Minggu, 15 April 2012

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 89


Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 89

وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِّنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْ وَكَانُوْا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوْا كَفَرُوْا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِيْنَ (٨٩)
89. Dan setelah datang kepada mereka[1] Kitâb[2] (al-Qurân) dari Allah yang membenarkan apa yang ada[3] pada mereka, padahal sebelumnya mereka (orang-orang Yahûdi) biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang Kâfir, maka setelah datang kepada mereka (kepada orang-orang Yahûdi) apa yang telah mereka ketahui[4], mereka (orang-orang Yahûdi) lalu ingkar kepadanya[5]. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.



Al-Hâfizh[6] Ibnu Katsîr[7] mengeluarkan dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya (Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 326)[8], dengan menisbahkan kepada Muhammad bin Ishâq dalam Tafsîr Muhammad Ibn Ishâqnya:
وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: أَخْبَرَنِيْ مُحَمَّدُ بْنُ أَبِيْ مُحَمَّدٍ, قَالَ: أَخْبَرَنِيْ عِكْرِمَةُ أَوْ سَعِيْدُ بْنُ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ يَهُوْدَ كَانُوْا يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الأَوْسِ وَالْخَزْرَجِ بِرَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ مَبْعَثِهِ. فَلَمَّا بَعَثَهُ اللَّهُ مِنَ الْعَرَبِ كَفَرُوْا بِهِ, وَجَحَدُوْا مَا كَانُوْا يَقُوْلُوْنَ فِيْهِ. فَقَالَ لَهُمْ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ، وَبِشْرُ بْنُ الْبَرَاءِ بْنِ مَعْرُوْرٍ، وَدَاوُدُ بْنُ سَلَمَةَ: يَا مَعْشَرُ يَهُوْدَ، اِتَّقُوْا اللَّهَ وَأَسْلِمُوْا, فَقَدْ كُنْتُمْ تَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَيْهَا بِمُحَمَّدٍ، وَنَحْنُ أَهْلُ شِرْكٍ, وَتُخْبِرُوْنَا بِأَنَّهُ مَبْعُوْثٌ, وَتَصِفُوْنَهُ لَنَا بِصِفَتِهِ. فَقَالَ سَلاَمُ بْنُ مِشْكَمٍ أَخُوْ بَنِيْ النَّضِيْرِ: مَا جَاءَنَا بِشَيْءٍ نَعْرِفُهُ، وَمَا هُوَ بِالَّذِيْ كُنَّا نَذْكُرُ لَكُمْ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِيْ ذَلِكَ مِنْ قَوْلِهِمْ: (وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِّنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْ وَكَانُوْا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوْا كَفَرُوْا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِيْنَ).
“Muhammad bin Ishâq[9] berkata: “Muhammad bin Abî Muhammad[10] telah mengabarkan kepada saya (kepada Muhammad bin Ishâq), dia (Muhammad bin Abî Muhammad) berkata: “‘Ikrimah[11], atau (dan) Sa’îd bin Jubair[12] telah mengabarkan kepada saya (kepada Muhammad bin Abî Muhammad), dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs[13]: “Bahwasannya orang-orang Yahûdi memohon pertolongan untuk melawan (mengalahkan) kaum Aus dan Khazraj dengan membawa nama Rasûlullâh SAW. sebelum (Muhammad SAW.) diutus sebagai Rasûl. Kemudian tatkala Allah SWT. mengutus beliau SAW. dari kalangan ‘Arab, mereka (orang-orang Yahûdi) mengingkarinya (mengingkari kenabian dan kerasûlan Muhammad SAW.) dan tidak mengakui apa yang pernah mereka (orang-orang Yahûdi) katakan tentangnya (tentang Rasûlullâh SAW.). Maka berkatalah Mu’âdz bin Jabal, Bisyr bin al-Barâ’ bin Ma’rûr, dan Dâwud bin Salamah kepada mereka (kepada orang-orang Yahûdi): “Wahai orang-orang Yahûdi, bertakwalah kepada Allah dan berserah dirilah kamu sekalian (maksudnya: masuklah agama Islam), karena kalian (orang-orang Yahûdi) telah memohon kepada Allah dengan membawa nama (Nabi) Muhammad untuk mengalahkan kami (mengalahkan Mu’âdz bin Jabal, Bisyr bin al-Barâ’ bin Ma’rûr, dan Dâwud bin Salamah yang dahulu kala merupakan kaum Aus dan Khazraj), ketika kami masih dalam keadaan musyrik. Kalian (orang-orang Yahûdi) mengabarkan kepada kami (kepada Mu’âdz bin Jabal, Bisyr bin al-Barâ’ bin Ma’rûr, dan Dâwud bin Salamah yang dahulu kala merupakan kaum Aus dan Khazraj yang masih dalam keadaan musyrik) bahwa dia (Nabi SAW.) akan diutus (menjadi seorang Nabi dan Rasûl), dan kalian (orang-orang Yahûdi) juga mengemukakan sifat-sifat keberadaannya (maksudnya: orang-orang Yahûdi itu sendiri sebenarnya sudah mengetahui melalui Kitab Taurat mereka bahwasannya Muhammad adalah seorang Nabi dan Rasûl). Lantas Salâm bin Misykam yang merupakan salah seorang Banî Nadhîr berkata: “Dia (Nabi Muhammad) tidak memenuhi kriteria yang kami (orang-orang Yahûdi) kenal, dan dia (Nabi Muhammad) pun bukanlah yang kami (orang-orang Yahûdi) terangkan kepadamu (kepada Mu’âdz bin Jabal, Bisyr bin al-Barâ’ bin Ma’rûr, dan Dâwud bin Salamah yang dahulu kala merupakan kaum Aus dan Khazraj yang masih dalam keadaan musyrik)”. Maka Allah SWT. menurunkan (Surat al-Baqarah, Ayat: 89) mengenai ungkapan mereka (mengenai ungkapan orang-orang Yahûdi):
وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِّنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْ وَكَانُوْا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوْا كَفَرُوْا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِيْنَ (٨٩)
89. Dan setelah datang kepada mereka (kepada orang-orang Yahûdi) Kitâb (al-Qurân) dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka (orang-orang Yahûdi) biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang Kâfir, maka setelah datang kepada mereka (kepada orang-orang Yahûdi) apa yang telah mereka ketahui, mereka (orang-orang Yahûdi) lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.


KETERANGAN (dari para Muhadditsîn[14]):
Hadis di atas berkualitas shahîh[15], karena semua rawinya tsiqqât[16].
Al-Hâfizh[17] Ibnu Abî Hâtim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (1/172 atau No. Hadis: 905).
Abû Nu’aim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Dalâ-il an-Nubuŵah li Abî Nu’aim al-Ashbahânînya (halaman: 43), melalui jalur sanad[18] Muhammad bin Ishâq.
Ibnu Hisyâm juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam as-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâmnya (1/547).
Imâm Ibnu Jarîr[19] juga meriwayatkan sebagaimana Hadis yang ia (Ibnu Jarîr) riwayatkan di atas dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (2/233), melalui jalur sanad Muhammad bin Humaid ar-Râzî.
Al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî[20] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 1, 2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (1/172 atau No. Hadis: 905).



PENJELASAN (kedudukan hadis di atas):
Atsar[21] ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas digolongkan Mawqûf li hukmi Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[22] yang dihukumi Marfu’[23]. Karena para Muhadditsîn[24] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).



KESIMPULAN
Hadis di atas berkualitas shahîh[25], dan dikuatkan ke-râjih-annya dengan Hadis-hadis lain sebagaimana yang telah saya kemukakan di atas; sehingga kokoh dan kuatlah Hadis di atas, dan dapat dijadikan hujjah (pedoman/landasan) dalam Syara’ (Islam).




BIBLIOGRAFI

As-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâm (Imâm Ibnu Hisyâm).
Dalâ-il an-Nubuŵah li Abî Nu’aim al-Ashbahânî (Imâm Abû Nu’aim Ahmad bin ‘Abdullâh
bin Ahmad bin Ishâq).
Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/al-Imâm al-‘Âlim Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî Abû Ja’far ath-Thabarî).
Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl (al-Hâfizh as-Suyûthî/al-Imâm al-Hâfizh ‘Abdurrahmân
bin Abî Bakr Jalâluddîn as-Suyûthî).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (al-Hâfizh Ibnu Katsîr/Abû al-Fidâ’ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr
al-Qurasyî ad-Dimasyqî).
Tafsîr Ibn Abî Hâtim (al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim ar-Râzî/ al-Imâm al-Hâfizh Abû Muhammad
‘Abdurrahmân bin Abî Hâtim ar-Râzî).
Tafsîr Ibn Ishâq (Ibnu Ishâq/Muhammad bin Ishâq bin bin Yasâr).



















[1] Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 237-238, dan 240): ‘Abdullâh bin ‘Abbâs, sebagian Sahabat dan as-Suddŷ menafsirkan kata “MEREKA” dengan: “Orang-orang (kaum) Yahûdi. Sedangkan di dalam “Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad as-Salâmah”, karya al-Hâfizh Ibnu Katsîr (Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 326): Mujâhid menafsirkan kata “MEREKA” dengan: “Orang-orang (kaum) Yahûdi.

[2] Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 236): Qatâdah dan ar-Rabî’ menafsirkan kata “KITÂB” dengan: “Al-Qurân”. Sedangkan di dalam “Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad as-Salâmah”, karya al-Hâfizh Ibnu Katsîr (Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 325): kata “KITÂB” ditafsirkan dengan: “Al-Qurân”.

[3] Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 236): Qatâdah dan ar-Rabî’ menafsirkan kata “APA YANG ADA” dengan: “Apa yang terdapat di dalam (Kitâb) Taurât dan (Kitâb) Injîl”. Sedangkan di dalam “Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad as-Salâmah”, karya al-Hâfizh Ibnu Katsîr (Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 325): kata “APA YANG ADA” ditafsirkan dengan: “Apa yang terdapat di dalam (Kitâb) Taurât”.

[4] “Apa Yang Telah Mereka Ketahui”, maksudnya: Orang-orang Yahûdi telah mengetahui kenabian dan kerasulan Muhammad SAW melalui Kitâb Taurât mereka.

[5] “Ingkar Kepadanya”, maksudnya: Ingkar terhadap kenabian dan kerasulan Muhammad SAW.

[6] Al-Hâfizh adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal 100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în, ‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî, al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî, dan sebagainya.

[7] Nama lengkapnya yaitu: Abû al-Fidâ’ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî ad-Dimasyqî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Ibnu Katsîr. Ia (Ibnu Katsîr) adalah seorang tsiqqah mutqan al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh yang kokoh/kuat). Ia (Ibnu Katsîr) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts (hadis) dan târîkh (sejarah). Ia (Ibnu Katsîr) lahir di Bashrah pada tahun 700 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Ibnu Katsîr) wafat di Bashrah pada tahun 774 Hijriyah, dan dikubur di Damsyiq (Damaskus).

[8] Al-Hâfizh Ibnu Katsîr. Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad as-Salâmah. Ar-Riyadh: Dâr Thayyibah. Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 326.

[9] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Ishâq bin Yasâr. Ia (Ibnu Ishâq) merupakan seorang Tâbi’în junior. Ia (Ibnu Ishâq) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-‘Ijlî. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Mathlabî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Ibnu Ishâq) wafat di Baghdâd pada tahun 150 Hijriyah.

[10] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Abî Muhammad Maulâ Zaid bin Tsâbit. Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan. Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Ibnu Hibbân dan al-Hâfizh adz-Dzahabî.

[11] Nama lengkapnya yaitu: ‘Ikrimah Maulâ ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. Ia (‘Ikrimah) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (‘Ikrimah) adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Barbarî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (‘Ikrimah) wafat pada tahun 104 Hijriyah.

[12] Nama lengkapnya yaitu: Sa’îd bin Jubair bin Hisyâm. Ia (Sa’îd bin Jubair) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Sa’îd bin Jubair) adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhamad. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Sa’îd bin Jubair) wafat di ‘Irâq pada tahun 94 Hijriyah.

[13] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim. Ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) merupakan seorang Sahabat dan juga seorang pakar Tafsîr, serta ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) telah meriwayatkan 1.660 Hadîts. Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî al-Hâsyimî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs. Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rawadz. Ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.

[14] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[15] Hadis Shahîh ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama, baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada kecacatan (‘illat).

[16] Tsiqqât adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.

[17] Al-Hâfizh adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal 100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în, ‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî, al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî, dan sebagainya.

[18] Sanad adalah: Mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan ke matan (redaksi/isi) hadis.

[19] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî Abû Ja’far ath-Thabarî. Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ at-Tafsîr dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari Sittân pada tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ibnu Jarîr) wafat di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.

[20] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr Jalâluddîn as-Suyûthî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Jalâluddîn as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Serta ia (as-Suyûthî) juga seorang pakar Tafsîr, Hadîs, Lughah (Bahasa), Adab (Sastra), Fiqh (Fikîh), Târîkh (Sejarah) dan sebagainya. Nasab (keturunan) nya yaitu: as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) lahir di Qâhirah pada tahun 849 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî) wafat di Qâhirah pada tahun 911 Hijriyah.

[21] Atsar adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan perbuatan.

[22] Hadis Mawqûf yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.

[23] Marfu’ maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.

[24] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[25] Hadis Shahîh ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama, baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada kecacatan (‘illat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar