fiqh (fiqih). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Azdî as-Sijistânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Dâwud. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh Abû Dâwud. Ia (Abû Dâwud) lahir di Sijistân (suatu Daerah yang terletak antara negara Iran dan Afghanistan) pada tahun 202 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Abû Dâwud) wafat di Bashrah pada tahun 275 Hijriyah.

[14] Sanad adalah: Mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan ke matan (redaksi/ isi) hadis.

[15] Nama sebenarnya yaitu: Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin Asad. Ia (Ahmad bin Hanbal) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Dan ia (Ahmad bin Hanbal) juga merupakan seorang tsiqqah mutqan al-Imâm al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Imâm al-Hâfizh yang kuat dan kokoh). Ia (Ahmad bin Hanbal) juga seorang pakar hadîts (hadis) dan fiqh (fiqih). Nasab (keturunan) nya yaitu: asy-Syaibânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab (gelar/titel) nya: al-Imâm al-Hâfizh Ahmad Ibn Hanbal. Ia (Ahmad bin Hanbal) lahir di Baghdâd pada tahun 164 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ahmad bin Hanbal) wafat di Baghdâd pada tahun 241 Hijriyah.

[16] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Hâtim. Ia (Ibnu Abî Hâtim) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Nasab (keturunan) nya yaitu: ar-Râzî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhammad. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh Ibn Abî Hâtim. Ia (Ibnu Abî Hâtim) adalah pakar tafsîr (tafsir) dan hadîts (hadis). Ia (Ibnu Abî Hâtim) wafat pada tahun 327 Hijriyah.

[17] Nama sebenarnya yaitu: Sulaimân bin Dâwud bin al-Jarûd. Nasab (keturunan) nya yaitu: ath-Thayâlisî. Ia (ath-Thayâlisî) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în junior. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Dâwud. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh ath-Thayâlisî. Ia (ath-Thayâlisî) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Ia (ath-Thayâlisî) juga seorang pakar hadîts (hadis). Ia (ath-Thayâlisî) lahir di Bashrah pada tahun 133 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (ath-Thayâlisî) wafat di Bashrah pada tahun 204 Hijriyah.

[18] Atsar adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan perbuatan.

[19] Hadis Mawqûf yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.

[20] Marfu’ maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.

[21] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[22] Hadis Shahîh ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama, baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada kecacatan (‘illat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar