Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 102 (bagian
kedua)
..................... وَلا جُنَاحَ
عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَنْ تَضَعُوا
أَسْلِحَتَكُمْ ......................... (١٠٢)
102. ……………………dan tidak ada dosa atas kalian
(pasukan kaum Muslimîn)
meletakkan senjata-senjata kalian, jika kalian memperoleh kesusahan karena
hujan atau karena kalian memang sakit………….......................
Imâm Bukhârî meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya
(9/333):
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَبُو الْحَسَنِ
قاَلَ أَخْبَرَنَا حَجَّاجٌ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي يَعْلَى عَنْ
سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: {.................إِنْ كَانَ
بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى...............}
(١٠٢). قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ وَكَانَ جَرِيحًا.
“Muhammad
bin Muqâtil Abû al-Hasan[1]
telah bercerita kepada kami (Bukhârî), katanya (Muhammad bin Muqâtil Abû
al-Hasan): “Hajjâj[2]
telah mengabarkan kepada kami (Muhammad bin Muqâtil Abû al-Hasan) dari Ibnu
Juraij[3],
katanya (Ibnu Juraij): “Ya’lâ[4]
telah mengabarkan kepada saya (Ibnu Juraij), dari Sa’îd bin Jubair[5]
dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs[6]
(tentang Surat an-Nisâ’, Ayat: 102):
............ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى
مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى............ (١٠٢)
102. ………….….. jika kalian (pasukan kaum Muslimîn) memperoleh kesusahan karena hujan atau karena kalian memang
sakit…................”.
“Dia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs) berkata: “Dahulu ‘Abdurrahmân bin ‘Auf dalam keadaan terluka”.
KETERANGAN dan PENJELASAN (dari para Muhadditsîn):
Al-Hâkim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Mustadrak
‘alâ ash-Shahîhaynnya, dan kata al-Hâkim: “Hadis yang ia (al-Hâkim)
riwayatkan berkualitas shahîh menurut persyaratan shahîh Bukhârî dan Muslim”;
dan disetujui oleh al-Hâfizh[7]
adz-Dzahabî (2/308). Ibnu Jarîr juga meriwayatkan
sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’
al-Bayân fî at-Ta’wîl al-Qurânnya (5/259). Al-Hâfizh Jalâluddîn
as-Suyûthî juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya
(Juz. 5, 4/an-Nisâ’), dengan menisbahkan kepada
Imâm Bukhârî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li
al-Bukhârînya (9/333).
Al-Hâfizh Ibnu Hajar
al-‘Asqalanî berkata dalam Fath al-Bâri bi Syarh
Shahîh al-Imâm Abî ‘Abdullâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârînya (Surat an-Nisâ’, Ayat: 102): “Abû Nu’aim meriwayatkan sebagaimana
Hadis di atas dalam Mustakhraj Abû Bakr al-Ismâ’îlî ‘alâ Shahîh al-Bukhârî
melalui jalur sanad[8] Ibrâhîm
bin Sa’îd al-Jauharî dari Hajjâj bin Muhammad dari Ibnu Juraij dari Ya’lâ dari
‘Abdullâh bin ‘Abbâs”.
PENJELASAN (hadis di atas):
Atsar[9] ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas
digolongkan Mawqûf li hukmi Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[10]
yang dihukumi Marfu’[11].
Karena para Muhadditsîn[12]
telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan
salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab
turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu ayat”.
Sebagaimana
penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang
dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah
(pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).
BIBLIOGRAFI
Al-Jâmi’
ash-Shahîh li al-Bukhârî
(Imâm Bukhârî/Abû ‘Abdullâh Muhammad bin Ismâ’îl bin
Ibrâhîm bin al-Mughîrah bin Bardizbah al-Ju’fî al-Bukhârî).
Fath al-Bâri bi Syarh Shahîh al-Imâm Abî ‘Abdullâh
Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî
(al-Hâfizh Ibnu Hajar al-‘Asqalanî/Ahmad
bin ‘Alî bin Hajar al-‘Asqalanî).
Al-Mustadrak
‘alâ ash-Shahîhayn (al-Hâkim/Abî ‘Abdullâh al-Hâkim an-Naisâbûrî).
Jâmi’
al-Bayân fî at-Ta’wîl al-Qurân (Ibnu Jarîr/Abû Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).
Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl
(al-Hâfizh as-Suyûthî/Imâm Jalâluddîn as-Suyûthî).
[1] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Muqâtil. Ia (Muhammad bin Muqâtil) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Nasab (keturunan) nya
yaitu: al-Marwazî al-Kisâ-î. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû
al-Hasan. Laqab (gelar/titel) nya: Rakh. Tempat tinggalnya di
Baghdâd. Ia (Muhammad bin Muqâtil) wafat di Marwa ar-Rawadz pada
tahun 226 Hijriyah.
[2] Nama
lengkapnya yaitu: Hajjâj bin Muhammad. Ia (Hajjâj bin Muhammad) merupakan seorang Tâbi’ Tâbi’în junior. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Mashîshî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Abû Muhamad. Laqab (gelar/titel) nya: al-A’war. Tempat tinggalnya di Syâm. Ia (Hajjâj bin Muhammad) wafat di Baghdâd pada tahun 206 Hijriyah.
[3] Nama sebenarnya
yaitu: ‘Abdul Malik bin ‘Abdul ‘Azîz bin Juraij. Ibnu Juraij merupakan seorang yang hidup bersama Tâbi’în
(generasi setelah Sahabat) junior, akan tetapi Ibnu Juraij tidak bertemu dengan
seorang Sahabat. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Umawî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: Abû al-Walîd. Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rawadz.
Ia (Ibnu Juraij) wafat pada tahun 150 Hijriyah.
[4] Nama
lengkapnya yaitu: Ya’lâ bin Muslim bin Hurmuzi. Ia (Ya’lâ bin Muslim bin Hurmuzi) merupakan seorang yang hidup bersama Tâbi’în (generasi
setelah Sahabat) junior, akan tetapi Ya’lâ tidak bertemu dengan seorang Sahabat. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Makkî. Tempat
tinggalnya di Marwa ar-Rawadz.
[5] Nama
lengkapnya yaitu: Sa’îd bin Jubair bin Hisyâm. Ia (Sa’îd bin Jubair) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Abû Muhamad. Tempat tinggalnya di Kûfah.
Ia (Sa’îd bin Jubair) wafat di ‘Irâq pada tahun 94 Hijriyah.
[6] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul
Muthallib bin Hâsyim. Ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim)
merupakan seorang Sahabat dan juga seorang pakar Tafsîr, serta ia
(‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) telah meriwayatkan 1.660
Hadîts. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî al-Hâsyimî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs. Tempat tinggalnya
di Marwa ar-Rawadz. Ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin
Hâsyim) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.
[7] Al-Hâfizh adalah:
Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dil-kan maupun men-jarh-kan para perawi
hadis.
[9] Atsar
adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa
perkataan dan perbuatan.
[10] Hadis Mawqûf
yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[11] Marfu’
maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.
[12] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh
dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari
sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya.
Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm Syâfi’î, Imâm Ahmad bin
Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwûd, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar