Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2),
Ayat: 89
وَلَمَّا
جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِّنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْ وَكَانُوْا
مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا
عَرَفُوْا كَفَرُوْا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِيْنَ (٨٩)
89. Dan setelah datang
kepada mereka[1] Kitâb[2] (al-Qurân) dari Allah yang membenarkan apa yang ada[3] pada mereka, padahal sebelumnya mereka (orang-orang Yahûdi) biasa memohon
(kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang Kâfir, maka
setelah datang kepada mereka (kepada orang-orang Yahûdi) apa yang telah mereka
ketahui[4], mereka (orang-orang Yahûdi) lalu ingkar kepadanya[5]. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.
Al-Hâfizh[6] Ibnu Katsîr[7]
mengeluarkan dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya (Jilid. 1, Juz. 1,
halaman: 326)[8], dengan menisbahkan
kepada Muhammad bin Ishâq dalam Tafsîr Muhammad Ibn Ishâqnya:
وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: أَخْبَرَنِيْ
مُحَمَّدُ بْنُ أَبِيْ مُحَمَّدٍ, قَالَ: أَخْبَرَنِيْ عِكْرِمَةُ أَوْ سَعِيْدُ بْنُ
جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ يَهُوْدَ كَانُوْا
يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الأَوْسِ وَالْخَزْرَجِ بِرَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ مَبْعَثِهِ. فَلَمَّا بَعَثَهُ اللَّهُ مِنَ الْعَرَبِ كَفَرُوْا
بِهِ, وَجَحَدُوْا مَا كَانُوْا يَقُوْلُوْنَ فِيْهِ. فَقَالَ لَهُمْ مُعَاذُ بْنُ
جَبَلٍ، وَبِشْرُ بْنُ الْبَرَاءِ بْنِ مَعْرُوْرٍ، وَدَاوُدُ بْنُ سَلَمَةَ: يَا مَعْشَرُ
يَهُوْدَ، اِتَّقُوْا اللَّهَ وَأَسْلِمُوْا, فَقَدْ كُنْتُمْ تَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَيْهَا
بِمُحَمَّدٍ، وَنَحْنُ أَهْلُ شِرْكٍ, وَتُخْبِرُوْنَا بِأَنَّهُ مَبْعُوْثٌ, وَتَصِفُوْنَهُ
لَنَا بِصِفَتِهِ. فَقَالَ سَلاَمُ بْنُ مِشْكَمٍ أَخُوْ بَنِيْ النَّضِيْرِ: مَا جَاءَنَا
بِشَيْءٍ نَعْرِفُهُ، وَمَا هُوَ بِالَّذِيْ كُنَّا نَذْكُرُ لَكُمْ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ
فِيْ ذَلِكَ مِنْ قَوْلِهِمْ: (وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِّنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْ
وَكَانُوْا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَلَمَّا
جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوْا كَفَرُوْا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِيْنَ).
“Muhammad bin Ishâq[9] berkata: “Muhammad bin
Abî Muhammad[10]
telah mengabarkan kepada saya (kepada Muhammad bin Ishâq), dia (Muhammad bin
Abî Muhammad) berkata: “‘Ikrimah[11], atau (dan) Sa’îd bin
Jubair[12] telah mengabarkan kepada
saya (kepada Muhammad bin Abî Muhammad), dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs[13]: “Bahwasannya
orang-orang Yahûdi memohon pertolongan untuk melawan (mengalahkan) kaum Aus dan
Khazraj dengan membawa nama Rasûlullâh SAW. sebelum (Muhammad SAW.) diutus
sebagai Rasûl. Kemudian tatkala Allah SWT. mengutus beliau SAW. dari kalangan
‘Arab, mereka (orang-orang Yahûdi) mengingkarinya (mengingkari kenabian dan
kerasûlan Muhammad SAW.) dan tidak mengakui apa yang pernah mereka (orang-orang
Yahûdi) katakan tentangnya (tentang Rasûlullâh SAW.). Maka berkatalah Mu’âdz
bin Jabal, Bisyr bin al-Barâ’ bin Ma’rûr, dan Dâwud bin Salamah kepada mereka
(kepada orang-orang Yahûdi): “Wahai orang-orang Yahûdi, bertakwalah kepada
Allah dan berserah dirilah kamu sekalian (maksudnya: masuklah agama Islam), karena
kalian (orang-orang Yahûdi) telah memohon kepada Allah dengan membawa nama
(Nabi) Muhammad untuk mengalahkan kami (mengalahkan Mu’âdz bin Jabal, Bisyr bin
al-Barâ’ bin Ma’rûr, dan Dâwud bin Salamah yang dahulu kala merupakan kaum Aus
dan Khazraj), ketika kami masih dalam keadaan musyrik. Kalian (orang-orang
Yahûdi) mengabarkan kepada kami (kepada Mu’âdz bin Jabal, Bisyr bin al-Barâ’
bin Ma’rûr, dan Dâwud bin Salamah yang dahulu kala merupakan kaum Aus dan
Khazraj yang masih dalam keadaan musyrik) bahwa dia (Nabi SAW.) akan diutus
(menjadi seorang Nabi dan Rasûl), dan kalian (orang-orang Yahûdi) juga mengemukakan
sifat-sifat keberadaannya (maksudnya: orang-orang Yahûdi itu sendiri sebenarnya
sudah mengetahui melalui Kitab Taurat mereka bahwasannya Muhammad adalah
seorang Nabi dan Rasûl). Lantas Salâm bin Misykam yang merupakan salah seorang
Banî Nadhîr berkata: “Dia (Nabi Muhammad) tidak memenuhi kriteria yang kami (orang-orang
Yahûdi) kenal, dan dia (Nabi Muhammad) pun bukanlah yang kami (orang-orang
Yahûdi) terangkan kepadamu (kepada Mu’âdz bin Jabal, Bisyr bin al-Barâ’ bin
Ma’rûr, dan Dâwud bin Salamah yang dahulu kala merupakan kaum Aus dan Khazraj
yang masih dalam keadaan musyrik)”. Maka Allah SWT. menurunkan (Surat
al-Baqarah, Ayat: 89) mengenai ungkapan mereka (mengenai ungkapan orang-orang
Yahûdi):
وَلَمَّا
جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِّنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْ وَكَانُوْا
مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا
عَرَفُوْا كَفَرُوْا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِيْنَ (٨٩)
89. Dan setelah datang kepada mereka (kepada orang-orang Yahûdi) Kitâb (al-Qurân)
dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka
(orang-orang Yahûdi) biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan
atas orang-orang Kâfir, maka setelah datang kepada mereka (kepada orang-orang
Yahûdi) apa yang telah mereka ketahui, mereka (orang-orang Yahûdi) lalu ingkar
kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.
Al-Hâfizh[17] Ibnu Abî
Hâtim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya
(1/172 atau No. Hadis: 905).
Abû Nu’aim
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Dalâ-il an-Nubuŵah li Abî
Nu’aim al-Ashbahânînya (halaman: 43), melalui jalur sanad[18]
Muhammad bin Ishâq.
Ibnu Hisyâm
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam as-Sîrah an-Nabawiŷah li
Ibn Hisyâmnya (1/547).
Imâm Ibnu
Jarîr[19]
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis yang ia (Ibnu Jarîr) riwayatkan di atas dalam
Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (2/233), melalui jalur sanad
Muhammad bin Humaid ar-Râzî.
Al-Hâfizh Jalâluddîn
as-Suyûthî[20]
juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 1,
2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnu Abî
Hâtim dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (1/172 atau No. Hadis: 905).
PENJELASAN
(kedudukan hadis di atas):
Atsar[21] ‘Abdullâh bin
‘Abbâs di
atas digolongkan Mawqûf li hukmi
Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[22]
yang dihukumi Marfu’[23].
Karena para Muhadditsîn[24]
telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan
salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab
turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana
penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang
dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah
(pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).
KESIMPULAN
Hadis di atas
berkualitas shahîh[25],
dan dikuatkan ke-râjih-annya dengan Hadis-hadis lain sebagaimana yang
telah saya kemukakan di atas; sehingga kokoh dan kuatlah Hadis di atas, dan
dapat dijadikan hujjah (pedoman/landasan) dalam Syara’ (Islam).
BIBLIOGRAFI
As-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâm (Imâm Ibnu Hisyâm).
Dalâ-il
an-Nubuŵah li Abî Nu’aim al-Ashbahânî (Imâm Abû Nu’aim Ahmad bin
‘Abdullâh
bin Ahmad
bin Ishâq).
Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/al-Imâm
al-‘Âlim Muhammad bin
Jarîr bin
Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî Abû Ja’far ath-Thabarî).
Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb
an-Nuzûl (al-Hâfizh as-Suyûthî/al-Imâm
al-Hâfizh ‘Abdurrahmân
bin
Abî Bakr Jalâluddîn as-Suyûthî).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (al-Hâfizh Ibnu Katsîr/Abû al-Fidâ’ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr
al-Qurasyî ad-Dimasyqî).
Tafsîr
Ibn Abî Hâtim (al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim
ar-Râzî/ al-Imâm al-Hâfizh Abû Muhammad
‘Abdurrahmân
bin Abî Hâtim ar-Râzî).
Tafsîr
Ibn Ishâq (Ibnu Ishâq/Muhammad bin Ishâq bin bin
Yasâr).
[1] Di dalam “Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”,
karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 237-238, dan 240): ‘Abdullâh bin ‘Abbâs, sebagian Sahabat dan as-Suddŷ menafsirkan
kata “MEREKA” dengan: “Orang-orang (kaum)
Yahûdi”. Sedangkan di dalam “Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm,
Tahqîq Sâmî bin Muhammad as-Salâmah”, karya al-Hâfizh Ibnu
Katsîr (Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 326): Mujâhid menafsirkan kata “MEREKA” dengan: “Orang-orang (kaum)
Yahûdi”.
[2] Di dalam “Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”,
karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 236): Qatâdah dan
ar-Rabî’ menafsirkan kata “KITÂB” dengan: “Al-Qurân”. Sedangkan di dalam
“Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad as-Salâmah”,
karya al-Hâfizh Ibnu Katsîr (Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 325): kata “KITÂB”
ditafsirkan dengan: “Al-Qurân”.
[3] Di dalam “Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”,
karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 236): Qatâdah dan
ar-Rabî’ menafsirkan kata “APA YANG ADA” dengan: “Apa yang terdapat di dalam
(Kitâb) Taurât dan (Kitâb) Injîl”. Sedangkan di dalam “Tafsîr al-Qurân
al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad as-Salâmah”, karya al-Hâfizh
Ibnu Katsîr (Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 325): kata “APA YANG ADA” ditafsirkan dengan:
“Apa yang terdapat di dalam (Kitâb) Taurât”.
[4] “Apa Yang
Telah Mereka Ketahui”, maksudnya: Orang-orang Yahûdi telah mengetahui kenabian
dan kerasulan Muhammad SAW melalui Kitâb Taurât mereka.
[5] “Ingkar Kepadanya”,
maksudnya: Ingkar terhadap kenabian dan kerasulan Muhammad SAW.
[6] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[7] Nama
lengkapnya yaitu: Abû al-Fidâ’ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî ad-Dimasyqî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: Ibnu Katsîr. Ia (Ibnu Katsîr) adalah seorang tsiqqah
mutqan al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang al-Hâfizh yang kokoh/kuat). Ia (Ibnu Katsîr) juga seorang
pakar tafsîr (tafsir), hadîts (hadis) dan târîkh
(sejarah). Ia (Ibnu Katsîr) lahir di Bashrah pada tahun 700 Hijriyah.
Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Ibnu Katsîr) wafat di Bashrah
pada tahun 774 Hijriyah, dan dikubur di Damsyiq (Damaskus).
[8] Al-Hâfizh
Ibnu Katsîr. Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad
as-Salâmah. Ar-Riyadh: Dâr Thayyibah. Jilid. 1, Juz. 1,
halaman: 326.
[9] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Ishâq bin Yasâr. Ia (Ibnu Ishâq) merupakan
seorang Tâbi’în junior. Ia (Ibnu Ishâq) di-tsiqqah-kan
(dikredibelkan ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh
Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-‘Ijlî. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Mathlabî. Kuniyah (nama akrab) nya
yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Ibnu Ishâq)
wafat di Baghdâd pada tahun 150 Hijriyah.
[10] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Abî Muhammad Maulâ Zaid bin Tsâbit. Ia
(Muhammad bin Abî Muhammad) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan.
Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-âdil-an
dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Ibnu Hibbân dan
al-Hâfizh adz-Dzahabî.
[11] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Ikrimah Maulâ ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. Ia (‘Ikrimah)
merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (‘Ikrimah) adalah seorang tsiqqah
tsabat (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta
seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Barbarî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya
di Madînah. Ia (‘Ikrimah) wafat pada tahun 104 Hijriyah.
[12] Nama
lengkapnya yaitu: Sa’îd bin Jubair bin Hisyâm. Ia (Sa’îd bin Jubair) merupakan
seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Sa’îd bin Jubair) adalah seorang tsiqqah
tsabat (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta
seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Abû Muhamad. Tempat tinggalnya di Kûfah.
Ia (Sa’îd bin Jubair) wafat di ‘Irâq pada tahun 94 Hijriyah.
[13] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim. Ia
(‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) merupakan seorang Sahabat
dan juga seorang pakar Tafsîr, serta ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul
Muthallib bin Hâsyim) telah meriwayatkan 1.660 Hadîts. Semua Sahabat
Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî
al-Hâsyimî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs.
Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rawadz. Ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin
‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.
[14] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta
faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat
membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang
penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan
mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn:
Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim,
at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan
sebagainya.
[15] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
[16] Tsiqqât
adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.
[17] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[18] Sanad
adalah: Mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan ke matan
(redaksi/isi) hadis.
[19] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî
Abû Ja’far ath-Thabarî. Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim
(kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim).
Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ
at-Tafsîr dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari
Sittân pada tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia
(Ibnu Jarîr) wafat di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.
[20] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr Jalâluddîn as-Suyûthî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Jalâluddîn as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) adalah
seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang al-Hâfizh). Serta ia (as-Suyûthî) juga seorang pakar
Tafsîr, Hadîs, Lughah (Bahasa), Adab (Sastra), Fiqh
(Fikîh), Târîkh (Sejarah) dan sebagainya. Nasab (keturunan) nya
yaitu: as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) lahir di Qâhirah pada tahun
849 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî) wafat di Qâhirah
pada tahun 911 Hijriyah.
[21] Atsar
adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa
perkataan dan perbuatan.
[22] Hadis Mawqûf
yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[23] Marfu’
maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.
[24] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh
dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari
sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya.
Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin
Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
[25] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar