Asbâbun Nuzûl Surat
al-Baqarah (2), Ayat: 76
وَإِذَا لَقُوْا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَالُوْا آمَنَّا وَإِذَا
خَلاَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالُوْا أَتُحَدِّثُوْنَهُمْ بِمَا فَتَحَ اللَّهُ
عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوْكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ أَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ (٧٦)
76. Dan apabila mereka[1]
berjumpa (bertemu) dengan orang-orang yang beriman[2],
mereka (orang-orang Munâfiq
kaum Yahûdî) berkata: "Kami (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) pun telah beriman". Akan tetapi apabila
mereka (orang-orang Munâfiq
kaum Yahûdî) berada sesama mereka (sesama orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) saja, lalu mereka (sebagian orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) berkata (kepada orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi yang lain): "Apakah
kamu (orang-orang Munâfiq
kaum Yahûdî) menceritakan kepada mereka (kepada orang-orang
yang beriman) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu (kepada orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî), supaya dengan demikian mereka (orang-orang
yang beriman) dapat mengalahkan hujjahmu[3]
di hadapan Tuhanmu; tidakkah kalian (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) berpikir?”.
Al-Hâfizh[4] Ibnu Katsîr[5]
mengeluarkan dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya (1/165), dengan
menisbahkan kepada Muhammad bin Ishâq dalam Tafsîr Muhammad Ibn Ishâqnya:
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: حَدَّثَنِيْ مُحَمَّدُ
بْنُ أَبِيْ مُحَمَّدٍ, عَنْ عِكْرِمَةَ أَوْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ:
(وَإِذَا لَقُوْا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَالُوْا آمَنَّا): أَيْ بِصَاحَبِكُمْ رَسُوْلِ
اللهِ, وَلَكِنَّهُ إِلَيْكُمْ خَاصَّةً. (وَإِذَا خَلاَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالُوْا): لاَ تُحَدِّثُوْا
الْعَرَبَ بِهَاذَا, فَإِنَّكُمْ قَدْ كُنْتُمْ تَسْتَفْتِحُوْنَ بِهِ عَلَيْهِمْ,
فَكَانَ مِنْهُمْ. فَأَنْزَلَ اللهُ: (وَإِذَا لَقُوْا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَالُوْا
آمَنَّا وَإِذَا خَلاَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالُوْا أَتُحَدِّثُوْنَهُمْ بِمَا
فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوْكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ..........): أَيْ تُقِرُّوْنَ بِأَنَّهُ نَّبِيٌّ,
وَقَدْ عَلِمْتُمْ أَنَّهُ قَدْ أُخِذَ لَهُ الْمِيْثَاقُ عَلَيْكُمْ بِاتِّبَاعِهِ,
وَهُوَ يُخْبِرُهُمْ أَنَّهُ النَّبِيُّ الَّذِيْ كُنَّا نَنْتَظِرُ, وَنَجِدُ
فِيْ كِتَابِنَا. اِجْحَدُوْهُ وَلاَ تُقِرُّوْا بِهِ. يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: (أَوَلاَ
يَعْلَمُوْنَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا يُعْلِنُوْنَ).
“Muhammad bin Ishâq[6] berkata: “Muhammad bin
Abî Muhammad[7]
telah bercerita kepada kami (kepada Muhammad bin Ishâq), dari ‘Ikrimah[8], atau (dan) dari Sa’îd
bin Jubair[9], dari ‘Abdullâh bin
‘Abbâs[10] (mengenai Firman
Allah SWT. Surat al-Baqarah, Ayat: 76):
وَإِذَا لَقُوْا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَالُوْا آمَنَّا...........
(٧٦)
76. Dan
apabila mereka berjumpa (bertemu) dengan orang-orang yang beriman, mereka (orang-orang
Munâfiq kaum Yahûdî) berkata: "Kami (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) pun telah beriman………………..”.
“(‘Abdullâh bin ‘Abbâs melanjutkan perkataannya): “(secara
umum) yaitu para Sahabat Rasûlullâh
SAW; dan secara khusus bagi anda (bagi Nabi SAW.). (Firman Allah SWT. Surat al-Baqarah, Ayat: 76):
..........وَإِذَا خَلاَ بَعْضُهُمْ
إِلَى بَعْضٍ قَالُوْا ........ (٧٦)
76. ………….Dan apabila
mereka (orang-orang Munâfiq
kaum Yahûdî) berada sesama mereka (sesama orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) saja, lalu mereka (sebagian orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) berkata……………”.
“(‘Abdullâh bin ‘Abbâs melanjutkan perkataannya): “(sebagian orang-orang
Munâfiq kaum
Yahûdi berkata kepada sebagian yang lain): “Janganlah
kalian (orang-orang Munâfiq
kaum Yahûdi) berbicara dengan orang ‘Arab ini (maksudnya:
Nabi SAW.), sedangkan kamu (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) dahulu pernah memohon kepada
Allah agar mendapat kemenangan terhadap mereka (terhadap bangsa ‘Arab), akan
tetapi kenyataannya utusan tersebut berasal dari golongan mereka (maksudnya:
Nabi SAW. ternyata berasal dari kaum ‘Arab yang sangat dibenci oleh orang-orang
Munâfiq kaum
Yahûdi). Maka Allah
SWT. menurunkan (Surat al-Baqarah, Ayat: 76):
وَإِذَا لَقُوْا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَالُوْا آمَنَّا وَإِذَا
خَلاَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالُوْا أَتُحَدِّثُوْنَهُمْ بِمَا فَتَحَ اللَّهُ
عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوْكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ أَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ (٧٦)
76. Dan
apabila mereka berjumpa (bertemu) dengan orang-orang yang beriman, mereka (orang-orang
Munâfiq kaum Yahûdî) berkata: "Kami (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) pun telah beriman". Akan tetapi apabila
mereka (orang-orang Munâfiq
kaum Yahûdî) berada sesama mereka (sesama orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) saja, lalu mereka (sebagian orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) berkata (kepada orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi yang lain): "Apakah
kamu (orang-orang Munâfiq
kaum Yahûdî) menceritakan kepada mereka (kepada orang-orang
yang beriman) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu (kepada orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî), supaya dengan demikian mereka (orang-orang
yang beriman) dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu……..……”.
“(‘Abdullâh bin ‘Abbâs melanjutkan perkataannya): “(sebagian
orang-orang Munâfiq kaum
Yahûdi berkata kepada sebagian yang lain): “Apakah
kalian (orang-orang Munâfiq
kaum Yahûdi) mengakui bahwasannya dia (Muhammad) Nabi?. Padahal
kalian (orang-orang Munâfiq
kaum Yahûdi) telah mengetahui bahwa kita (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) telah diambil janji (diambil
sumpah oleh Allah) untuk mengikutinya (mengikuti ajaran Nabi SAW. yaitu ajaran
agama Islam), dan Dia (Allah) telah mengabarkan kepada mereka (kepada orang-orang
Munâfiq kaum
Yahûdi) bahwasannya dia (Muhammad) adalah Nabi yang
selama ini kita (orang-orang Munâfiq
kaum Yahûdi) nantikan, dan kami (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) juga mendapatkan (berita mengenai
kenabian dan kerasulan Muhammad SAW.) di dalam Kitâb kami (yaitu: Kitâb Taurat). (sebagian orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi berkata kepada sebagian yang lain): “Ingkarilah
(kufur dan dustakanlah) dia (Nabi Muhammad SAW.); dan janganlah kalian (orang-orang
Munâfiq kaum
Yahûdi) mengakui kebenaran ajarannya (kebenaran
ajaran Nabi Muhammad SAW. yaitu ajaran Islam). Allah SWT. berfirman (Surat
al-Baqarah, Ayat: 77):
أَوَلاَ يَعْلَمُوْنَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا
يُعْلِنُوْنَ (٧٧)
77. Tidakkah mereka (orang-orang
Munâfiq kaum
Yahûdi) mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka
(orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) sembunyikan dan segala yang mereka
(orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) nyatakan?”.
Imâm Ibnu
Jarîr[14]
juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl
ay al-Qurânnya (Juz. 2, halaman: 146-147)[15],
melalui jalur sanad ‘Abd bin
Humaid.
Al-Hâfizh[16] Jalâluddîn
as-Suyûthî[17]
juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 1,
2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada Imâm Ibnu Jarîr dalam Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (Juz. 2, halaman: 146-1447)[18].
PENJELASAN
(kedudukan hadis di atas):
Atsar[19] ‘Abdullâh bin
‘Abbâs di
atas digolongkan Mawqûf li hukmi
Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[20]
yang dihukumi Marfu’[21].
Karena para Muhadditsîn[22]
telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan
salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab
turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana
penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang
dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah
(pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).
KESIMPULAN
Hadis di atas
berkualitas shahîh[23],
dan dikuatkan ke-râjih-annya dengan Hadis-hadis lain sebagaimana yang
telah saya kemukakan di atas; sehingga kokoh dan kuatlah Hadis di atas, dan
dapat dijadikan hujjah (pedoman/landasan) dalam Syara’ (Islam).
BIBLIOGRAFI
Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/al-Imâm
al-‘Âlim Muhammad bin
Jarîr bin
Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî Abû Ja’far ath-Thabarî).
Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb
an-Nuzûl (al-Hâfizh as-Suyûthî/al-Imâm
al-Hâfizh ‘Abdurrahmân
bin
Abî Bakr Jalâluddîn as-Suyûthî).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (al-Hâfizh Ibnu Katsîr/Abû al-Fidâ’ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr
al-Qurasyî ad-Dimasyqî).
Tafsîr
Ibn Ishâq (Ibnu Ishâq/Muhammad bin Ishâq bin bin
Yasâr).
[1] Di dalam “Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”,
karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 145): ‘Abdullâh bin ‘Abbâs menafsirkan
kata “MEREKA” dengan: “Orang-orang Munâfiq kaum
Yahûdi”. Sedangkan as-Suddŷ menafsirkan
kata “MEREKA” dengan: “Orang-orang Yahûdi yang beriman kemudian
berpaling dari keimanannya menjadi orang-orang Munâfiq”.
[2] Di dalam “Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”,
karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 145): ‘Abdullâh bin
‘Abbâs menafsirkan kata “ORANG-ORANG YANG BERIMAN” dengan: “Secara umum
yaitu: para Sahabat. Sedangkan secara khusus yaitu: Nabi SAW”.
[3] Di dalam “Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”,
karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 150): kata “HUJJAHMU” ditafsirkan
dengan: “Pendapat maupun alasan orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi”.
[4] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[5] Nama
lengkapnya yaitu: Abû al-Fidâ’ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî ad-Dimasyqî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: Ibnu Katsîr. Ia (Ibnu Katsîr) adalah seorang tsiqqah
mutqan al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang al-Hâfizh yang kokoh/kuat). Ia (Ibnu Katsîr) juga seorang
pakar tafsîr (tafsir), hadîts (hadis) dan târîkh
(sejarah). Ia (Ibnu Katsîr) lahir di Bashrah pada tahun 700 Hijriyah.
Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Ibnu Katsîr) wafat di Bashrah
pada tahun 774 Hijriyah, dan dikubur di Damsyiq (Damaskus).
[6] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Ishâq bin Yasâr. Ia (Ibnu Ishâq) merupakan
seorang Tâbi’în junior. Ia (Ibnu Ishâq) di-tsiqqah-kan
(dikredibelkan ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh
Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-‘Ijlî. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Mathlabî. Kuniyah (nama akrab) nya
yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Ibnu Ishâq)
wafat di Baghdâd pada tahun 150 Hijriyah.
[7] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Abî Muhammad Maulâ Zaid bin Tsâbit. Ia
(Muhammad bin Abî Muhammad) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan.
Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-âdil-an
dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Ibnu Hibbân dan
al-Hâfizh adz-Dzahabî.
[8] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Ikrimah Maulâ ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. Ia (‘Ikrimah)
merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (‘Ikrimah) adalah seorang tsiqqah
tsabat (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta
seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Barbarî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya
di Madînah. Ia (‘Ikrimah) wafat pada tahun 104 Hijriyah.
[9] Nama
lengkapnya yaitu: Sa’îd bin Jubair bin Hisyâm. Ia (Sa’îd bin Jubair) merupakan
seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Sa’îd bin Jubair) adalah seorang tsiqqah
tsabat (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta
seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Abû Muhamad. Tempat tinggalnya di Kûfah.
Ia (Sa’îd bin Jubair) wafat di ‘Irâq pada tahun 94 Hijriyah.
[10] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim. Ia
(‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) merupakan seorang Sahabat
dan juga seorang pakar Tafsîr, serta ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul
Muthallib bin Hâsyim) telah meriwayatkan 1.660 Hadîts. Semua Sahabat
Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî
al-Hâsyimî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs.
Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rawadz. Ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin
‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.
[11] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta
faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat
membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang
penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan
mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn:
Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim,
at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan
sebagainya.
[12] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
[13] Tsiqqât
adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.
[14] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî
Abû Ja’far ath-Thabarî. Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim
(kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim).
Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ
at-Tafsîr dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari
Sittân pada tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia
(Ibnu Jarîr) wafat di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.
[15] Imâm Ibnu
Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân;
Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar.
Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 146-147.
[16] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[17] Nama lengkapnya
yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr Jalâluddîn as-Suyûthî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: Jalâluddîn as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) adalah seorang
yang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang al-Hâfizh). Serta ia (as-Suyûthî) juga seorang pakar
Tafsîr, Hadîs, Lughah (Bahasa), Adab (Sastra), Fiqh
(Fikîh), Târîkh (Sejarah) dan sebagainya. Ia (as-Suyûthî) lahir di Qâhirah
pada tahun 849 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî)
wafat di Qâhirah pada tahun 911 Hijriyah.
[18] Imâm Ibnu
Jarîr, loc. cit.
[19] Atsar
adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa
perkataan dan perbuatan.
[20] Hadis Mawqûf
yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[21] Marfu’
maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.
[22] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh
dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari
sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya.
Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin
Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
[23] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar