Asbâbun Nuzûl Surat
al-Baqarah (2), Ayat: 80
وَقَالُوْا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلاَّ أَيَّامًا مَّعْدُوْدَةً
قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدًا فَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ عَهْدَهُ أَمْ
تَقُوْلُوْنَ عَلَى اللَّهِ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ (٨٠)
80.
Dan mereka[1] berkata: "Kami (orang-orang Yahûdi) sekali-kali
tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali hanya beberapa hari saja[2]”.
Katakanlah (wahai Nabi Muhammad SAW. kepada orang-orang Yahûdi): "Sudahkah kalian (orang-orang Yahûdi) menerima janji dari Allah sehingga Allah
tidak akan mengingkari janji-Nya; ataukah kalian (orang-orang Yahûdi) hanya mengatakan terhadap Allah apa yang
tidak kalian (orang-orang Yahûdi) ketahui?".
Imâm Ibnu
Jarîr[3]
meriwayatkan dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (Juz. 2,
halaman: 175)[4]:
وَقَالَ آخَرُوْنَ فِيْ ذَالِكَ بِمَا حَدَّثَنَا
أَبُوْ كُرَيْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا يُوْنُسُ بْنُ بُكَيْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ إِسْحَاقَ, قَالَ: حَدَّثَنِيْ مُحَمَّدُ بْنُ أَبِيْ مُحَمَّدٍ مَوْلَى زَيْدِ
يْنِ ثَابِتٍ، قَالَ: حَدَّثَنِيْ سَعِيْدُ بْنُ جُبَيْرٍ، أَوْ عِكْرِمَةُ، عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ، قَالَ: كَانَتْ يَهُوْدُ يَقُوْلُوْنَ: إِنَّمَا هَاذِهِ الدُّنْيَا سَبْعَةُ
آلاَفِ سَنَةٍ، وَإِنَّمَا يُعَذَّبُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِكُلِّ أَلْفِ
سَنَةٍ مِّنْ أَيَّامِ الدُّنْيَا يَوْمًا وَاحِدًا مِّنْ أَيَّامِ الآخِرَةِ, وَإِنَّمَا
هِيَ سَبْعَةُ أَيَّامٍ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِيْ ذَلِكَ مِنْ قَوْلِهِمْ: (وَقَالُوْا
لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلاَّ أَيَّامًا مَّعْدُوْدَةً.........).
“Yang lain
juga berkata demikian sebagaimana Abû Kuraib[5] yang telah
bercerita kepada kami (kepada Ibnu Jarîr dan yang lainnya), dia (Abû Kuraib)
berkata: “Yûnus bin Bukair[6] telah
bercerita kepada kami (kepada Abû Kuraib), dia (Yûnus bin Bukair) berkata: “Muhammad bin Ishâq[7] telah bercerita kepada
kami (kepada Yûnus bin Bukair), dia (Muhammad bin Ishâq) berkata: “Muhammad bin Abî
Muhammad[8] telah bercerita kepada
kami (kepada Muhammad bin Ishâq), dari ‘Ikrimah[9], atau (dan) dari Sa’îd
bin Jubair[10],
dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs[11], dia (‘Abdullâh bin
‘Abbâs) berkata: “Orang-orang Yâhudî berkata: “Usia dunia ini tujuh
ribu tahun. Manusia di akhirat nanti kelak disiksa setiap seribu tahun, yang
mana setiap seribu tahun di akhirat sama dengan satu hari di dunia, jadi
jumlahnya hanya tujuh hari. (Kemudian putuslah atau berhentilah siksaan
tersebut). Lalu Allah SWT. menurunkan (Surat al-Baqarah, Ayat: 80) mengenai
ucapan mereka (mengenai ucapan orang-orang Yahûdi tersebut):
وَقَالُوْا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلاَّ أَيَّامًا مَّعْدُوْدَةً
قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدًا فَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ عَهْدَهُ أَمْ
تَقُوْلُوْنَ عَلَى اللَّهِ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ (٨٠)
80.
Dan mereka berkata:
"Kami (orang-orang
Yahûdi) sekali-kali tidak akan disentuh oleh api
neraka, kecuali hanya beberapa hari
saja”. Katakanlah (wahai Nabi Muhammad SAW. kepada orang-orang Yahûdi): "Sudahkah kalian (orang-orang Yahûdi) menerima janji dari Allah sehingga Allah
tidak akan mengingkari janji-Nya; ataukah kalian (orang-orang Yahûdi) hanya mengatakan terhadap Allah apa yang
tidak kalian (orang-orang Yahûdi)
ketahui?".
Al-Hâfizh[15] Ibnu Abî
Hâtim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya
(1/155 atau No. Hadis: 813).
Al-Wâhidî
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Asbâb an-Nuzûl li
al-Wâhidînya (halaman: 17), melalui jalur sanad[16]
Muhammad bin Ishâq tanpa melalui sanad Sa’îd bin Jubair (akan tetapi
melalui jalur sanad ‘Ikrimah).
Ibnu Hisyâm
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam as-Sîrah an-Nabawiŷah li
Ibn Hisyâmnya (1/538).
Ath-Thabrânî[17] juga
meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Mu’jam al-Kabîrnya (No.
Hadis: 11160), melalui jalur sanad Muhammad bin Humaid ar-Râzî.
Imâm Ibnu
Jarîr[18]
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis yang ia (Ibnu Jarîr) riwayatkan di atas dalam
Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (Juz. 2, halaman: 175)[19],
melalui jalur sanad Muhammad bin Humaid ar-Râzî.
Al-Hâfizh Jalâluddîn
as-Suyûthî[20]
juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 1,
2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnu Abî
Hâtim dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (1/155 atau No. Hadis: 813). Dan
menisbahkan kepada Imâm Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay
al-Qurânnya (Juz. 2, halaman: 175)[21].
Serta menisbahkan kepada al-Hâfizh ath-Thabrânî dalam al-Mu’jam
al-Kabîrnya (No. Hadis: 11160).
Beliau (al-Hâfizh
Jalâluddîn as-Suyûthî) juga mengeluarkan dalam ad-Dur
al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûrnya (1/84), dengan menisbahkan kepada al-Hâfizh
Ibnu al-Mundzir.
PENJELASAN
(kedudukan hadis di atas):
Atsar[22] ‘Abdullâh bin
‘Abbâs di
atas digolongkan Mawqûf li hukmi
Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[23]
yang dihukumi Marfu’[24].
Karena para Muhadditsîn[25]
telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan
salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab
turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana
penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang
dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah
(pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).
KESIMPULAN
Hadis di atas
berkualitas shahîh[26],
dan dikuatkan ke-râjih-annya dengan Hadis-hadis lain sebagaimana yang
telah saya kemukakan di atas; sehingga kokoh dan kuatlah Hadis di atas, dan
dapat dijadikan hujjah (pedoman/landasan) dalam Syara’ (Islam).
BIBLIOGRAFI
Ad-Dur
al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûr (al-Hâfizh
as-Suyûthî/al-Imâm al-Hâfizh
‘Abdurrahmân
bin Abî Bakr Jalâluddîn as-Suyûthî).
Al-Mu’jam
al-Kabîr li ath-Thabrânî (al-Hâfizh ath-Thabrânî/Sulaimân bin Ahmad bin Ayyûb
bin Muthîr).
Asbâb
an-Nuzûl li al-Wâhidî (Imâm al-Wâhidî).
As-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâm (Imâm Ibnu Hisyâm).
Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/al-Imâm
al-‘Âlim Muhammad bin
Jarîr bin
Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî Abû Ja’far ath-Thabarî).
Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb
an-Nuzûl (al-Hâfizh as-Suyûthî/al-Imâm
al-Hâfizh ‘Abdurrahmân
bin Abî Bakr Jalâluddîn
as-Suyûthî).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (al-Hâfizh Ibnu Katsîr/Abû al-Fidâ’ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr
al-Qurasyî ad-Dimasyqî).
Tafsîr
Ibn Abî Hâtim (al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim
ar-Râzî/ al-Imâm al-Hâfizh Abû Muhammad
‘Abdurrahmân
bin Abî Hâtim ar-Râzî).
[1] Di dalam “Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”,
karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 171-173, dan 176): ‘Abdullâh bin ‘Abbâs, ‘Ikrimah, Mujâhid, Qatâdah
dan as-Suddŷ menafsirkan kata “MEREKA” dengan: “Orang-orang (kaum) Yahûdi”.
[2] Di dalam “Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”,
karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 171-173): ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs, ‘Ikrimah, Qatâdah, dan as-Suddŷ menafsirkan kata “HANYA BEBERAPA
HARI SAJA” dengan: “40 malam”. Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay
al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu
Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 172-173): ‘Abdullâh bin ‘Abbâs dalam
riwayat yang lain menafsirkan kata “HANYA BEBERAPA HARI SAJA” dengan: “40 tahun”.
Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul
Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 174):
‘Ikrimah dan adh-Dhaĥâk dalam riwayat yang lain menafsirkan kata “HANYA
BEBERAPA HARI SAJA” dengan: “40 hari”. Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an
Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya
Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 175-176): Mujâhid menafsirkan
kata “HANYA BEBERAPA HARI SAJA” dengan: “Satu hari”. Akan tetapi periwayatan
yang paling shahîh di antara periwayatan-periwayatan di atas adalah:
periwayatan ‘Abdullâh bin ‘Abbâs dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay
al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu
Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 175): yang menafsirkan kata “HANYA
BEBERAPA HARI SAJA” dengan: “7 hari”.
[3] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî
Abû Ja’far ath-Thabarî. Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim
(kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim).
Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ
at-Tafsîr dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari
Sittân pada tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia
(Ibnu Jarîr) wafat di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.
[4] Imâm Ibnu
Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân;
Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar.
Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 175.
[5] Nama sebenarnya
yaitu: Muhammad bin al-‘Alâ’ bin Kuraib. Ia (Abû Kuraib) merupakan seorang Tabi’
al-Atbâ’ senior. Ia (Abû Kuraib) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh
(kredibel ke-âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh).
Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Hamdânî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: Abû Kuraib. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Abû
Kuraib) wafat pada tahun 248 Hijriyah.
[6] Nama lengkapnya
yaitu: Yûnus bin Bukair bin Wâshil. Ia (Yûnus bin Bukair) merupakan seorang Tabi’
Tâbi’în junior. Ia (Yûnus bin Bukair) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan
ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin
Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, Ibnu Numair dan Ibnu ‘Ammâr. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Jammâl asy-Syaibânî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Yûnus
bin Bukair) wafat di Kûfah pada tahun 199 Hijriyah.
[7] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Ishâq bin Yasâr. Ia (Ibnu Ishâq) merupakan
seorang Tâbi’în junior. Ia (Ibnu Ishâq) di-tsiqqah-kan
(dikredibelkan ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh
Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-‘Ijlî. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Mathlabî. Kuniyah (nama akrab) nya
yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Ibnu Ishâq)
wafat di Baghdâd pada tahun 150 Hijriyah.
[8] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Abî Muhammad Maulâ Zaid bin Tsâbit. Ia
(Muhammad bin Abî Muhammad) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan.
Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-âdil-an
dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Ibnu Hibbân dan
al-Hâfizh adz-Dzahabî.
[9] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Ikrimah Maulâ ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. Ia (‘Ikrimah)
merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (‘Ikrimah) adalah seorang tsiqqah
tsabat (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta
seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Barbarî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya
di Madînah. Ia (‘Ikrimah) wafat pada tahun 104 Hijriyah.
[10] Nama
lengkapnya yaitu: Sa’îd bin Jubair bin Hisyâm. Ia (Sa’îd bin Jubair) merupakan
seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Sa’îd bin Jubair) adalah seorang tsiqqah
tsabat (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta
seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Abû Muhamad. Tempat tinggalnya di Kûfah.
Ia (Sa’îd bin Jubair) wafat di ‘Irâq pada tahun 94 Hijriyah.
[11] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim. Ia
(‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) merupakan seorang Sahabat
dan juga seorang pakar Tafsîr, serta ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul
Muthallib bin Hâsyim) telah meriwayatkan 1.660 Hadîts. Semua Sahabat
Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî
al-Hâsyimî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs.
Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rawadz. Ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin
‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.
[12] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta
faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat
membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang
penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan
mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn:
Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim,
at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan
sebagainya.
[13] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
[14] Tsiqqât
adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.
[15] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[16] Sanad
adalah: Mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan ke matan
(redaksi/isi) hadis.
[17] Nama sebenarnya
yaitu: Sulaimân bin Ahmad bin Ayyûb bin Muthîr. Kuniyah (nama akrab) nya
yaitu: Abû al-Qâsim. Ia (ath-Thabrânî) adalah seorang tsiqqah
al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta
seorang al-Hâfizh). Serta ia (ath-Thabrânî) juga seorang pakar Tafsîr
(tafsir), dan Hadîts (hadis). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Lakhamy
asy-Syâmî ath-Thabrânî. Ia (ath-Thabrânî) lahir di Thabariŷah (wilayah
Palestina) pada tahun 260 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Ishfahân. Ia (ath-Thabrânî)
wafat di Ishfahân pada tahun 360 Hijriyah.
[18] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî
Abû Ja’far ath-Thabarî. Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim
(kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim).
Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ
at-Tafsîr dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari
Sittân pada tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia
(Ibnu Jarîr) wafat di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.
[19] Imâm Ibnu
Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân;
Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar.
Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 175.
[20] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr Jalâluddîn as-Suyûthî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Jalâluddîn as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) adalah
seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang al-Hâfizh). Serta ia (as-Suyûthî) juga seorang pakar
Tafsîr, Hadîs, Lughah (Bahasa), Adab (Sastra), Fiqh
(Fikîh), Târîkh (Sejarah) dan sebagainya. Nasab (keturunan) nya
yaitu: as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) lahir di Qâhirah pada tahun
849 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî) wafat di Qâhirah
pada tahun 911 Hijriyah.
[21] Imâm Ibnu
Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân;
Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar.
Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 175.
[22] Atsar
adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa
perkataan dan perbuatan.
[23] Hadis Mawqûf
yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[24] Marfu’
maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.
[25] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh
dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari
sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya.
Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin
Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
[26] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar