Kamis, 12 April 2012

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 80


Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 80
وَقَالُوْا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلاَّ أَيَّامًا مَّعْدُوْدَةً قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدًا فَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ عَهْدَهُ أَمْ تَقُوْلُوْنَ عَلَى اللَّهِ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ (٨٠)
80. Dan mereka[1] berkata: "Kami (orang-orang Yahûdi) sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali hanya beberapa hari saja[2]”. Katakanlah (wahai Nabi Muhammad SAW. kepada orang-orang Yahûdi): "Sudahkah kalian (orang-orang Yahûdi) menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan mengingkari janji-Nya; ataukah kalian (orang-orang Yahûdi) hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian (orang-orang Yahûdi) ketahui?".



Imâm Ibnu Jarîr[3] meriwayatkan dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (Juz. 2, halaman: 175)[4]:
وَقَالَ آخَرُوْنَ فِيْ ذَالِكَ بِمَا حَدَّثَنَا أَبُوْ كُرَيْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا يُوْنُسُ بْنُ بُكَيْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ, قَالَ: حَدَّثَنِيْ مُحَمَّدُ بْنُ أَبِيْ مُحَمَّدٍ مَوْلَى زَيْدِ يْنِ ثَابِتٍ، قَالَ: حَدَّثَنِيْ سَعِيْدُ بْنُ جُبَيْرٍ، أَوْ عِكْرِمَةُ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: كَانَتْ يَهُوْدُ يَقُوْلُوْنَ: إِنَّمَا هَاذِهِ الدُّنْيَا سَبْعَةُ آلاَفِ سَنَةٍ، وَإِنَّمَا يُعَذَّبُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِكُلِّ أَلْفِ سَنَةٍ مِّنْ أَيَّامِ الدُّنْيَا يَوْمًا وَاحِدًا مِّنْ أَيَّامِ الآخِرَةِ, وَإِنَّمَا هِيَ سَبْعَةُ أَيَّامٍ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِيْ ذَلِكَ مِنْ قَوْلِهِمْ: (وَقَالُوْا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلاَّ أَيَّامًا مَّعْدُوْدَةً.........).
“Yang lain juga berkata demikian sebagaimana Abû Kuraib[5] yang telah bercerita kepada kami (kepada Ibnu Jarîr dan yang lainnya), dia (Abû Kuraib) berkata: “Yûnus bin Bukair[6] telah bercerita kepada kami (kepada Abû Kuraib), dia (Yûnus bin Bukair) berkata: “Muhammad bin Ishâq[7] telah bercerita kepada kami (kepada Yûnus bin Bukair), dia (Muhammad bin Ishâq) berkata: “Muhammad bin Abî Muhammad[8] telah bercerita kepada kami (kepada Muhammad bin Ishâq), dari ‘Ikrimah[9], atau (dan) dari Sa’îd bin Jubair[10], dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs[11], dia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs) berkata: “Orang-orang Yâhudî berkata: “Usia dunia ini tujuh ribu tahun. Manusia di akhirat nanti kelak disiksa setiap seribu tahun, yang mana setiap seribu tahun di akhirat sama dengan satu hari di dunia, jadi jumlahnya hanya tujuh hari. (Kemudian putuslah atau berhentilah siksaan tersebut). Lalu Allah SWT. menurunkan (Surat al-Baqarah, Ayat: 80) mengenai ucapan mereka (mengenai ucapan orang-orang Yahûdi tersebut):
وَقَالُوْا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلاَّ أَيَّامًا مَّعْدُوْدَةً قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدًا فَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ عَهْدَهُ أَمْ تَقُوْلُوْنَ عَلَى اللَّهِ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ (٨٠)
80. Dan mereka berkata: "Kami (orang-orang Yahûdi) sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali hanya beberapa hari saja”. Katakanlah (wahai Nabi Muhammad SAW. kepada orang-orang Yahûdi): "Sudahkah kalian (orang-orang Yahûdi) menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan mengingkari janji-Nya; ataukah kalian (orang-orang Yahûdi) hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian (orang-orang Yahûdi) ketahui?".


KETERANGAN (dari para Muhadditsîn[12]):
Hadis di atas berkualitas shahîh[13], karena semua rawinya tsiqqât[14].
Al-Hâfizh[15] Ibnu Abî Hâtim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (1/155 atau No. Hadis: 813).
Al-Wâhidî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Asbâb an-Nuzûl li al-Wâhidînya (halaman: 17), melalui jalur sanad[16] Muhammad bin Ishâq tanpa melalui sanad Sa’îd bin Jubair (akan tetapi melalui jalur sanad ‘Ikrimah).
Ibnu Hisyâm juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam as-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâmnya (1/538).
Ath-Thabrânî[17] juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Mu’jam al-Kabîrnya (No. Hadis: 11160), melalui jalur sanad Muhammad bin Humaid ar-Râzî.
Imâm Ibnu Jarîr[18] juga meriwayatkan sebagaimana Hadis yang ia (Ibnu Jarîr) riwayatkan di atas dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (Juz. 2, halaman: 175)[19], melalui jalur sanad Muhammad bin Humaid ar-Râzî.
Al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî[20] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 1, 2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (1/155 atau No. Hadis: 813). Dan menisbahkan kepada Imâm Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (Juz. 2, halaman: 175)[21]. Serta menisbahkan kepada al-Hâfizh ath-Thabrânî dalam al-Mu’jam al-Kabîrnya (No. Hadis: 11160).
Beliau (al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî) juga mengeluarkan dalam ad-Dur al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûrnya (1/84), dengan menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnu al-Mundzir.



PENJELASAN (kedudukan hadis di atas):
Atsar[22] ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas digolongkan Mawqûf li hukmi Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[23] yang dihukumi Marfu’[24]. Karena para Muhadditsîn[25] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).



KESIMPULAN
Hadis di atas berkualitas shahîh[26], dan dikuatkan ke-râjih-annya dengan Hadis-hadis lain sebagaimana yang telah saya kemukakan di atas; sehingga kokoh dan kuatlah Hadis di atas, dan dapat dijadikan hujjah (pedoman/landasan) dalam Syara’ (Islam).




BIBLIOGRAFI

Ad-Dur al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûr (al-Hâfizh as-Suyûthî/al-Imâm al-Hâfizh
‘Abdurrahmân bin Abî Bakr Jalâluddîn as-Suyûthî).
Al-Mu’jam al-Kabîr li ath-Thabrânî (al-Hâfizh ath-Thabrânî/Sulaimân bin Ahmad bin Ayyûb
bin Muthîr).
Asbâb an-Nuzûl li al-Wâhidî (Imâm al-Wâhidî).
As-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâm (Imâm Ibnu Hisyâm).
Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/al-Imâm al-‘Âlim Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî Abû Ja’far ath-Thabarî).
Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl (al-Hâfizh as-Suyûthî/al-Imâm al-Hâfizh ‘Abdurrahmân
bin Abî Bakr Jalâluddîn as-Suyûthî).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (al-Hâfizh Ibnu Katsîr/Abû al-Fidâ’ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr
al-Qurasyî ad-Dimasyqî).
Tafsîr Ibn Abî Hâtim (al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim ar-Râzî/ al-Imâm al-Hâfizh Abû Muhammad
‘Abdurrahmân bin Abî Hâtim ar-Râzî).


















[1] Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 171-173, dan 176): ‘Abdullâh bin ‘Abbâs, ‘Ikrimah, Mujâhid, Qatâdah dan as-Suddŷ menafsirkan kata “MEREKA” dengan: “Orang-orang (kaum) Yahûdi.

[2] Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 171-173): ‘Abdullâh bin ‘Abbâs, ‘Ikrimah, Qatâdah, dan as-Suddŷ menafsirkan kata “HANYA BEBERAPA HARI SAJA” dengan: “40 malam”. Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 172-173): ‘Abdullâh bin ‘Abbâs dalam riwayat yang lain menafsirkan kata “HANYA BEBERAPA HARI SAJA” dengan: “40 tahun”. Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 174): ‘Ikrimah dan adh-Dhaĥâk dalam riwayat yang lain menafsirkan kata “HANYA BEBERAPA HARI SAJA” dengan: “40 hari”. Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 175-176): Mujâhid menafsirkan kata “HANYA BEBERAPA HARI SAJA” dengan: “Satu hari”. Akan tetapi periwayatan yang paling shahîh di antara periwayatan-periwayatan di atas adalah: periwayatan ‘Abdullâh bin ‘Abbâs dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 175): yang menafsirkan kata “HANYA BEBERAPA HARI SAJA” dengan: “7 hari”.

[3] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî Abû Ja’far ath-Thabarî. Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ at-Tafsîr dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari Sittân pada tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ibnu Jarîr) wafat di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.

[4] Imâm Ibnu Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân; Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar. Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 175.

[5] Nama sebenarnya yaitu: Muhammad bin al-‘Alâ’ bin Kuraib. Ia (Abû Kuraib) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Ia (Abû Kuraib) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Hamdânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Kuraib. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Abû Kuraib) wafat pada tahun 248 Hijriyah.

[6] Nama lengkapnya yaitu: Yûnus bin Bukair bin Wâshil. Ia (Yûnus bin Bukair) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în junior. Ia (Yûnus bin Bukair) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, Ibnu Numair dan Ibnu ‘Ammâr. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Jammâl asy-Syaibânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Yûnus bin Bukair) wafat di Kûfah pada tahun 199 Hijriyah.

[7] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Ishâq bin Yasâr. Ia (Ibnu Ishâq) merupakan seorang Tâbi’în junior. Ia (Ibnu Ishâq) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-‘Ijlî. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Mathlabî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Ibnu Ishâq) wafat di Baghdâd pada tahun 150 Hijriyah.

[8] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Abî Muhammad Maulâ Zaid bin Tsâbit. Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan. Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Ibnu Hibbân dan al-Hâfizh adz-Dzahabî.

[9] Nama lengkapnya yaitu: ‘Ikrimah Maulâ ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. Ia (‘Ikrimah) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (‘Ikrimah) adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Barbarî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (‘Ikrimah) wafat pada tahun 104 Hijriyah.

[10] Nama lengkapnya yaitu: Sa’îd bin Jubair bin Hisyâm. Ia (Sa’îd bin Jubair) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Sa’îd bin Jubair) adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhamad. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Sa’îd bin Jubair) wafat di ‘Irâq pada tahun 94 Hijriyah.

[11] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim. Ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) merupakan seorang Sahabat dan juga seorang pakar Tafsîr, serta ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) telah meriwayatkan 1.660 Hadîts. Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî al-Hâsyimî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs. Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rawadz. Ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.

[12] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[13] Hadis Shahîh ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama, baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada kecacatan (‘illat).

[14] Tsiqqât adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.

[15] Al-Hâfizh adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal 100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în, ‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî, al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî, dan sebagainya.

[16] Sanad adalah: Mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan ke matan (redaksi/isi) hadis.

[17] Nama sebenarnya yaitu: Sulaimân bin Ahmad bin Ayyûb bin Muthîr. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-Qâsim. Ia (ath-Thabrânî) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Serta ia (ath-Thabrânî) juga seorang pakar Tafsîr (tafsir), dan Hadîts (hadis). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Lakhamy asy-Syâmî ath-Thabrânî. Ia (ath-Thabrânî) lahir di Thabariŷah (wilayah Palestina) pada tahun 260 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Ishfahân. Ia (ath-Thabrânî) wafat di Ishfahân pada tahun 360 Hijriyah.

[18] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî Abû Ja’far ath-Thabarî. Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ at-Tafsîr dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari Sittân pada tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ibnu Jarîr) wafat di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.

[19] Imâm Ibnu Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân; Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar. Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 175.

[20] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr Jalâluddîn as-Suyûthî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Jalâluddîn as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Serta ia (as-Suyûthî) juga seorang pakar Tafsîr, Hadîs, Lughah (Bahasa), Adab (Sastra), Fiqh (Fikîh), Târîkh (Sejarah) dan sebagainya. Nasab (keturunan) nya yaitu: as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) lahir di Qâhirah pada tahun 849 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî) wafat di Qâhirah pada tahun 911 Hijriyah.

[21] Imâm Ibnu Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân; Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar. Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 175.

[22] Atsar adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan perbuatan.

[23] Hadis Mawqûf yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.

[24] Marfu’ maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.

[25] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[26] Hadis Shahîh ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama, baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada kecacatan (‘illat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar