Senin, 30 April 2012

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 109


Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 109
وَدَّ كَثِيْرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّوْنَكُمْ مِّنْ بَعْدِ إِيْمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِّنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُوْا وَاصْفَحُوْا حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ (١٠٩)
109. Mayoritas Ahli Kitâb menginginkan agar mereka (Ahli Kitâb) dapat mengembalikan kalian (kaum Muslim) kepada kekafiran setelah kalian (kaum Muslim) beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka (dari diri Ahli Kitâb) sendiri; setelah nyata bagi mereka (bagi Ahli Kitâb) kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka (maafkanlah dan biarkanlah Ahli Kitâb), sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.



Abû asy-Syaikh al-Ashbahânŷ meriwayatkan dalam Akhlâq an-Nabî li Abî asy-Syaikh al-Ashbahânŷnya (No. Hadis. 69):
أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِيْ عَاصِمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَمْرُوْ بْنُ عُثْمَانَ، قَالَ: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنِ الزُّهْرِيْ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، أَنَّهُ أَخْبَرَهُ, أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكِبَ عَلَى حِمَارٍ، فَقَالَ لِسَعْدٍ: أَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالَ أَبُوْ الْحُبَابِ؟, يُرِيْدُ عَبْدُ اللهِ بْنِ أُبَيْ. قَالَ: كَذَا وَكَذَا. فَقَالَ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ: اعْفُ عَنْهُ وَاصْفَحْ. فَعَفَا عَنْهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَكَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ يَعْفُوْنَ عَنْ أَهْلِ الْكِتَابِيْنَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: (.......فَاعْفُوْا وَاصْفَحُوْا حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ).
“Ibnu Abî ‘Âshim telah mengabarkan kepada kami (kepada Abû asy-Syaikh), dia (Ibnu Abî ‘Âshim) berkata: “‘Amrû bin ‘Utsmân[1] telah bercerita kepada kami (kepada Ibnu Abî ‘Âshim), dia (‘Amrû bin ‘Utsmân) berkata: “Bisyr bin Syu’aib[2] telah bercerita kepada kami (kepada ‘Amrû bin ‘Utsmân), dari ayahnya[3] (dari ayahnya Bisyr bin Syu’aib yaitu: Syu’aib bin Abî Hamzah Dînâr), dari Ibnu Syihâb az-Zuhrî[4], dari ‘Urwah bin az-Zubair[5], dari Usâmah bin Zaid[6], dia (Sa’d bin ‘Ubâdah) mengabarkan (kepada Usâmah bin Zaid) bahwa: “Rasûlullâh SAW. (pada suatu saat) mengendarai seekor Keledai. Lalu beliau SAW. berkata kepada Sa’d bin ‘Ubâdah[7]: “Tidakkah anda (Sa’d bin ‘Ubâdah) mendengar perkataan Abul Hubab yaitu: ‘Abdullâh bin Ubay?”. Kata beliau SAW: “Demikian, demikian”.
“Sa’d bin ‘Ubâdah berkata (kepada Rasûlullâh SAW): “Maafkanlah dan biarkanlah dia (maafkanlah dan biarkanlah ‘Abdullâh bin Ubay) wahai Rasûlullâh SAW; maka Rasûlullâh SAW. memaafkannya (memaafkan ‘Abdullâh bin Ubay)”. Rasûlullâh SAW. beserta para Sahabatnya juga memaafkan Ahli Kitâb, serta kaum Musyrikîn. Maka Allah SWT. menurunkan (Surat al-Baqarah, Ayat: 109):
........ فَاعْفُوْا وَاصْفَحُوْا حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ (١٠٩)
109. ............... Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka (maafkanlah dan biarkanlah Ahli Kitâb), sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

KETERANGAN (dari para Muhadditsîn[8]):
Hadis di atas berkualitas shahîh[9], karena semua rawinya tsiqqât[10].
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûlnya (Surat al-Baqarah, Ayat: 109), dengan menisbahkan kepada Abû asy-Syaikh al-Ashbahânŷ dalam Akhlâq an-Nabî li Abî asy-Syaikh al-Ashbahânŷnya.



PENJELASAN (dari asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î):
Kata asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î dalam ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûlnya (Surat al-Baqarah, Ayat: 109): “Hadis di atas rawi-rawinya tsiqqât, Ibnu Abî ‘Âshim adalah seorang al-Hâfizh al-Kabîr, biografinya (Ibnu Abî ‘Âshim) terdapat dalam Tadzkirat al-Huffâzh (2/640). Sedangkan biografi-biografi para rawi yang lain terdapat dalam Tahdzîb at-Tahdzîb. Dan Hadis di atas terdapat dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârî (9/299) karya al-Imâm al-Hâfizh al-Bukhârî, melalui jalur Bisyr bin Syu’aib bin Abî Hamzah Dînâr, sebagaimana sanad Hadis di atas; akan tetapi dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârî tidak terdapat sebab turunnya (tidak terdapat Asbâb an-Nuzûlnya)”.



PENJELASAN (kedudukan hadis di atas):
Atsar[11] Usâmah bin Zaid di atas digolongkan Mawqûf li hukmi Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[12] yang dihukumi Marfu’[13]. Karena para Muhadditsîn[14] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar Usâmah bin Zaid di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis Usâmah bin Zaid di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).





BIBLIOGRAFI

Akhlâq an-Nabî li Abî asy-Syaikh al-Ashbahânŷ (Abû asy-Syaikh al-Ashbahânŷ).
Ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûl (asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î).




















[1] Nama lengkapnya yaitu: ‘Amrû bin ‘Utsmân bin Sa’îd. Ia (‘Amrû bin ‘Utsmân) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Ia (‘Amrû bin ‘Utsmân) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Abû Dâwud, al-Hâfizh an-Nasâ-î, al-Hâfizh Ibnu Hibbân dan Maslamah bin Qâsim. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî al-Hamshî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Hafsh. Tempat tinggalnya di Syâm. Ia (‘Amrû bin ‘Utsmân) wafat pada tahun 250 Hijriyah.

[2] Nama lengkapnya yaitu: Bisyr bin Syu’aib bin Abî Hamzah Dînâr. Ia (Bisyr bin Syu’aib) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Ia (Bisyr bin Syu’aib) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh al-Bukhârî, al-Hâfizh Ibnu Hibbân dan Abû Zar’ah ar-Râzî. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-Qâsim. Tempat tinggalnya di Syâm. Ia (Bisyr bin Syu’aib) wafat pada tahun 213 Hijriyah.

[3] Namanya yaitu: Syu’aib bin Abî Hamzah Dînâr. Ia (Syu’aib bin Abî Hamzah) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în senior. Ia (Syu’aib bin Abî Hamzah) adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Umawî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Bisyr. Tempat tinggalnya di Syâm. Ia (Syu’aib bin Abî Hamzah) wafat pada tahun 162 Hijriyah.

[4] Nama sebenarnya yaitu: Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillâh bin ‘Abdullâh bin Syihâb. Ia (Ibnu Syihâb az-Zuhrî) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan. Seluruh ‘Ulamâ’ telah ber-ijmâ’ mengenai keluhuran dan kredibelitas Ibnu Syihâb az-Zuhrî. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî az-Zuhrî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Ibnu Syihâb az-Zuhrî) wafat pada tahun 124 Hijriyah.

[5] Nama lengkapnya yaitu: ‘Urwah bin az-Zubair bin al-‘Aŵâm bin Khuwailid bin Asad bin ‘Abdul ‘Izzî bin Qushay. Ia (‘Urwah bin az-Zubair) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (‘Urwah bin az-Zubair) adalah seorang yang tsiqqah (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (‘Urwah bin az-Zubair) wafat pada tahun 93 Hijriyah.

[6] Nama lengkapnya yaitu: Usâmah bin Zaid bin Hâritsah bin Syurhabîl. Ia (Usâmah bin Zaid) merupakan seorang Sahabat. Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Kilabŷ. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhammad. Laqab (gelar/titel) nya: Habb Rasûlullâh. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Usâmah bin Zaid) wafat di Madînah pada tahun 54 Hijriyah.

[7] Nama lengkapnya yaitu: Sa’d bin ‘Ubâdah bin Dalîm. Ia (Sa’d bin ‘Ubâdah) merupakan seorang Sahabat. Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Anshârî al-Khazrajŷ. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Tsâbit. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Sa’d bin ‘Ubâdah) wafat di Syâm pada tahun 15 Hijriyah.

[8] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[9] Hadis Shahîh ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama, baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada kecacatan (‘illat).

[10] Tsiqqât adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.

[11] Atsar adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan perbuatan.

[12] Hadis Mawqûf yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.

[13] Marfu’ maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.

[14] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar