Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 99-100
وَلَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ
آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَّمَا يَكْفُرُ بِهَا إِلاَّ الْفَاسِقُوْنَ (٩٩)
أَوَكُلَّمَا عَاهَدُوْا
عَهْدًا نَّبَذَهُ فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لاَ يُؤْمِنُوْنَ (١٠٠)
99. Dan sesungghnya Kami (Allah) telah menurunkan
kepadamu (wahai Nabi Muhammad) Ayat-ayat yang jelas[1]; dan tak ada yang
ingkar kepadanya (kepada Ayat-ayat yang jelas) melainkan orang-orang yang Fâsiq.
100. Patutkah (mereka ingkar kepada Ayat-ayat Allah),
dan setiap kali mereka (orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi) mengikat janji, segolongan mereka (segolongan
orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi) melemparkannya?[2]. Bahkan sebagian
besar dari mereka (dari orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi) tidak beriman.
Al-Hâfizh[3] Ibnu Katsîr[4]mengeluarkan
dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya (Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 344-345)[5], dengan
menisbahkan kepada Muhammad bin Ishâq dalam Tafsîr Muhammad Ibn Ishâqnya:
وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ أَبِيْ مُحَمَّدٍ, عَنْ عِكْرِمَةَ أَوْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
قَالَ: قَالَ ابْنُ صُوْرَيَا الْفَطْيُونِيْ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: يَا مُحَمَّدُ، مَا جِئْتَنَا بِشَيْءٍ نَّعْرِفُهُ، وَمَا أَنْزَلَ اللهُ
عَلَيْكَ مِنْ آيَةٍ بَيِّنَةٍ فَنَتَّبِعُكَ. فَأَنْزَلَ اللهُ فِيْ ذاَلِكَ مِنْ
قَوْلِهِ: (وَلَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ
وَّمَا يَكْفُرُ بِهَا إِلاَّ الْفَاسِقُوْنَ).
وَقَالَ مَالِكُ بْنُ الصَّيْفِ: حِيْنَ بُعِثَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَكَرَهُمْ[6] مَا أَخَذَ
عَلَيْهِمْ مِنَ المِْيْثَاقِ, وَمَا عَهَدَ إِلَيْهِمْ فِيْ مُحَمَّدٍ. قَالَ: وَاللهِ, مَا عَهَدَ إِلَيْنَا فِيْ مُحَمَّدٍ[7], وَلاَ
أَخَذَ عَلَيْنَا[8]
مِيْثَاقاً. فَأَنْزَلَ اللهُ: (أَوَكُلَّمَا
عَاهَدُوْا عَهْدًا نَّبَذَهُ فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ........).
“Muhammad bin Ishâq[9] berkata: “Muhammad bin
Abî Muhammad[10]
telah bercerita kepada kami (kepada Muhammad bin Ishâq), dari ‘Ikrimah[11], atau[12] dari Sa’îd bin Jubair[13], dari ‘Abdullâh bin
‘Abbâs[14], dia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs)
berkata: “Ibnu Shûrayâ[15] al-Fathyûnî[16] berkata kepada Rasûlullâh
SAW: “Wahai (Nabi) Muhammad, engkau (Nabi SAW.) tidak memberitahukan kepada
kami (kepada orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi) tentang apa yang kami (orang-orang
Fâsiq kaum Yahûdi) ketahui; dan Allah SWT. tidak menurunkan kepada engkau (kepada
Nabi SAW.) Ayat-ayat yang jelas (Bayyinah atau Muhkamah), sehingga kami (orang-orang
Fâsiq kaum Yahûdi) dapat mengikuti (ajaran) mu (dapat mengikuti ajaran Nabi SAW,
yaitu: Syarî’at Islâm)”. Maka Allah SWT. menurunkan (Surat al-Baqarah, Ayat: 99) dalam peristiwa tersebut[17] mengenai ucapannya
(mengenai ucapan Ibnu Shûrayâ al-Fathyûnî yang merupakan seorang Tokoh maupun Penguasa
kaum Yahûdi):
وَلَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ
آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَّمَا يَكْفُرُ بِهَا إِلاَّ الْفَاسِقُوْنَ (٩٩)
99. Dan sesungguhnya
Kami (Allah) telah menurunkan kepadamu (wahai Nabi Muhammad) Ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya
(kepada Ayat-ayat yang jelas), melainkan orang-orang yang Fâsiq”.
“Mâlik bin ash-Shaif berkata: “Ketika
Rasûlullâh SAW. diutus (sebagai Nabi dan Rasûl), dan mengingatkan janji yang
telah mereka (orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi) ambil (sepakati), dan apa yang
dijanjikan Allah SWT. kepada mereka (kepada orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi mengenai akan diutusnya Muhammad sebagai utusan Allah sebagaimana
tertulis di dalam Kitâb Taurat mereka)”. Mereka (orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi)
berkata: “Demi Allah, kami (orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi) tidak pernah
dijanjikan sesuatu (apapun) tentang (Nabi) Muhammad; dan kami (orang-orang
Fâsiq kaum Yahûdi) juga tidak pernah berjanji apapun (kepada siapapun)”. Maka
Allah SWT. Menurunkan (Surat al-Baqarah, Ayat: 100):
أَوَكُلَّمَا عَاهَدُوْا
عَهْدًا نَّبَذَهُ فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لاَ يُؤْمِنُوْنَ (١٠٠)
100. Patutkah (mereka
ingkar kepada Ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka (orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi) mengikat janji, segolongan mereka (segolongan orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi) melemparkannya. Bahkan sebagian besar dari mereka (dari orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi) tidak beriman”.
Al-Hâfizh[21] Ibnu Abî
Hâtim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya
(1/183 atau No. Hadis: 970. Dan 1/183 atau No. Hadis: 973), melalui jalur sanad[22]
Yûnus bin Bukair.
Imâm Ibnu Hisyâm
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam as-Sîrah an-Nabawiŷah li
Ibn Hisyâmnya (1/547 dan 1/548).
Imâm Ibnu
Jarîr[23] juga
meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay
al-Qurânnya (Juz. 2, halaman: 305-306 dan 308)[24],
melalui jalur sanad Abû Kuraib, dan melalui jalur sanad Muhammad
bin Humaid ar-Râzî.
Al-Hâfizh Jalâluddîn
as-Suyûthî[25]
juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 1,
2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnu Abî
Hâtim dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (1/183 atau No. Hadis: 970. Dan
1/183 atau No. Hadis: 973).
PENJELASAN
(kedudukan hadis di atas):
Atsar[26] ‘Abdullâh bin
‘Abbâs di
atas digolongkan Mawqûf li hukmi
Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[27]
yang dihukumi Marfu’[28].
Karena para Muhadditsîn[29]
telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan
salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab
turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana
penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang
dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah
(pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).
KESIMPULAN
Hadis di atas
berkualitas shahîh[30],
dan dikuatkan ke-râjih-annya dengan Hadis-hadis melalui jalur (sanad)
lain sebagaimana yang telah saya kemukakan di atas; sehingga kokoh dan kuatlah
Hadis di atas, dan dapat dijadikan hujjah (pedoman/landasan) dalam Syara’
(Islam).
BIBLIOGRAFI
As-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâm (Imâm Ibnu Hisyâm).
Jâmi’ al-Bayân
‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/al-Imâm
al-‘Âlim Muhammad bin
Jarîr bin
Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib).
Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb
an-Nuzûl (al-Hâfizh as-Suyûthî/al-Imâm
al-Hâfizh ‘Abdurrahmân
bin
Abî Bakr).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (al-Hâfizh Ibnu Katsîr/Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr).
Tafsîr
Ibn Abî Hâtim (al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim
ar-Râzî/ al-Imâm al-Hâfizh Abû Muhammad
‘Abdurrahmân
bin Abî Hâtim).
Tafsîr Ibn Ishâq (Ibnu
Ishâq/Muhammad bin Ishâq bin Yasâr).
[1] Di dalam “Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”,
karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 304): Imâm Ibnu Jarîr menafsirkan
kata “AYAT-AYAT YANG JELAS” dengan: “Tanda-tanda (bukti-bukti) kenabian Muhammad
SAW. yang terdapat (termaktub) di dalam Kitâb-kitâb Allah (yaitu: di dalam al-Qurân,
Taurât, Zabûr dan Injîl)”.
[2] Kata
“Melemparkannya”, maksudnya yaitu: Orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi yang telah
bersumpah atas Nama Allah dan Nabi Muhammad SAW. tidak mengakui sumpah mereka
sendiri; oleh karena itu maka pantaslah mereka disebut orang-orang yang Fâsiq.
[3] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[4] Nama
lengkapnya yaitu: Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr. Nasab (keturunan) nya
yaitu: al-Qurasyî ad-Dimasyqî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû
al-Fidâ’. Laqab (gelar/titel) nya: Ibn Katsîr. Ia (Ibnu
Katsîr) adalah seorang tsiqqah mutqan al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an
dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh yang kokoh dan kuat).
Ia (Ibnu Katsîr) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts
(hadis) dan târîkh (sejarah). Ia (Ibnu Katsîr) lahir di Bashrah
pada tahun 700 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Ibnu Katsîr)
wafat di Bashrah pada tahun 774 Hijriyah, dan dikubur di Damsyiq
(Damaskus).
[5] Al-Hâfizh
Ibnu Katsîr. Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad
as-Salâmah. Ar-Riyadh: Dâr Thayyibah. Jilid. 1, Juz. 1,
halaman: 344-345.
[6] Kata (وَذَكَرَهُمْ)
bisa juga diganti dengan (وَماَ ذَكَرَ لَهُمْ). (Sumber: Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm,
karya al-Hâfizh Ibnu Katsîr; Jilid. 1, Juz. 1,
halaman: 345).
[7] Kata (ِإِلَيْهِمْ فِيْ مُحَمَّدٍ) bisa juga diganti dengan (إِلَيْهِمْ
فِيْهِ). (Sumber: Tafsîr
al-Qurân al-‘Azhîm, karya al-Hâfizh Ibnu Katsîr; Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 345).
[8] Kata (وَلاَ أَخَذَ عَلَيْنَا) bisa juga diganti dengan (وَلاَ أَخَذَ لَهُ عَلَيْنَا). (Sumber: Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, karya al-Hâfizh
Ibnu Katsîr; Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 345).
[9] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Ishâq bin Yasâr. Ia (Ibnu Ishâq) merupakan seorang Tâbi’în junior. Ia (Ibnu Ishâq) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-âdil-an
dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh
Ibnu Hibbân, dan al-‘Ijlî. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Mathlabî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Madînah.
Ia (Ibnu Ishâq) wafat di Baghdâd pada tahun 150 Hijriyah.
[10] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Abî Muhammad Maulâ Zaid bin
Tsâbit. Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan. Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan
ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Ibnu
Hibbân dan al-Hâfizh adz-Dzahabî.
[11] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Ikrimah Maulâ ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. Ia (‘Ikrimah)
merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (‘Ikrimah) adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya
yaitu: al-Barbarî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû
‘Abdullâh. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (‘Ikrimah) wafat pada tahun 104 Hijriyah.
[12] Kata “atau (أو)” juga bisa diganti
dengan kata “dan (و)”. (Sumber: Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, karya Imâm
Ibnu Jarîr; Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 305).
[13] Nama
lengkapnya yaitu: Sa’îd bin Jubair bin Hisyâm. Ia (Sa’îd bin Jubair) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Sa’îd bin
Jubair) adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-âdil-an dan
ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû
Muhamad. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Sa’îd bin Jubair) wafat di ‘Irâq
pada tahun 94 Hijriyah.
[14] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim. Ia
(Ibnu ‘Abbâs) merupakan seorang Sahabat dan juga seorang pakar tafsîr
(tafsir), fiqh (fikih), lughah (bahasa), Syi’ir (Sya’ir), farâidh
(waris) dan hadîts (hadis). Serta ia (Ibnu ‘Abbâs) telah meriwayatkan
1.660 Hadîts. Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî al-Hâsyimî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs. Laqab (gelar/titel) nya: Ibn
‘Abbâs, al-Hijr dan al-Bahr. Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rawadz.
Ia (Ibnu ‘Abbâs) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.
[15] Ibnu Hisyâm
berkata dalam as-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâmnya (2/196): “Dia
adalah: Ibnu Shalûbâ al-Fathyûnî”. Dan di dalam as-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâm (1/514) karya
Ibnu Hisyâm, ia (Ibnu Hisyâm) berkata: “Di dalam riwayat kami, kalimat (ابَنُ
صُوْرِيَا) kami
cantumkan dalam teks matan Hadis kami dengan (َأبُوْ صَلُوْبَا),
dan di dua naskah yang lain kami cantumkan (ابْنُ صَلُوْباَ)”. Di dalam as-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Ishâq (1/160 dan
1/161) karya Muhammad bin Ishâq, ia (Muhammad bin Ishâq) berkata: “Musuh-musuhnya
Banî Nadhîr mereka yaitu: Banî Tsa’labah bin al-Fathyûn, ‘Abdullâh bin Shûriyâ
al-A’war (ia adalah orang yang paling mengetahui Kitâb Taurat di Hijâz), Ibnu
Shalûbâ, dan Mukhairîq”.
[16] Imâm Ibnu
Jarîr berkata dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (2/305): “Di
dalam cetakan tercantum (القَطْيُوْنِيْ), itu salah. Yang benar adalah (الفَطْيُوْنِيْ), dia adalah: Banî Tsa’labah bin al-Fathyûn”.
As-Suhailî berkata: “(الفَطْيُوْنِيْ) adalah kalimat ungkapan (‘ibrâniyah), yaitu:
“Ungkapan bagi setiap Penguasa maupun Raja-raja kaum Yahûdi”. “Saya (Ibnu Jarîr) belum bisa memutuskan yang benar (ابَنُ صُوْرِيَا) atau (ابْنُ
صَلُوْباَ). Mungkin ada dua riwayat yang berbeda dari Muhammad bin Ishâq”.
[18] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta
faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat
membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang
penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan
mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn:
Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim,
at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan
sebagainya.
[19] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
[20] Tsiqqât
adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.
[21] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[22] Sanad
adalah: Mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan ke matan
(redaksi/isi) hadis.
[23] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî.
Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim (kredibel ke-âdil-an
dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim). Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû
Ja’far ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ at-Tafsîr
dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari Sittân pada
tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ibnu Jarîr) wafat
di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.
[24] Imâm Ibnu
Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân;
Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar.
Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 305-306 dan 308.
[25] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr. Kuniyah (nama akrab) nya
yaitu: Jalâluddîn. Laqab (gelar/titel) nya: as-Suyûthî. Ia
(as-Suyûthî) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an
dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Serta ia
(as-Suyûthî) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts (hadis), lughah
(bahasa), adb (sastra), fiqh (fikih), târîkh (sejarah) dan
sebagainya. Nasab (keturunan) nya yaitu: as-Suyûthî. Ia
(as-Suyûthî) lahir di Qâhirah pada tahun 849 Hijriyah. Tempat tinggalnya
di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî) wafat di Qâhirah pada tahun 911
Hijriyah.
[26] Atsar
adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa
perkataan dan perbuatan.
[27] Hadis Mawqûf
yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[28] Marfu’
maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.
[29] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh
dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari
sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya.
Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin
Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
[30] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar