Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 114
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَّنَعَ
مَسَاجِدَ اللهِ أَنْ يُّذْكَرَ فِيْهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِيْ خَرَابِهَا أُوْلَئِكَ
مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَّدْخُلُوْهَا إِلاَّ خَائِفِيْنَ لَهُمْ فِيْ الدُّنْيَا خِزْيٌ
وَّلَهُمْ فِيْ الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ (١١٤)
114. Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang
yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam Masjid-masjid-Nya, dan
berusaha untuk merobohkannya?. Mereka[1] itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (Masjid Allah), kecuali dengan rasa
takut (kepada Allah). Mereka[2]
di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.
Al-Hâfizh[3] Ibnu Katsîr[4] mengeluarkan dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya (Jilid.
1, Juz. 1, halaman: 388)[5], dengan menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr
Ibn Abî Hâtimnya (No. Hadis. 1104 atau 1107):
وَقَالَ ابْنُ أَبِيْ حَاتِمٍ: ذُكِرَ عَنْ سَلَمَةَ,
قَالَ: قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: حَدَّثَنِيْ مُحَمَّدُ بْنُ أَبِيْ مُحَمَّدٍ,
عَنْ عِكْرِمَةَ أَوْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ
قُرَيْشًا مَنَعُوْا النَّبِيَّ الصَّلاَةَ عِنْدَ الْكَعْبَةِ فِيْ الْمَسْجِدِ الحَرَامِ.
فَأَنْزَلَ اللهُ: (وَمَنْ أَظْلَمُ
مِمَّنْ مَّنَعَ مَسَاجِدَ اللهِ أَنْ يُّذْكَرَ فِيْهَا اسْمُهُ............).
“Ibnu Abî Hâtim[6] berkata: “Salamah bin al-Fadhal[7] telah menyebutkan,
dia (Salamah bin al-Fadhal) berkata: “Muhammad bin Ishâq[8] berkata: “Muhammad bin Abî
Muhammad[9] telah bercerita kepada saya (kepada
Muhammad bin Ishâq), dari ‘Ikrimah[10], atau (dan) dari Sa’îd bin Jubair[11], dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs[12]: “Sesungguhnya orang-orang (Kâfir)
Quraisy melarang Nabi SAW. (mendirikan) shalat di sisi Ka’bah (yang terletak) di Masjidil Haram. Maka Allah SWT. menurunkan (Surat al-Baqarah, Ayat: 114):
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَّنَعَ
مَسَاجِدَ اللهِ أَنْ يُّذْكَرَ فِيْهَا اسْمُهُ .............. (١١٤)
114. Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang
yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam Masjid-masjid-Nya…………………….”.
Al-Hâfizh[16] Jalâluddîn as-Suyûthî[17] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 1, 2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr
Ibn Abî Hâtimnya (No. Hadis. 1104 atau 1107).
Beliau (al-Hâfizh Jalâluddîn
as-Suyûthî) juga mengeluarkan dalam ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûrnya (1/561)[18].
PENJELASAN (kedudukan hadis di atas):
Atsar[19] ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas digolongkan Mawqûf li
hukmi Marfû’, maksudnya: hadis Mawqûf[20] yang dihukumi Marfû’[21]. Karena para Muhadditsîn[22] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfû’,
dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab
turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfû’ oleh
para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam
hukum Syara’ (Islam).
KESIMPULAN
Hadis di atas berkualitas shahîh[23], dan dikuatkan ke-râjih-annya
dengan Hadis-hadis melalui jalur (sanad) lain sebagaimana yang telah
saya kemukakan di atas; sehingga kokoh dan kuatlah Hadis di atas, dan dapat
dijadikan hujjah (pedoman/landasan) dalam Syara’ (Islam).
BIBLIOGRAFI
Ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûr (al-Hâfizh as-Suyûthî/ al-Imâm al-Hâfizh
‘Abdurrahmân bin Abî Bakr).
Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/ al-Imâm al-‘Âlim Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib).
Lubâb
an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl (al-Hâfizh
as-Suyûthî/ al-Imâm al-Hâfizh ‘Abdurrahmân
bin Abî Bakr).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (al-Hâfizh Ibnu Katsîr/ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr).
Tafsîr Ibn Abî Hâtim (al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim/ al-Imâm al-Hâfizh
‘Abdurrahmân bin Abî
Hâtim).
[1] Di dalam
“Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad as-Salâmah”,
karya al-Hâfizh Ibnu Katsîr (Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 388): kata “MEREKA” ditafsirkan
dengan: “Orang-orang Kâfir Quraisy”.
[2] Di dalam
“Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad as-Salâmah”,
karya al-Hâfizh Ibnu Katsîr (Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 388): kata “MEREKA” ditafsirkan
dengan: “Orang-orang Kâfir Quraisy”.
[3] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[4] Nama
lengkapnya yaitu: Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr. Nasab (keturunan) nya
yaitu: al-Qurasyî ad-Dimasyqî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû
al-Fidâ’. Laqab (gelar/titel) nya: Ibn Katsîr. Ia (Ibnu
Katsîr) adalah seorang tsiqqah mutqan al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an
dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh yang kokoh dan kuat).
Ia (Ibnu Katsîr) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts
(hadis) dan târîkh (sejarah). Ia (Ibnu Katsîr) lahir di Bashrah
pada tahun 700 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Ibnu Katsîr)
wafat di Bashrah pada tahun 774 Hijriyah, dan dikubur di Damsyiq
(Damaskus).
[5] Al-Hâfizh
Ibnu Katsîr. Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad
as-Salâmah. Ar-Riyadh: Dâr Thayyibah. Jilid. 1, Juz. 1,
halaman: 388.
[6] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Hâtim. Ia (Ibnu Abî Hâtim) adalah
seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang al-Hâfizh). Nasab (keturunan) nya yaitu: ar-Râzî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhammad. Ia (Ibnu Abî Hâtim)
adalah pakar tafsîr (tafsir) dan hadîts (hadis). Ia (Ibnu Abî
Hâtim) wafat pada tahun 327 Hijriyah.
[7] Namanya yaitu:
Salamah bin al-Fadhal. Ia (Salamah bin al-Fadhal) merupakan seorang Tabi’
Tâbi’în junior. Ia (Salamah bin al-Fadhal) di-tsiqqah-kan
(dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh
Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Abû Hâtim, al-Hâfizh Muhammad bin
Sa’d, al-Hâfizh Abû Dâwud dan al-Hâfizh Ibnu Hibbân. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Anshârî. Kuniyah (nama akrab) nya
yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab (gelar/titel) nya: al-Abrasy
al-Arzaq. Tempat tinggalnya di ar-Raŷ. Ia (Salamah bin al-Fadhal)
wafat di ar-Raŷ.
[8] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Ishâq bin Yasâr. Ia (Ibnu Ishâq) merupakan
seorang Tâbi’în junior. Ia (Ibnu Ishâq) di-tsiqqah-kan
(dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh
Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-‘Ijlî. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Mathlabî. Kuniyah (nama akrab) nya
yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Ibnu Ishâq)
wafat di Baghdâd pada tahun 150 Hijriyah.
[9] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Abî Muhammad Maulâ Zaid bin Tsâbit. Ia
(Muhammad bin Abî Muhammad) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan.
Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an
dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Ibnu Hibbân dan
al-Hâfizh adz-Dzahabî.
[10] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Ikrimah Maulâ ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. Ia (‘Ikrimah)
merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (‘Ikrimah) adalah seorang tsiqqah
tsabat (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta
seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Barbarî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya
di Madînah. Ia (‘Ikrimah) wafat pada tahun 104 Hijriyah.
[11] Nama
lengkapnya yaitu: Sa’îd bin Jubair bin Hisyâm. Ia (Sa’îd bin Jubair) merupakan
seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Sa’îd bin Jubair) adalah seorang tsiqqah
tsabat (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta
seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Abû Muhamad. Tempat tinggalnya di Kûfah.
Ia (Sa’îd bin Jubair) wafat di ‘Irâq pada tahun 94 Hijriyah.
[12] Nama lengkapnya
yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim. Ia (Ibnu ‘Abbâs) merupakan
seorang Sahabat dan juga seorang pakar tafsîr (tafsir), fiqh
(fikih), lughah (bahasa), Syi’ir (Sya’ir), farâidh (waris)
dan hadîts (hadis). Serta ia (Ibnu ‘Abbâs) telah meriwayatkan 1.660 Hadîts.
Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî al-Hâsyimî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs. Laqab (gelar/titel) nya: Ibn
‘Abbâs, al-Hijr dan al-Bahr. Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rawadz.
Ia (Ibnu ‘Abbâs) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.
[13] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta
faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat
membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang
penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan
mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn:
Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim,
at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan
sebagainya.
[14] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
[15] Tsiqqât
adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.
[16] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[17] Nama lengkapnya
yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Jalâluddîn.
Laqab (gelar/titel) nya: as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) adalah
seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang al-Hâfizh). Serta ia (as-Suyûthî) juga seorang pakar tafsîr
(tafsir), hadîts (hadis), lughah (bahasa), adb (sastra), fiqh
(fikih), târîkh (sejarah) dan sebagainya. Nasab (keturunan) nya
yaitu: as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) lahir di Qâhirah pada tahun
849 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî) wafat di Qâhirah
pada tahun 911 Hijriyah.
[18] Al-Hâfizh
Jalâluddîn as-Suyûthî. Ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûr,
Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Al-Qâhirah: Al-Muhandisîn.
Cetakan Pertama, Juz. 1, halaman: 561.
[19] Atsar
adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa
perkataan dan perbuatan.
[20] Hadis Mawqûf
yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[21] Marfu’
maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.
[22] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh
dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari
sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya.
Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin
Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
[23] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar