Senin, 13 Februari 2012

Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 128


Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 128

وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا ...................... (١٢٨)
128. Dan jika seorang wanita (isteri) khawatir akan nusyuz[1] atau sikap tidak acuh dari suaminya………………….….


Imâm Bukhârî meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (9/334):
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: {وَإِنْ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا..............} (١٢٨). قَالَتْ الرَّجُلُ تَكُونُ عِنْدَهُ الْمَرْأَةُ لَيْسَ بِمُسْتَكْثِرٍ مِنْهَا يُرِيدُ أَنْ يُفَارِقَهَا فَتَقُولُ أَجْعَلُكَ مِنْ شَأْنِي فِي حِلٍّ فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِي ذَلِكَ.
“Muhammad bin Muqâtil[2] telah bercerita kepada kami (Bukhârî), katanya (Muhammad bin Muqâtil): “’Abdullâh[3] telah mengabarkan kepada kami (Muhammad bin Muqâtil), katanya (‘Abdullâh): “Hisyâm bin ‘Urwah[4] telah bercerita kepada kami (‘Abdullâh) dari ayahnya (nama ayahnya yaitu: ‘Urwah bin az-Zubair[5]) dari ‘Âisyah[6], (tentang Firman Allah SWT. Surat an-Nisâ’, Ayat: 128):
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا ...................... (١٢٨)
128. Dan jika seorang wanita (isteri) khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya………………….…”.

“Dia (‘Âisyah) berkata: “Ada seorang lelaki (suami) yang memiliki isteri yang tidak merasa puas[7] darinya (dari isterinya), dan ingin menceraikannya (menceraikan isterinya). Kemudian dia (seorang lelaki yang memiliki isteri tersebut) berkata: “Saya jadikan kamu bebas dari urusanku[8]. Maka turunlah dalam hal itu Ayat ini (Surat an-Nisâ’, Ayat: 128):
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا ...................... (١٢٨)
128. Dan jika seorang wanita (isteri) khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya………………….…”.

KETERANGAN (hadis di atas):
Imâm Muslim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi ash-Shahîh li Muslimnya (No. Hadis: 5342 dan 5343). Imâm at-Tirmidzî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (4/95). Al-Hâfizh[9] Abû Dâwud juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Sunan Abî Dâwudnya (2/208). Al-Hâkim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (2/186), dan kata al-Hâkim: “Hadis yang ia (al-Hâkim) riwayatkan berkualitas shahîh menurut persyaratan shahîh Bukhârî dan Muslim”; dan disetujui oleh al-Hâfizh[10] adz-Dzahabî. Ath-Thayâlisî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Musnad Abû Dâwud ath-Thayâlisînya (2/17). Ibnu Jarîr juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ al-Bayân fî at-Ta’wîl al-Qurânnya (halaman: 307).


PENJELASAN (kedudukan hadis di atas):
Atsar[11] ‘Âisyah binti Abû Bakar ash-Shiddîq di atas digolongkan Mawqûf li hukmi Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[12] yang dihukumi Marfu’[13]. Karena para Muhadditsîn[14] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Âisyah binti Abû Bakar ash-Shiddîq di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Âisyah binti Abû Bakar ash-Shiddîq di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).




BIBLIOGRAFI

Al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârî (Imâm Bukhârî/Abû ‘Abdullâh Muhammad bin Ismâ’îl bin
Ibrâhîm bin al-Mughîrah bin Bardizbah al-Ju’fî al-Bukhârî).
Al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslim (Imâm Muslim/al-Imâm Abû al-Husain Muslim bin al-Haĵâj
Ibnu Muslim al-Qusyairî an-Naisâbûrî).
Al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzî (at-Tirmidzî/al-Imâm al-Hâfizh Abû ‘Îsâ Muhammad
bin ‘Îsâ bin Saurah at-Tirmidzî).
Al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhayn (al-Hâkim/Abî ‘Abdullâh al-Hâkim an-Naisâbûrî).
Jâmi’ al-Bayân fî at-Ta’wîl al-Qurân (Ibnu Jarîr/Abû Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin Jarîr
bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).
Musnad Abû Dâwud ath-Thayâlisî (Sulaimân bin Dâwud ath-Thayâlisî).
Sunan Abî Dâwud (al-Hâfizh Abû Dâwud/al-Imâm al-Hâfizh al-Mushannif al-Mutqan Abî
Dâwud Sulaimân Ibnu al-‘Asy’ats as-Sijistânî al-Azadî).













[1] Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. Nusyuz dari pihak isteri seperti: meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. Nusyuz dari pihak suami ialah: bersikap keras terhadap isterinya; tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya.

[2] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Muqâtil. Ia (Muhammad bin Muqâtil) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Marwazî al-Kisâ-î. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-Hasan. Laqab (gelar/titel) nya: Rakh. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Muhammad bin Muqâtil) wafat di Marwa ar-Rawadz pada tahun 226 Hijriyah.

[3] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin al-Mubârak bin Wâdih. Ia (‘Abdullâh bin al-Mubârak) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în pertengahan. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Hanzhalî al-Marwazî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdurrahmân. Tempat tinggalnya di Hamsh. Ia (‘Abdullâh bin al-Mubârak) wafat di Harâh pada tahun 181 Hijriyah.

[4] Nama lengkapnya yaitu: Hisyâm bin ‘Urwah bin az-Zubair bin al-‘Awwâm. Ia (Hisyâm bin ‘Urwah) merupakan seorang Tâbi’în junior. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-Mundzir. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Hisyâm bin ‘Urwah) wafat di Baghdâd pada tahun 145 Hijriyah.

[5] Nama lengkapnya yaitu: ‘Urwah bin az-Zubair bin al-‘Awwâm bin Khuwailid bin Asad bin ‘Abdul ‘Izzî bin Qushay. Ia (‘Urwah bin az-Zubair) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (‘Urwah bin az-Zubair) wafat pada tahun 93 Hijriyah.

[6] Nama lengkapnya yaitu: ‘Âisyah binti Abû Bakar ash-Shiddîq. Ia (‘Âisyah) merupakan salah satu isteri Nabi SAW; serta ia (‘Âisyah) telah meriwayatkan 2.210 Hadîts. Nasab (keturunan) nya yaitu: at-Taymiyyah. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Ummu ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (‘Âisyah) wafat di Madînah pada tahun 58 Hijriyah.

[7] Tidak Merasa Puas, maksudnya: Suaminya tidak merasakan kenikmatan dan kepuasan ketika berhubungan badan (bersetubuh) dengan isterinya.

[8] Saya Jadikan Kamu Bebas dari Urusanku, maksudnya: Suaminya me-nusyuz isterinya. Nusyuz yaitu: meninggalkan kewajiban bersuami isteri. Nusyuz dari pihak isteri seperti: meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. Nusyuz dari pihak suami ialah: bersikap keras terhadap isterinya; tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya.

[9] Al-Hâfizh adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan hadis, dan dapat men-ta’dil-kan maupun men-jarh-kan para perawi hadis.

[10] Al-Hâfizh adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan hadis, dan dapat men-ta’dil-kan maupun men-jarh-kan para perawi hadis.

[11] Atsar adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan perbuatan.

[12] Hadis Mawqûf yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.

[13] Marfu’ maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.

[14] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwûd, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar