Asbâbun Nuzûl
Surat al-Baqarah (2), Ayat: 62
إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا
وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِيْنَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَعَمِلَ
صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ
يَحْزَنُوْنَ (٦٢)
62.
Sesungguhnya orang-orang Mu’min, orang-orang Yahûdi, orang-orang
Nashrani dan
orang-orang Shâbi-în[1],
siapa saja di antara mereka[2]
yang benar-benar beriman kepada Allah, Hari Akhîr[3]
dan beramal saleh[4],
mereka menerima pahala dari Tuhan (Allah) mereka, tidak ada kekhawatiran kepada
mereka, dan tidak (pula) mereka[5]
bersedih hati.
Al-Hâfizh[6] Ibnu Katsîr[7] mengeluarkan
dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya (Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 284)[8],
dengan menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr Ibn
Abî Hâtimnya:
قَالَ ابْنُ أَبِيْ حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِيْ،
قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِيْ عُمَرَ الْعَدَنِيِّ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ،
عَنِ ابْنِ أَبِيْ نَجِِيْحٍ، عَنْ مُجَاهِدِ، قَالَ: قَالَ سَلْمَانُ الْفَارِسِيِّ: سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَهْلِ دِّيْنِ كُنْتُ مَعَهُمْ، فَذَكَرْتُ مِنْ صَلاَتِهِمْ
وَعِبَادَتِهِمْ، فَنَزَلَتْ: (إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِيْنَ
مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ.......).
“Ibnu Abî Hâtim[9] berkata: “Telah
bercerita kepada kami (kepada Ibnu Abî Hâtim) ayahku (ayahnya Ibnu Abî Hâtim),
dia (ayahnya Ibnu Abî Hâtim) berkata: “Ibnu Abî ‘Umar al-‘Adanî[10] telah bercerita kepada kami (kepada
ayahnya Ibnu Abî Hâtim), dia (Ibnu Abî ‘Umar al-‘Adanî) berkata: “Sufyân[11] telah bercerita
kepada kami (kepada Ibnu Abî ‘Umar al-‘Adanî) dari Ibnu Abî Najîh[12] dari Mujâhid[13], dia (Mujâhid)
berkata: “Salmân al-Fârisy[14] berkata: “Saya (Salmân)
pernah bertanya kepada Nabi SAW. tentang pemeluk agama yang pernah saya (Salmân)
anut, dan saya (Salmân) pun menerangkan cara Shalat dan Ibadah mereka”. Maka
turunlah Ayat (Surat al-Baqarah, Ayat: 62):
إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا
وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِيْنَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ...........
(٦٢)
62. Sesungguhnya
orang-orang Mu’min, orang-orang Yahûdi, orang-orang
Nashrani dan
orang-orang Shâbi-în, siapa saja di antara mereka yang
benar-benar beriman kepada Allah, Hari Akhîr…………………”.
Al-Hâfizh[18] Ibnu Abî
Hâtim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya
(1/127 atau No. Hadis: 636).
Al-Wâhidî juga
meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Asbâb an-Nuzûl li al-Wâhidînya
(halaman: 16), melalui jalur sanad[19]
‘Amr bin Hammâd.
Ibnu ‘Asâkir
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Târîkh Ibn ‘Asâkirnya
(21/418-419), melalui jalur sanad ‘Amr bin Hammâd.
Al-Hâfizh adz-Dzahabî[20] juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Sîr A’lâm an-Nubulâ’nya
(1/522-525), melalui jalur sanad ‘Amr bin Hammâd.
Imâm Ibnu
Jarîr[21]
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl
ay al-Qurânnya (Juz. 2, halaman: 40-45)[22],
melalui jalur sanad Mûsâ bin Hârûn.
Al-Hâfizh Jalâluddîn
as-Suyûthî[23]
juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 1,
2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnu Abî
Hâtim dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (1/127 atau No. Hadis: 636). Beliau (al-Hâfizh
Jalâluddîn as-Suyûthî) juga mengeluarkan dalam ad-Dur
al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûrnya (1/73).
PENJELASAN
(kedudukan hadis di atas):
Atsar[24] Salmân al-Fârisî
di
atas digolongkan Mawqûf li hukmi
Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[25]
yang dihukumi Marfu’[26].
Karena para Muhadditsîn[27]
telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan
salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya
(asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut,
maka Atsar Salmân al-Fârisî di atas
tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn,
sehingga (hadis Salmân al-Fârisî di atas) dapat
dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam hukum Syara’
(Islam).
Kata al-Hâfizh al-Jauzî[29]
dalam Zâd al-Masîr fî at-Tafsîrnya (1/74)[30]:
“Apakah Ayat (Surat al-Baqarah, Ayat: 62) Muhkamah atau Mutasyâbihah?. Ada
dua pendapat: 1. Mujâhid dan adh-Dhahâk berpendapat Muhkamah[31].
2. Sedangkan Jamâ’ah Mufassirîn berpendapat Mansûkh[32] dengan
Ayat (Surat âli-‘Imrân, Ayat: 85):
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ
مِنَ الْخَاسِرِينَ (٨٥)
85. Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) darinya, dan dia[33]
di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.
BIBLIOGRAFI
Ad-Dur al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûr (al-Hâfizh
as-Suyûthî/al-Imâm
al-Hâfizh
‘Abdurrahmân bin Abî Bakr Jalâluddîn
as-Suyûthî).
Asbâb
an-Nuzûl li al-Wâhidî (Imâm al-Wâhidî).
Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/al-Imâm
al-‘Âlim Muhammad bin
Jarîr bin
Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî Abû Ja’far ath-Thabarî).
Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb
an-Nuzûl (al-Hâfizh as-Suyûthî/al-Imâm
al-Hâfizh ‘Abdurrahmân
bin Abî Bakr Jalâluddîn
as-Suyûthî).
Sîr A’lâm an-Nubulâ’ (al-Hâfizh
adz-Dzahabî/al-Imâm al-Hâfizh Syamsuddîn Abû ‘Abdullâh
Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsmân bin Qâymâz at-Tirkamânî al-Ashl al-Muqri’
adz-Dzahabî).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (al-Hâfizh Ibnu Katsîr/Abû al-Fidâ’ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr
al-Qurasyî ad-Dimasyqî).
Tafsîr
Ibn Abî Hâtim (al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim
ar-Râzî/ al-Imâm al-Hâfizh Abû Muhammad
‘Abdurrahmân
bin Abî Hâtim ar-Râzî).
Târîkh Ibn ‘Asâkir
(Ibnu ‘Asâkir).
Zâd al-Masîr fî at-Tafsîr (al-Hâfizh
Ibnu al-Jauzî/asy-Syaikh al-Imâm al-‘Allâmah al-Hâfizh
al-Mu-arrakh Abû al-Faraj Ibnu al-Jauzî).
[1] Di dalam “Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”,
karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 34-37): Mujâhid, Hasan
al-Bashrî dan sebagian Mufassirîn menafsirkan kata “SHÂBI-ÎN” dengan: “Orang-orang
Atheis (orang-orang yang tidak beragama)”. Sedangkan Ibnu Abî Najîh dan
Mujâhid menafsirkan kata “SHÂBI-ÎN” dengan: “Kaum Atheis (orang-orang yang
tidak beragama) antara kaum Yahûdi dan Majûsi”. ‘Athâ’ menafsirkan kata “SHÂBI-ÎN”
dengan: “Orang-orang Negro (orang yang berkulit hitam) yang bukan kategori kaum
Yahûdi, Nashrani dan Majûsi”. Hasan al-Bashrî, Qatâdah, Abû Ja’far ar-Râzî dan
para Mufassirîn yang lain menafsirkan kata “SHÂBI-ÎN” dengan: “Kaum yang
menyembah Malaikat, (mendirikan) shalat lima waktu dengan menghadap Kiblat, dan
membaca (Kitâb) Zabûr”. Abî ‘Âliyah, as-Suddŷ dan para Mufassirîn
yang lain menafsirkan kata “SHÂBI-ÎN” dengan: “Ahli Kitâb yang membaca
(Kitâb) Zabûr”.
[2] Kata “MEREKA”
yaitu: Orang-orang Beriman (Mu’minîn), Yahûdi, Nashrani dan Shâbi’în.
[3] Hari Akhir
maksudnya ialah: Segala yang berhubungan dengan Hari Kiamat, Hari Pembalasan,
Hari Penghisaban (Yaum al-Hisâb) dan Hari Penimbangan (Yaum al-Mîzân)
amal (perbuatan) manusia.
[4] Amal Shâleh
ialah: Segala perbuatan yang baik yang diperintahkan oleh agama Islam, baik
dalam hal ‘Aqîdah, ‘Ibâdah, Akhlâq maupun Mu’âmalah.
[5] Kata “MEREKA”
yaitu: Orang-orang Beriman (Mu’minîn), Yahûdi, Nashrani dan Shâbi’în.
[6] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[7] Nama
lengkapnya yaitu: Abû al-Fidâ’ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî ad-Dimasyqî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: Ibnu Katsîr. Ia (Ibnu Katsîr) adalah seorang tsiqqah
mutqan al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang al-Hâfizh yang kokoh/kuat). Ia (Ibnu Katsîr) juga seorang
pakar tafsîr (tafsir), hadîts (hadis) dan târîkh
(sejarah). Ia (Ibnu Katsîr) lahir di Bashrah pada tahun 700 Hijriyah.
Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Ibnu Katsîr) wafat di Bashrah
pada tahun 774 Hijriyah, dan dikubur di Damsyiq (Damaskus).
[8] Al-Hâfizh
Ibnu Katsîr. Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad
as-Salâmah. Ar-Riyadh: Dâr Thayyibah. Jilid. 1, Juz. 1,
halaman: 284.
[9] Nama
lengkapnya yaitu: Abû Muhammad ‘Abdurrahmân bin Abî Hâtim. Ia (Abî Hâtim)
adalah seorang yang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan
ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Nasab
(keturunan) nya yaitu: ar-Râzî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû
Hâtim ar-Râzî. Ia (Abî Hâtim) adalah pakar Tafsîr dan Hadîs. Ia (Abî Hâtim)
wafat pada tahun 327 Hijriyah.
[10] Nama
sebenarnya yaitu: Muhammad bin Yahyâ bin Abî ‘Umar. Ia (Ibnu Abî ‘Umar al-‘Adanî) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Dan ia (Ibnu Abî
‘Umar al-‘Adanî) juga merupakan seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an
dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Ia (Ibnu Abî
‘Umar al-‘Adanî) di-tsiqqah-kan oleh al-Hâfizh Ibnu Hibbân dan
al-Hâfizh adz-Dzahabî. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-‘Adanî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya
di Marwa ar-Rawadz. Ia (Ibnu Abî ‘Umar al-‘Adanî) wafat di Marwa
ar-Rawadz pada tahun 243 Hijriyah.
[11] Nama
lengkapnya yaitu: Sufyân bin ‘Uyaynah bin Abî ‘Imrân Maymûn. Ia (Sufyân)
merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în pertengahan. Ia (Sufyân) adalah seorang
yang tsiqqah al-Hâfizh al-Hujjah (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang al-Hâfizh dan al-Hujjah). Nasab (keturunan)
nya yaitu: al-Hilâlî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû
Muhammad. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Sufyân) wafat di Marwa
ar-Rawadz pada tahun 198 Hijriyah.
[12] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin Abî Najîh Yasâr. Ia (Abî Najîh) tidak bertemu (berjumpa)
dengan para Sahabat Nabi SAW. Ia (Abî Najîh) adalah seorang yang tsiqqah
(kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya). Nasab (keturunan) nya yaitu: ats-Tsaqafî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Abû Yasâr. Tempat tinggalnya di Marwa
ar-Rawadz. Ia (Abî Najîh) wafat di Marwa ar-Rawadz pada tahun 131
Hijriyah.
[13] Nama
lengkapnya yaitu: Mujâhid bin Jabar. Ia (Mujâhid) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Mujâhid) adalah seorang yang tsiqqah (kredibel ke-âdil-an
dan ke-dhabith-annya). Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Makhzûmî. Kuniyah (nama akrab) nya
yaitu: Abû al-Hajjâj. Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rawadz. Ia
(Mujâhid) wafat di Marwa ar-Rawadz pada tahun 102 Hijriyah.
[14] Nama
lengkapnya yaitu: Salmân bin al-Islâm. Ia (Salmân) merupakan seorang Sahabat Nabi SAW. Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Fârisî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab
(gelar/titel) nya: Salmân al-Khair. Tempat tinggalnya di Madînah.
Ia (Salmân) wafat di al-Madâ-in pada tahun 33 Hijriyah.
[15] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta
faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat
membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang
penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan
mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn:
Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim,
at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan
sebagainya.
[16] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
[17] Tsiqqât
adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.
[18] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[19] Sanad
adalah: Mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan ke matan
(redaksi/isi) hadis.
[20] Nama
sebenarnya yaitu: Syamsuddîn Abû ‘Abdullâh Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsmân bin
Qâymâz at-Tirkamânî al-Ashl al-Muqri’
adz-Dzahabî. Ia (adz-Dzahabî) merupakan seorang tsiqqah al-Imâm al-Hâfizh
(kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang
al-Imâm dan al-Hâfizh). Ia (adz-Dzahabî) juga seorang pakar hadîts
(hadis) dan târîkh (sejarah). Nasab (keturunan) nya yaitu: ad-Dimasyqî
adz-Dzahabî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: adz-Dzahabî. Ia
(adz-Dzahabî) lahir di Damsyiq (Damaskus) pada tahun 673 Hijriyah.
Tempat tinggalnya di Damsyiq (Damaskus). Ia (adz-Dzahabî) wafat di Damsyiq
(Damaskus) pada tahun 748 Hijriyah.
[21] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî
Abû Ja’far ath-Thabarî. Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim
(kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim).
Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ
at-Tafsîr dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari
Sittân pada tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia
(Ibnu Jarîr) wafat di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.
[22] Imâm Ibnu
Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân;
Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar.
Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 40-45.
[23] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr Jalâluddîn as-Suyûthî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Jalâluddîn as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) adalah
seorang yang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang al-Hâfizh). Serta ia (as-Suyûthî) juga seorang pakar
Tafsîr, Hadîs, Lughah (Bahasa), Adab (Sastra), Fiqh
(Fikîh), Târîkh (Sejarah) dan sebagainya. Ia (as-Suyûthî) lahir di Qâhirah
pada tahun 849 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî)
wafat di Qâhirah pada tahun 911 Hijriyah.
[24] Atsar
adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa
perkataan dan perbuatan.
[25] Hadis Mawqûf
yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[27] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh
dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari
sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya.
Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin
Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
[28] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[29] Nama
lengkapnya yaitu: Abû al-Faraj Ibnu al-Jauzî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Ibnu al-Jauzî. Ia
(Ibnu al-Jauzî) adalah seorang yang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an
dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Ia (Ibnu al-Jauzî) juga seorang pakar Tafsîr dan Hadîs. Ia (Ibnu
al-Jauzî) lahir pada tahun 508 Hijriyah. Ia (Ibnu al-Jauzî) wafat pada tahun
597 Hijriyah.
[31] Muhkamah
maksudnya: Hukum yang terkandung dalam Ayat (Surat al-Baqarah, Ayat: 62) tidak
dihapus (mansûkh) dengan Ayat (Surat âli-‘Imrân, Ayat: 85).
[32] Mansûkh
maksudnya: Hukum yang terkandung dalam Ayat (Surat al-Baqarah, Ayat: 62) dihapus
(mansûkh) dengan Ayat (Surat âli-‘Imrân, Ayat: 85).
[33] “DIA” maksudnya: Orang-orang yang menganut
agama selain agama Islam, setelah datangnya agama Islam dan datangnya kerasulan
Nabi Muhammad SAW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar