Kamis, 01 Maret 2012

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 76

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 76
وَإِذَا لَقُوْا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَالُوْا آمَنَّا وَإِذَا خَلاَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالُوْا أَتُحَدِّثُوْنَهُمْ بِمَا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوْكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ أَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ (٧٦)
76. Dan apabila mereka[1] berjumpa (bertemu) dengan orang-orang yang beriman[2], mereka (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) berkata: "Kami (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) pun telah beriman". Akan tetapi apabila mereka (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) berada sesama mereka (sesama orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) saja, lalu mereka (sebagian orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) berkata (kepada orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi yang lain): "Apakah kamu (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) menceritakan kepada mereka (kepada orang-orang yang beriman) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu (kepada orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî), supaya dengan demikian mereka (orang-orang yang beriman) dapat mengalahkan hujjahmu[3] di hadapan Tuhanmu; tidakkah kalian (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) berpikir?”.



Al-Hâfizh[4] Ibnu Katsîr[5] mengeluarkan dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya (1/165), dengan menisbahkan kepada Muhammad bin Ishâq dalam Tafsîr Muhammad Ibn Ishâqnya:
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: حَدَّثَنِيْ مُحَمَّدُ بْنُ أَبِيْ مُحَمَّدٍ, عَنْ عِكْرِمَةَ أَوْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: (وَإِذَا لَقُوْا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَالُوْا آمَنَّا): أَيْ بِصَاحَبِكُمْ رَسُوْلِ اللهِ, وَلَكِنَّهُ إِلَيْكُمْ خَاصَّةً. (وَإِذَا خَلاَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالُوْا): لاَ تُحَدِّثُوْا الْعَرَبَ بِهَاذَا, فَإِنَّكُمْ قَدْ كُنْتُمْ تَسْتَفْتِحُوْنَ بِهِ عَلَيْهِمْ, فَكَانَ مِنْهُمْ. فَأَنْزَلَ اللهُ: (وَإِذَا لَقُوْا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَالُوْا آمَنَّا وَإِذَا خَلاَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالُوْا أَتُحَدِّثُوْنَهُمْ بِمَا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوْكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ..........): أَيْ تُقِرُّوْنَ بِأَنَّهُ نَّبِيٌّ, وَقَدْ عَلِمْتُمْ أَنَّهُ قَدْ أُخِذَ لَهُ الْمِيْثَاقُ عَلَيْكُمْ بِاتِّبَاعِهِ, وَهُوَ يُخْبِرُهُمْ أَنَّهُ النَّبِيُّ الَّذِيْ كُنَّا نَنْتَظِرُ, وَنَجِدُ فِيْ كِتَابِنَا. اِجْحَدُوْهُ وَلاَ تُقِرُّوْا بِهِ. يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: (أَوَلاَ يَعْلَمُوْنَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا يُعْلِنُوْنَ).
“Muhammad bin Ishâq[6] berkata: “Muhammad bin Abî Muhammad[7] telah bercerita kepada kami (kepada Muhammad bin Ishâq), dari ‘Ikrimah[8], atau (dan) dari Sa’îd bin Jubair[9], dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs[10] (mengenai Firman Allah SWT. Surat al-Baqarah, Ayat: 76):
 وَإِذَا لَقُوْا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَالُوْا آمَنَّا........... (٧٦)
76. Dan apabila mereka berjumpa (bertemu) dengan orang-orang yang beriman, mereka (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) berkata: "Kami (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) pun telah beriman………………..”.

“(‘Abdullâh bin ‘Abbâs melanjutkan perkataannya): “(secara umum) yaitu para Sahabat Rasûlullâh SAW; dan secara khusus bagi anda (bagi Nabi SAW.). (Firman Allah SWT. Surat al-Baqarah, Ayat: 76):
..........وَإِذَا خَلاَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالُوْا ........ (٧٦)
76. ………….Dan apabila mereka (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) berada sesama mereka (sesama orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) saja, lalu mereka (sebagian orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) berkata……………”.

“(‘Abdullâh bin ‘Abbâs melanjutkan perkataannya): “(sebagian orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi berkata kepada sebagian yang lain): “Janganlah kalian (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) berbicara dengan orang ‘Arab ini (maksudnya: Nabi SAW.), sedangkan kamu (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) dahulu pernah memohon kepada Allah agar mendapat kemenangan terhadap mereka (terhadap bangsa ‘Arab), akan tetapi kenyataannya utusan tersebut berasal dari golongan mereka (maksudnya: Nabi SAW. ternyata berasal dari kaum ‘Arab yang sangat dibenci oleh orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi). Maka Allah SWT. menurunkan (Surat al-Baqarah, Ayat: 76):
وَإِذَا لَقُوْا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَالُوْا آمَنَّا وَإِذَا خَلاَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالُوْا أَتُحَدِّثُوْنَهُمْ بِمَا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوْكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ أَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ (٧٦)
76. Dan apabila mereka berjumpa (bertemu) dengan orang-orang yang beriman, mereka (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) berkata: "Kami (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) pun telah beriman". Akan tetapi apabila mereka (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) berada sesama mereka (sesama orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) saja, lalu mereka (sebagian orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) berkata (kepada orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi yang lain): "Apakah kamu (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî) menceritakan kepada mereka (kepada orang-orang yang beriman) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu (kepada orang-orang Munâfiq kaum Yahûdî), supaya dengan demikian mereka (orang-orang yang beriman) dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu……..……”.

“(‘Abdullâh bin ‘Abbâs melanjutkan perkataannya): “(sebagian orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi berkata kepada sebagian yang lain): “Apakah kalian (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) mengakui bahwasannya dia (Muhammad) Nabi?. Padahal kalian (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) telah mengetahui bahwa kita (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) telah diambil janji (diambil sumpah oleh Allah) untuk mengikutinya (mengikuti ajaran Nabi SAW. yaitu ajaran agama Islam), dan Dia (Allah) telah mengabarkan kepada mereka (kepada orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) bahwasannya dia (Muhammad) adalah Nabi yang selama ini kita (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) nantikan, dan kami (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) juga mendapatkan (berita mengenai kenabian dan kerasulan Muhammad SAW.) di dalam Kitâb kami (yaitu: Kitâb Taurat). (sebagian orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi berkata kepada sebagian yang lain): “Ingkarilah (kufur dan dustakanlah) dia (Nabi Muhammad SAW.); dan janganlah kalian (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) mengakui kebenaran ajarannya (kebenaran ajaran Nabi Muhammad SAW. yaitu ajaran Islam). Allah SWT. berfirman (Surat al-Baqarah, Ayat: 77):
أَوَلاَ يَعْلَمُوْنَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا يُعْلِنُوْنَ (٧٧)
77. Tidakkah mereka (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) sembunyikan dan segala yang mereka (orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi) nyatakan?”.


KETERANGAN (dari para Muhadditsîn[11]):
Hadis di atas berkualitas shahîh[12], karena semua rawinya tsiqqât[13].
Imâm Ibnu Jarîr[14] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (Juz. 2, halaman: 146-147)[15], melalui jalur sanad ‘Abd bin Humaid.
Al-Hâfizh[16] Jalâluddîn as-Suyûthî[17] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 1, 2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada Imâm Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (Juz. 2, halaman: 146-1447)[18].



PENJELASAN (kedudukan hadis di atas):
Atsar[19] ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas digolongkan Mawqûf li hukmi Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[20] yang dihukumi Marfu’[21]. Karena para Muhadditsîn[22] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).



KESIMPULAN
Hadis di atas berkualitas shahîh[23], dan dikuatkan ke-râjih-annya dengan Hadis-hadis lain sebagaimana yang telah saya kemukakan di atas; sehingga kokoh dan kuatlah Hadis di atas, dan dapat dijadikan hujjah (pedoman/landasan) dalam Syara’ (Islam).




BIBLIOGRAFI

Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/al-Imâm al-‘Âlim Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî Abû Ja’far ath-Thabarî).
Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl (al-Hâfizh as-Suyûthî/al-Imâm al-Hâfizh ‘Abdurrahmân
bin Abî Bakr Jalâluddîn as-Suyûthî).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (al-Hâfizh Ibnu Katsîr/Abû al-Fidâ’ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr
al-Qurasyî ad-Dimasyqî).
Tafsîr Ibn Ishâq (Ibnu Ishâq/Muhammad bin Ishâq bin bin Yasâr).





















[1] Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 145): ‘Abdullâh bin ‘Abbâs menafsirkan kata “MEREKA” dengan: “Orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi. Sedangkan as-Suddŷ menafsirkan kata “MEREKA” dengan: Orang-orang Yahûdi yang beriman kemudian berpaling dari keimanannya menjadi orang-orang Munâfiq.

[2] Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 145): ‘Abdullâh bin ‘Abbâs menafsirkan kata “ORANG-ORANG YANG BERIMAN” dengan: “Secara umum yaitu: para Sahabat. Sedangkan secara khusus yaitu: Nabi SAW”.

[3] Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 150): kata “HUJJAHMU” ditafsirkan dengan: “Pendapat maupun alasan orang-orang Munâfiq kaum Yahûdi”.

[4] Al-Hâfizh adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal 100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în, ‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî, al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî, dan sebagainya.

[5] Nama lengkapnya yaitu: Abû al-Fidâ’ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî ad-Dimasyqî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Ibnu Katsîr. Ia (Ibnu Katsîr) adalah seorang tsiqqah mutqan al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh yang kokoh/kuat). Ia (Ibnu Katsîr) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts (hadis) dan târîkh (sejarah). Ia (Ibnu Katsîr) lahir di Bashrah pada tahun 700 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Ibnu Katsîr) wafat di Bashrah pada tahun 774 Hijriyah, dan dikubur di Damsyiq (Damaskus).

[6] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Ishâq bin Yasâr. Ia (Ibnu Ishâq) merupakan seorang Tâbi’în junior. Ia (Ibnu Ishâq) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-‘Ijlî. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Mathlabî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Ibnu Ishâq) wafat di Baghdâd pada tahun 150 Hijriyah.

[7] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Abî Muhammad Maulâ Zaid bin Tsâbit. Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan. Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Ibnu Hibbân dan al-Hâfizh adz-Dzahabî.

[8] Nama lengkapnya yaitu: ‘Ikrimah Maulâ ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. Ia (‘Ikrimah) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (‘Ikrimah) adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Barbarî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (‘Ikrimah) wafat pada tahun 104 Hijriyah.

[9] Nama lengkapnya yaitu: Sa’îd bin Jubair bin Hisyâm. Ia (Sa’îd bin Jubair) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Sa’îd bin Jubair) adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhamad. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Sa’îd bin Jubair) wafat di ‘Irâq pada tahun 94 Hijriyah.

[10] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim. Ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) merupakan seorang Sahabat dan juga seorang pakar Tafsîr, serta ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) telah meriwayatkan 1.660 Hadîts. Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî al-Hâsyimî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs. Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rawadz. Ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.

[11] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[12] Hadis Shahîh ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama, baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada kecacatan (‘illat).

[13] Tsiqqât adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.

[14] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî Abû Ja’far ath-Thabarî. Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ at-Tafsîr dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari Sittân pada tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ibnu Jarîr) wafat di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.

[15] Imâm Ibnu Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân; Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar. Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 146-147.

[16] Al-Hâfizh adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal 100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în, ‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî, al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî, dan sebagainya.

[17] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr Jalâluddîn as-Suyûthî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Jalâluddîn as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) adalah seorang yang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Serta ia (as-Suyûthî) juga seorang pakar Tafsîr, Hadîs, Lughah (Bahasa), Adab (Sastra), Fiqh (Fikîh), Târîkh (Sejarah) dan sebagainya. Ia (as-Suyûthî) lahir di Qâhirah pada tahun 849 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî) wafat di Qâhirah pada tahun 911 Hijriyah.

[18] Imâm Ibnu Jarîr, loc. cit.

[19] Atsar adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan perbuatan.

[20] Hadis Mawqûf yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.

[21] Marfu’ maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.

[22] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[23] Hadis Shahîh ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama, baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada kecacatan (‘illat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar