Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2),
Ayat: 97-101
Al-Hilyah al-Ûlâ (Imâm Abû Nu’aim Ahmad bin ‘Abdullâh bin Ahmad bin Ishâq).
قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا
لِّجِبْرِيْلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللهِ مُصَدِّقًا لِّمَا
بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَّبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِيْنَ (٩٧)
مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ
وَمَلاَئِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيْلَ وَمِيْكَالَ فَإِنَّ اللهَ عَدُوٌّ لِّلْكَافِرِيْنَ
(٩٨)
وَلَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ
آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَّمَا يَكْفُرُ بِهَا إِلاَّ الْفَاسِقُوْنَ (٩٩)
أَوَكُلَّمَا عَاهَدُوْا
عَهْدًا نَّبَذَهُ فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لاَ يُؤْمِنُوْنَ (١٠٠)
وَلَمَّا جَاءَهُمْ رَسُوْلٌ
مِّنْ عِنْدِ اللهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيْقٌ مِّنَ الَّذِيْنَ أُوْتُوْا
الْكِتَابَ كِتَابَ اللهِ وَرَاءَ ظُهُوْرِهِمْ كَأَنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ
(١٠١)
97.
Katakanlah (wahai Muhammad SAW): "Barangsiapa yang menjadi musuh Jibrîl, maka Jibrîl itu telah menurunkannya (menurunkan al-Qurân) ke dalam hatimu dengan izin Allah; membenarkan apa
(Kitâb-kitâb) sebelumnya[1], dan menjadi petunjuk
serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.
98. Barang siapa yang menjadi musuh Allah, Malaikat-malaikat-Nya,
Rasûl-rasûl-Nya, Jibrîl dan Mikail; maka sesungguhnya Allah adalah musuh
orang-orang Kâfir.
99. Dan sesungguhnya Kami (Allah) telah menurunkan
kepadamu Ayat-ayat yang jelas[2]; dan tak ada yang
ingkar kepadanya (kepada Ayat-ayat yang jelas) melainkan orang-orang yang Fâsiq.
100. Patutkah (mereka ingkar kepada Ayat-ayat Allah),
dan setiap kali mereka (orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi) mengikat janji, segolongan mereka (segolongan orang-orang
Fâsiq kaum Yahûdi) melemparkannya?[3]. Bahkan sebagian
besar dari mereka (dari orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi) tidak beriman.
101. Dan setelah datang kepada mereka[4] seorang Rasûl[5] dari sisi Allah yang
membenarkan apa (Kitâb) [6] yang ada pada mereka;
sebagian dari orang-orang yang diberi Kitâb (Taurât) melemparkan Kitâb Allah[7] ke belakang
(punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah Kitâb Allah).
Al-Imâm al-Hâfizh[8] Ahmad bin
Hanbal[9] meriwayatkan
dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn
Hanbalnya (No. Hadis: 2384 atau 1/278):
حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ
الْقَاسِمِ, قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيْدِ, قَالَ: حَدَّثَنَا شَهْرٌ, قَالَ:
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: حَضَرَتْ عِصَابَةٌ مِّنَ الْيَهُوْدِ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا, فَقَالُوْا: يَا أَبَا الْقَاسِمِ, حَدِّثْنَا
عَنْ خِلَالٍ نَسْأَلُكَ عَنْهُنَّ لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا نَبِيٌّ؟. قَالَ: سَلُوْنِيْ
عَمَّا شِئْتُمْ, وَلَكِنِ اجْعَلُوْا لِيْ ذِمَّةَ اللهِ, وَمَا أَخَذَ يَعْقُوْبُ
عَلَيْهِ السَّلَامُ عَلَى بَنِيْهِ لَئِنْ حَدَّثْتُكُمْ شَيْئًا فَعَرَفْتُمُوْهُ
لَتُتَابِعُنِّيْ عَلَى الْإِسْلَامِ. قَالُوْا: فَذَالِكَ لَكَ. قَالَ: فَسَلُوْنِيْ
عَمَّا شِئْتُمْ. قَالُوْا: أَخْبِرْنَا عَنْ أَرْبَعِ خِلَالٍ نَسْأَلُكَ عَنْهُنَّ,
أَخْبِرْنَا أَيُّ الطَّعَامِ حَرَّمَ إِسْرَائِيْلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ
تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ, وَأَخْبِرْنَا كَيْفَ مآءُ الْمَرْأَةِ وَمآءُ الرَّجُلِ,
كَيْفَ يَكُوْنُ الذَّكَرُ مِنْهُ, وَأَخْبِرْنَا كَيْفَ هَذَا النَّبِيُّ الْأُمِّيُّ
فِيْ النَّوْمِ, وَمَنْ وَلِيُّهُ مِنَ الْمَلَائِكَةِ؟. قَالَ: فَعَلَيْكُمْ عَهْدُ
اللهِ وَمِيْثَاقُهُ, لَئِنْ أَنَا أَخْبَرْتُكُمْ لَتُتَابِعُنِّيْ. قَالَ: فَأَعْطَوْهُ
مَا شآءَ مِنْ عَهْدٍ وَمِيْثَاقٍ. قَالَ: فَأَنْشُدُكُمْ بِالَّذِيْ أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ
عَلَى مُوْسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, هَلْ تَعْلَمُوْنَ أَنَّ إِسْرَائِيْلَ
يَعْقُوْبَ عَلَيْهِ السَّلَامُ مَرِضَ مَرَضًا شَدِيْدًا وَطَالَ سَقَمُهُ, فَنَذَرَ
لِلَّهِ نَذْرًا لَئِنْ شَفَاهُ اللهُ تَعَالَى مِنْ سَقَمِهِ لَيُحَرِّمَنَّ أَحَبَّ
الشَّرَابِ إِلَيْهِ وَأَحَبَّ الطَّعَامِ إِلَيْهِ؟. وَكَانَ أَحَبَّ الطَّعَامِ إِلَيْهِ
لُحْمَانُ الْإِبِلِ, وَأَحَبَّ الشَّرَابِ إِلَيْهِ أَلْبَانُهَا. قَالُوْا: اللَّهُمَّ
نَعَمْ. قَالَ: اللَّهُمَّ اشْهَدْ عَلَيْهِمْ, فَأَنْشُدُكُمْ بِاللَّهِ الَّذِيْ
لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الَّذِيْ أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوْسَى, هَلْ تَعْلَمُوْنَ
أَنَّ مآءَ الرَّجُلِ أَبْيَضُ غَلِيْظٌ, وَأَنَّ مآءَ الْمَرْأَةِ أَصْفَرُ رَقِيْقٌ,
فَأَيُّهُمَا عَلَا كَانَ لَهُ الْوَلَدُ وَالشَّبَهُ بِإِذْنِ اللَّهِ؟. إِنْ عَلَا
مآءُ الرَّجُلِ عَلَى مآءِ الْمَرْأَةِ كَانَ ذَكَرًا بِإِذْنِ اللَّهِ, وَإِنْ عَلَا
مَاءُ الْمَرْأَةِ عَلَى مَاءِ الرَّجُلِ كَانَ أُنْثَى بِإِذْنِ اللَّهِ. قَالُوْا:
اللَّهُمَّ نَعَمْ. قَالَ: اللَّهُمَّ اشْهَدْ عَلَيْهِمْ, فَأَنْشُدُكُمْ بِالَّذِيْ
أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوْسَى, هَلْ تَعْلَمُوْنَ أَنَّ هَذَا النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ
تَنَامُ عَيْنَاهُ وَلَا يَنَامُ قَلْبُهُ؟. قَالُوْا: اللَّهُمَّ نَعَمْ. قَالَ: اللَّهُمَّ
اشْهَدْ. قَالُوْا: وَأَنْتَ الْآنَ, فَحَدِّثْنَا مَنْ وَلِيُّكَ مِنَ الْمَلَائِكَةِ,
فَعِنْدَهَا نُجَامِعُكَ أَوْ نُفَارِقُكَ؟. قَالَ: فَإِنَّ وَلِيِّيَ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ
السَّلَامُ, وَلَمْ يَبْعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا قَطُّ إِلَّا وَهُوَ وَلِيُّهُ. قَالُوْا:
فَعِنْدَهَا نُفَارِقُكَ لَوْ كَانَ وَلِيُّكَ سِوَاهُ مِنَ الْمَلَائِكَةِ لَتَابَعْنَاكَ
وَصَدَّقْنَاكَ. قَالَ: فَمَا يَمْنَعُكُمْ مِنْ أَنْ تُصَدِّقُوْهُ؟. قَالُوْا: إِنَّهُ
عَدُوُّنَا. قَالَ: فَعِنْدَ ذَالِكَ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: (قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِّجِبْرِيْلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ
عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللهِ........), إِلَى قَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ: (........كِتَابَ اللهِ وَرَاءَ ظُهُوْرِهِمْ كَأَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ).
فَعِنْدَ ذَالِكَ بَاءُوْا بِغَضَبٍ عَلَى غَضَبٍ.
“Hâsyim bin al-Qâsim[10] telah bercerita kepada kami (kepada Ahmad bin Hanbal), dia (Hâsyim bin
al-Qâsim) berkata: “‘Abdul Hamîd[11] telah bercerita kepada kami (kepada Hâsyim bin al-Qâsim), dia (‘Abdul
Hamîd) berkata: “Syahr bin Hausyab[12] telah bercerita kepada kami (kepada ‘Abdul Hamîd), dia (Syahr bin Hausyab)
berkata: “‘Abdullâh bin ‘Abbâs[13] berkata: “Suatu hari serombongan orang-orang Yahûdi menemui Nabi SAW; mereka
(serombongan orang-orang Yahûdi) berkata: “Wahai Abu al-Qâsim (Muhammad SAW),
ceritakan kepada kami (kepada serombongan orang-orang Yahûdi) tentang hal-hal
yang akan kami (serombongan orang-orang Yahûdi) tanyakan kepadamu (kepada Nabi
SAW.) yang tak ada satu pun yang mengetahuinya kecuali seorang Nabi?”. Beliau
SAW. berkata: “Bertanyalah sekehendak kalian (wahai orang-orang Yahûdi); akan
tetapi berikan aku (Nabi SAW.) jaminan Allah dan apa yang telah diambil oleh (Nabi)
Ya’qûb terhadap anak-anaknya (terhadap keturunannya). Sungguh seandainya aku (Nabi
SAW.) menceritakan sesuatu dan kalian (serombongan orang-orang Yahûdi) sudah
mengetahuinya (sudah mengetahui apa yang diceritakan oleh Nabi SAW), kalian (serombongan
orang-orang Yahûdi) sungguh akan mengikuti aku (maksudnya: mau memeluk agama
Islam)?”. Mereka (serombongan orang-orang Yahûdi) berkata: “Itu adalah hakmu
(wahai Nabi SAW)!”. Beliau SAW. berkata: “Bertanyalah sekehendak kalian (wahai orang-orang
Yahûdi)!”. Mereka (serombongan orang-orang Yahûdi) berkata: “Terangkan kepada
kami (kepada serombongan orang-orang Yahûdi) empat hal yang akan kami (serombongan
orang-orang Yahûdi) tanyakan kepadamu (kepada Nabi SAW). Terangkan makanan apa
yang diharamkan oleh Isrâ-îl (maksudnya: Nabi Ya’qûb) atas dirinya (atas diri
Nabi Ya’qûb sendiri) sebelum turunnya Taurât?. Bagaimana air mani (sperma dan
ovum) laki-laki dan perempuan?. Bagaimana terjadinya laki-laki dan perempuan?.
Terangkan pula bagaimana keadaan Nabi yang ummi (tidak bisa baca-tulis) ini
dalam tidurnya; dan siapa Walinya dari kalangan Malaikat?”. Beliau SAW. berkata:
“Anda (serombongan orang-orang Yahûdi) wajib menepati janji dan kesepakatan
Allah seandainya saya (Nabi SAW.) terangkan kepada kalian maka kalian (serombongan
orang-orang Yahûdi) akan mengikutiku (mengikuti ajaran agama Islam)?”.
‘Abdullâh bin ‘Abbâs berkata: “Kemudian mereka (serombongan orang-orang Yahûdi)
pun menyetujui kesepakatan dan janji yang Beliau SAW. kehendaki”. Beliau SAW. berkata:
“Aku (Nabi SAW.) sumpahi kalian (serombongan orang-orang Yahûdi) demi (Allah)
yang telah menurunkan Taurât kepada (Nabi) Mûsâ. Bukankah kalian (serombongan
orang-orang Yahûdi) mengetahui bahwa Isrâ-îl (Nabi) Ya’qûb menderita sakit yang
lama, lalu dia (Nabi Ya’qûb) bernadzar karena Allah, kalau Allah menyembuhkan penyakit
(Nabi Ya’qûb), tentu dia (Nabi Ya’qûb) akan mengharamkan makanan dan minuman
yang ia (Nabi Ya’qûb) sukai. Dan makanan yang paling dia (Nabi Ya’qûb) sukai
adalah daging Unta; sedangkan minuman yang paling ia (Nabi Ya’qûb) sukai adalah
susu Unta”. Mereka (serombongan orang-orang Yahûdi) berkata: “Iya, benar”.
Beliau SAW. berkata: “Ya Allah, saksikanlah persaksian mereka (persaksian serombongan
orang-orang Yahûdi)!. Saya (Nabi SAW.) sumpahi kalian (serombongan orang-orang
Yahûdi) demi Allah yang tidak ada sesembahan yang haq selain Dia (Allah) yang
telah menurunkan Taurât kepada (Nabi) Mûsâ. Bukankah kalian (serombongan
orang-orang Yahûdi) mengetahui bahwa mani (sperma) laki-laki itu putih kental; sedangkan
ovum perempuan itu kuning dan tipis/encer; maka manapun yang naik (yang
mendominasi) maka baginyalah anak dan rupa dengan izin Allah. Jika mani (sperma)
laki-laki di atas (dominan dari) ovum perempuan maka jadilah (anak) lelaki
dengan izin Allah. Jika ovum perempuan yang naik (dominan) lebih dahulu dari
mani (sperma) laki-laki maka jadilah (anak) perempuan dengan izin Allah”.
Mereka berkata (serombongan orang-orang Yahûdi): “Iya, benar”. Kata beliau SAW.
pula: “Ya Allah, saksikanlah persaksian mereka (persaksian serombongan
orang-orang Yahûdi)!. Saya (Nabi SAW.) sumpahi kalian (serombongan orang-orang
Yahûdi) demi Allah yang tidak ada yang haq untuk disembah selain Dia (Allah)
yang telah menurunkan Taurât kepada (Nabi) Mûsâ. Bukankah kalian (serombongan
orang-orang Yahûdi) mengetahui bahwa Nabi yang ummi (tidak bisa baca-tulis) ini
matanya tertidur, akan tetapi hatinya tidak tidur”. Mereka berkata (serombongan
orang-orang Yahûdi): “Iya, benar”. Kata beliau SAW. pula: “Ya Allah,
saksikanlah persaksian mereka (persaksian serombongan orang-orang Yahûdi)!”. Mereka
(serombongan orang-orang Yahûdi) berkata: “Dan sekarang terangkan kepada kami (kepada
serombongan orang-orang Yahûdi) siapa Walimu (siapa Wali Nabi SAW.) dari
kalangan Malaikat?; di sinilah keputusannya, apakah kami (serombongan
orang-orang Yahûdi) bergabung denganmu atau meninggalkanmu (meninggalkan ajakan
Nabi SAW. untuk memeluk agama Islam)!”. Kata Beliau SAW: “Sesungguhnya Waliku (Wali
Nabi SAW.) adalah (Malaikat) Jibrîl. Dan tidak ada seorangpun Nabi yang diutus
oleh Allah melainkan dia (Malaikat Jibrîl) lah Walinya”. Mereka (serombongan
orang-orang Yahûdi) berkata: “Karena hal inilah kami (serombongan orang-orang
Yahûdi) meninggalkanmu (meninggalkan ajakan Nabi SAW. untuk memeluk agama Islam).
Seandainya kamu (Nabi SAW.) katakan Walimu selain dia (selain Malaikat Jibrîl),
tentulah kami (serombongan orang-orang Yahûdi) mengikuti (mengikuti ajakan Nabi
SAW. untuk memeluk agama Islam) dan membenarkanmu (membenarkan kenabian dan
kerasulan Muhammad SAW. serta membenarkan ajaran agama Islam)”. Beliau SAW. bertanya:
“Apa yang menghalangi kalian (serombongan orang-orang Yahûdi) membenarkannya
(membenarkan Malaikat Jibrîl sebagai Wali Allah bagi setiap Nabi)?”. Mereka
(serombongan orang-orang Yahûdi) berkata: “Sesungguhnya dia (Malaikat Jibrîl) adalah
musuh kami (musuh kaum Yahûdi)”. ‘Abdullâh bin ‘Abbâs berkata: “Ketika itulah
Allah SWT. berfirman (maksudnya: ketika saat serombongan orang-orang Yahûdi
tidak membenarkan Malaikat Jibrîl sebagai Wali Allah bagi setiap Nabi, maka
Allah SWT. menurunkan Surat al-Baqarah, Ayat: 97-101):
قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا
لِّجِبْرِيْلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللهِ مُصَدِّقًا لِّمَا
بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَّبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِيْنَ (٩٧)
مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ
وَمَلاَئِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيْلَ وَمِيْكَالَ فَإِنَّ اللهَ عَدُوٌّ لِّلْكَافِرِيْنَ
(٩٨)
وَلَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ
آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَّمَا يَكْفُرُ بِهَا إِلاَّ الْفَاسِقُوْنَ (٩٩)
أَوَكُلَّمَا عَاهَدُوْا
عَهْدًا نَّبَذَهُ فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لاَ يُؤْمِنُوْنَ (١٠٠)
وَلَمَّا جَاءَهُمْ رَسُوْلٌ
مِّنْ عِنْدِ اللهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيْقٌ مِّنَ الَّذِيْنَ أُوْتُوْا
الْكِتَابَ كِتَابَ اللهِ وَرَاءَ ظُهُوْرِهِمْ كَأَنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ
(١٠١)
97.
Katakanlah (wahai Muhammad SAW): "Barangsiapa yang menjadi musuh Jibrîl, maka Jibrîl itu telah menurunkannya (menurunkan al-Qurân) ke dalam hatimu (ke dalam hati Nabi SAW) dengan
izin Allah; membenarkan apa (Kitâb-kitâb) sebelumnya, dan menjadi petunjuk serta berita
gembira bagi orang-orang yang beriman.
98. Barangsiapa yang menjadi musuh Allah,
Malaikat-malaikat-Nya, Rasûl-rasûl-Nya, Jibrîl dan Mikail; maka sesungguhnya Allah adalah musuh
orang-orang Kâfir.
99. Dan sesungguhnya Kami (Allah) telah menurunkan
kepadamu (wahai Nabi Muhammad) Ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar
kepadanya (kepada Ayat-ayat yang jelas) melainkan orang-orang yang Fâsiq.
100. Patutkah (mereka ingkar kepada Ayat-ayat Allah),
dan setiap kali mereka (orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi) mengikat janji, segolongan mereka (segolongan orang-orang
Fâsiq kaum Yahûdi) melemparkannya?. Bahkan sebagian besar dari mereka
(dari orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi) tidak beriman.
101. Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasûl dari sisi Allah yang membenarkan apa (Kitâb) yang ada pada mereka;
sebagian dari orang-orang yang diberi Kitâb (Taurât) melemparkan Kitâb Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka
tidak mengetahui (bahwa itu adalah Kitâb Allah)”.
“(‘Abdullâh bin ‘Abbâs
melanjutkan perkataannya): “Saat itulah mereka (serombongan orang-orang Yahûdi)
mendapat murka (Allah) sesudah (mendapatkan) kemurkaan (maksudnya: serombongan
orang-orang Yahûdi kembali mendapat murka Allah setelah sebelumnya Allah juga
memurkai serombongan orang-orang Yahûdi tersebut)”.
Imâm Ahmad bin Hanbal[17] juga meriwayatkan melalui
jalur (sanad[18]) lain sebagaimana
Hadis di atas dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (No. Hadis: 2471 atau 1/273. Dan No. Hadis: 2472 atau 1/274).
Al-Hâfizh at-Tirmidzî[19]
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (No. Hadis: 3117),
dan kata al-Hâfizh at-Tirmidzî: “Hadis yang ia (at-Tirmidzî)
riwayatkan berkualitas hasan gharîb”.
Al-Hâfizh an-Nasâ-î[20] juga
meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Sunan an-Nasâ-î al-Kubrânya
(No. Hadis: 9072).
Al-Hâfizh ath-Thayâlisî[21] juga
meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Musnad Abû Dâwud ath-Thayâlisînya
(No. Hadis: 2854 atau 2/11).
Al-Hâfizh Muhammad
bin Sa’d[22] juga meriwayatkan
sebagaimana Hadis di atas dalam ath-Thabaqât al-Kubrânya (1/116 dan 1/174).
Al-Hâfizh ath-Thabrânî[23]
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Mu’jam al-Kabîrnya
(No. Hadis: 13012).
Al-Hâfizh al-Bayhaqî
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam ad-Dalâ-ilnya (6/266
dan 6/267), melalui jalur sanad ‘Abdul Hamîd bin Bahrâm.
Al-Hâfizh[24] Ibnu Abî
Hâtim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya
(3/704 atau No. Hadis: 3816).
Abû Nu’aim
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Hilyah al-Ûlânya (4/305).
Ibnu Hisyâm
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam as-Sîrah an-Nabawiŷah li
Ibn Hisyâmnya (1/543) atau halaman: 222.
‘Abdullâh
bin Ahmad juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Zawâ-id
al-Musnadnya (No. Hadis: 2515 atau 1/278).
Imâm Ibnu
Jarîr[25]
juga meriwayatkan melalui berbagai jalur (sanad) dalam Jâmi’ al-Bayân
‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (Juz. 2, halaman: 283-293)[26],
yaitu: melalui jalur sanad Abû Kuraib; juga melalui jalur sanad
Muhammad bin Humaid bin Haŷân; juga melalui jalur sanad al-Qâsim bin Zakariŷâ
bin Dînâr; juga melalui jalur sanad Muhammad bin al-Mutsannâ; juga
melalui jalur sanad Bisyr bin Mu’âdz; juga melalui jalur sanad al-Hasan
bin Yahyâ; serta melalui jalur sanad Ya’qûb bin Ibrâhîm.
Al-Hâfizh Ibnu Katsîr[27] juga
mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya
(1/186), dengan menisbahkan kepada ‘Abd bin Humaid dalam Tafsîr ‘Abd Ibn
Humaidnya.
PENJELASAN
(dari Imâm Ibnu Jarîr[28]):
Imâm Ibnu
Jarîr berkata dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (Juz. 2,
halaman: 283)[29]: “Ahli ‘Ilmu telah
berijmâ’ bahwa: “(Surat al-Baqarah, Ayat: 97-101) turun sebagai jawaban bagi
orang-orang Yahûdi dari kalangan Banî Isrâ-îl, ketika mereka (orang-orang
Yahûdi dari kalangan Banî Isrâ-îl) menganggap (Malaikat) Jibrîl sebagai musuh
mereka (sebagai musuh orang-orang Yahûdi dari kalangan Banî Isrâ-îl). Dan
mereka (orang-orang Yahûdi dari kalangan Banî Isrâ-îl) menganggap (Malaikat)
Mikail sebagai Wali mereka (Wali orang-orang Yahûdi dari kalangan Banî Isrâ-îl).................”.
PENJELASAN
(kedudukan hadis di atas):
Atsar[30] ‘Abdullâh bin
‘Abbâs di
atas digolongkan Mawqûf li hukmi
Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[31]
yang dihukumi Marfu’[32].
Karena para Muhadditsîn[33]
telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan
salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab
turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana
penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang
dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah
(pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).
KESIMPULAN
Hadis di atas
berkualitas shahîh[34],
dan dikuatkan ke-râjih-annya dengan Hadis-hadis melalui jalur (sanad)
lain sebagaimana yang telah saya kemukakan di atas; sehingga kokoh dan kuatlah
Hadis di atas, dan dapat dijadikan hujjah (pedoman/landasan) dalam Syara’
(Islam).
BIBLIOGRAFI
Al-Hilyah al-Ûlâ (Imâm Abû Nu’aim Ahmad bin ‘Abdullâh bin Ahmad bin Ishâq).
Al-Jâmi’
ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzî (al-Hâfizh
at-Tirmidzî/al-Imâm al-Hâfizh
Muhammad bin Îsâ bin Saurah bin Mûsâ bin adh-Dhahâk).
Al-Mu’jam
al-Kabîr (al-Hâfizh ath-Thabrânî/Sulaimân bin Ahmad bin Aŷûb bin Muthîr).
As-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâm (Imâm Ibnu Hisyâm).
Ath-Thabaqât
al-Kubrâ (al-Hâfizh Ibnu Sa’d/Muhammad bin Sa’d bin Manî’).
Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/al-Imâm
al-‘Âlim Muhammad bin
Jarîr bin
Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).
Musnad Abû
Dâwud ath-Thayâlisî (al-Hâfizh ath-Thayâlisî/Sulaimân bin Dâwud).
Sunan an-Nasâ-î
al-Kubrâ (al-Hâfizh
an-Nasâ-î/ al-Qâdhî al-Imâm al-Hâfizh Ahmad bin
Syu’aib
bin ‘Alî bin Sunân bin Bahr).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (al-Hâfizh Ibnu Katsîr/Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr).
Tafsîr
Ibn Abî Hâtim (al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim
ar-Râzî/ al-Imâm al-Hâfizh Abû Muhammad
‘Abdurrahmân
bin Abî Hâtim ar-Râzî).
Zawâ-id al-Musnad (‘Abdullâh bin Ahmad).
[1] “Kitâb-kitâb Sebelumnya”, maksudnya: Kitâb-kitâb yang telah diturunkan
(diwahyukan) terlebih dahulu sebelum diturunkannya (diwahyukannya) al-Qurân, mereka
yaitu: Kitâb Taurât, Kitâb Zabûr dan Kitâb Injîl.
[2] Di dalam “Jâmi’
al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî”,
karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 304): Imâm Ibnu Jarîr menafsirkan kata “AYAT-AYAT YANG JELAS” dengan: “Tanda-tanda (bukti-bukti) kenabian Muhammad SAW. yang terdapat (termaktub) di
dalam Kitâb-kitâb Allah (yaitu: di dalam al-Qurân, Taurât, Zabûr dan Injîl)”.
[3] Kata “Melemparkannya”, maksudnya yaitu: Orang-orang Fâsiq kaum Yahûdi yang
telah bersumpah atas Nama Allah dan Nabi Muhammad SAW. tidak mengakui sumpah
mereka sendiri; oleh karena itu maka pantaslah mereka disebut orang-orang yang
Fâsiq.
[4] Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin
‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2,
halaman: 311): Imâm Ibnu Jarîr menafsirkan kata “MEREKA” dengan: “Pendeta-pendeta
maupun tokoh-tokoh (kaum) Banî Isrâ-îl”.
[5] Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin
‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2,
halaman: 311): as-Suddŷ dan Imâm Ibnu Jarîr menafsirkan kata “RASÛL” dengan: “Rasûl
Muhammad SAW”.
[6] Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin
‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2,
halaman: 311): Imâm Ibnu Jarîr menafsirkan kata “KITAB” dengan: “Kitâb
Taurât”.
[7] Di dalam “Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân, Tahqîq ‘Abdullâh bin
‘Abdul Muhsin at-Tirkî”, karya Imâm Ibnu Jarîr (Cetakan Pertama, Juz. 2,
halaman: 311): Imâm Ibnu Jarîr menafsirkan kata “KITÂB ALLAH” dengan: “Kitâb
Taurât”.
[8] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[9] Nama sebenarnya yaitu: Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin Asad.
Ia (Ahmad bin Hanbal) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Dan ia (Ahmad
bin Hanbal) juga merupakan seorang tsiqqah mutqan al-Imâm al-Hâfizh
(kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang
al-Imâm al-Hâfizh yang kuat dan kokoh). Ia (Ahmad bin Hanbal) juga seorang pakar hadîts (hadis) dan fiqh (fiqih).
Nasab (keturunan) nya yaitu: asy-Syaibânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab (gelar/titel) nya: Imâm Ahmad Ibn Hanbal. Ia (Ahmad bin Hanbal) lahir di Baghdâd pada tahun 164 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ahmad bin Hanbal) wafat di Baghdâd pada tahun 241 Hijriyah.
[10] Nama lengkapnya yaitu: Hâsyim bin al-Qâsim bin Muslim bin Miqsam. Ia (Hâsyim
bin al-Qâsim) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în
junior. Ia (Hâsyim bin al-Qâsim) adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel
ke-âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Laitsŷ al-Kharâsânî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Abû an-Nadhar. Laqab (gelar/titel) nya: Qîshar.
Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Hâsyim bin al-Qâsim) wafat di Baghdâd
pada tahun 207 Hijriyah.
[11] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdul Hamîd bin Bahrâm. Ia (‘Abdul Hamîd) tidak bertemu dengan Sahabat. Ia (‘Abdul Hamîd) adalah seorang yang tsiqqah (kredibel ke-âdl-an dan ke-dhabith-annya). Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Fazârŷ. Tempat tinggalnya di al-Madâ-in.
Ia (‘Abdul Hamîd) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya)
oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh ‘Alî bin al-Madînî,
dan al-‘Ijlî.
[12] Nama
lengkapnya yaitu: Syahr bin Hausyab. Ia (Syahr bin Hausyab) merupakan seorang Tâbi’în
pertengahan. Ia (Syahr bin Hausyab) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-âdil-an
dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh
Ya’qûb bin Sufyân, dan al-‘Ijlî. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asy’arî
al-Hamsyî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Sa’îd. Tempat
tinggalnya di Syâm. Ia (Syahr bin Hausyab) wafat pada tahun 100
Hijriyah.
[13] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim. Ia (Ibnu ‘Abbâs) merupakan seorang Sahabat dan juga seorang pakar tafsîr (tafsir), fiqh (fikih), lughah
(bahasa), Syi’ir (Sya’ir), farâidh (waris) dan hadîts
(hadis). Serta
ia (Ibnu ‘Abbâs) telah meriwayatkan 1.660 Hadîts.
Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî al-Hâsyimî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs. Laqab (gelar/titel) nya: Ibn ‘Abbâs, al-Hijr dan al-Bahr. Tempat tinggalnya di Marwa
ar-Rawadz. Ia (Ibnu ‘Abbâs) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.
[14] Muhadditsîn yaitu: Orang yang
hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh
dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar,
pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek
dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î,
Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud,
an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
[15] Hadis Shahîh ialah: Hadis yang bersambung (muttashil)
sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang
yang istiqamah dalam beragama, baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan
cacat muru’ah), sempurna ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz),
dan tidak ada kecacatan (‘illat).
[16] Tsiqqât
adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.
[17] Nama sebenarnya yaitu: Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin Asad.
Ia (Ahmad bin Hanbal) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Dan ia (Ahmad
bin Hanbal) juga merupakan seorang tsiqqah mutqan al-Imâm al-Hâfizh
(kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang
al-Imâm al-Hâfizh yang kuat dan kokoh). Ia (Ahmad bin Hanbal) juga seorang pakar hadîts (hadis) dan fiqh (fiqih).
Nasab (keturunan) nya yaitu: asy-Syaibânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab (gelar/titel) nya: Imâm Ahmad Ibn Hanbal. Ia (Ahmad bin Hanbal) lahir di Baghdâd pada tahun 164 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ahmad bin Hanbal) wafat di Baghdâd pada tahun 241 Hijriyah.
[18] Sanad
adalah: Mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan ke matan
(redaksi/isi) hadis.
[19] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Îsâ bin Saurah bin Mûsâ bin
adh-Dhahâk. Ia (at-Tirmidzî) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ junior.
Dan ia (at-Tirmidzî) juga merupakan seorang tsiqqah al-Imâm al-Hâfizh
(kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang
al-Imâm dan al-Hâfizh). Ia (at-Tirmidzî) juga seorang pakar hadîts (hadis) dan
fiqh (fiqih). Nasab (keturunan) nya yaitu: as-Sulamî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Abû Îsâ. Laqab (gelar/titel) nya: at-Tirmidzî.
Ia (at-Tirmidzî) lahir di Turmudzî pada tahun 209 atau 210 Hijriyah.
Tempat tinggalnya di Turmudzî. Ia (at-Tirmidzî) wafat pada tahun 279
Hijriyah di daerah Bugh, yaitu suatu daerah yang dekat dengan daerah Turmudzî.
[20] Nama sebenarnya yaitu: Ahmad bin Syu’aib bin ‘Alî bin Sunân bin Bahr. Ia (an-Nasâ-î)
merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ junior. Dan ia (an-Nasâ-î) juga
merupakan seorang al-Qâdhî al-Imâm al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an
dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Imâm al-Hâfizh dan
seorang Hakim). Ia (an-Nasâ-î) juga seorang pakar hadîts (hadis) dan
fiqh (fiqih). Nasab (keturunan) nya yaitu: an-Nasâ-î
an-Nasawy. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdurrahmân. Laqab
(gelar/titel) nya: an-Nasâ-î. Ia (an-Nasâ-î) lahir di Nasâ (wilayah
Khurrâsân) pada tahun 215 Hijriyah. Ia (an-Nasâ-î) wafat di Ramalah
(wilayah Palestina) pada tahun 303 Hijriyah; ia (an-Nasâ-î) dimakamkan di
Baitul Maqdis (Palestina).
[21] Nama lengkapnya yaitu: Sulaimân bin Dâwud. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Fârisî
ath-Thayâlisî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Dâwud. Laqab
(gelar/titel) nya: ath-Thayâlisî. Ia (ath-Thayâlisî) adalah seorang tsiqqah
mutqan al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang al-Hâfizh yang kokoh dan kuat). Ia (ath-Thayâlisî) juga
seorang pakar hadîts (hadis). Ia (ath-Thayâlisî) lahir di Bashrah
pada tahun 133 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (ath-Thayâlisî)
wafat di Bashrah pada tahun 204 Hijriyah.
[22] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Sa’d bin Manî’. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Hâtsimî al-Bashrî al-Baghdâdî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab
(gelar/titel) nya: Ibn Sa’d dan Kâtib al-Wâqidî. Ia (Ibnu Sa’d) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an
dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Ia (Ibnu Sa’d) juga seorang pakar fiqh (fikih) dan hadîts (hadis). Ia (Ibnu Sa’d) lahir di Bashrah pada tahun 168 Hijriyah. Ia
(Ibnu Sa’d) wafat pada tahun 230 Hijriyah.
[23] Nama lengkapnya yaitu: Sulaimân bin Ahmad bin Aŷûb bin Muthîr. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Lakhamî asy-Syâmî ath-Thabrânî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Abû al-Qâsim. Laqab (gelar/titel) nya:
ath-Thabrânî. Ia (ath-Thabrânî) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh
(kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh).
Ia (ath-Thabrânî) juga seorang pakar tafsîr (tafsir) dan hadîts (hadis). Ia (ath-Thabrânî) lahir di Thabariŷah (wilayah
Palestina) pada tahun 260 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Ishfahân. Ia (ath-Thabrânî) wafat di
Ishfahân pada tahun 360 Hijriyah.
[24] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[25] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî.
Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim (kredibel ke-âdil-an
dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim). Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû
Ja’far ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ at-Tafsîr
dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari Sittân pada
tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ibnu Jarîr) wafat
di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.
[26] Imâm Ibnu
Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân;
Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar.
Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 283-293.
[27] Nama
lengkapnya yaitu: Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî
ad-Dimasyqî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-Fidâ’. Laqab (gelar/titel)
nya: Ibn Katsîr. Ia (Ibnu Katsîr) adalah seorang tsiqqah mutqan al-Hâfizh
(kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh
yang kokoh dan kuat). Ia (Ibnu Katsîr) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts
(hadis) dan târîkh (sejarah). Ia (Ibnu Katsîr) lahir di Bashrah
pada tahun 700 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Ibnu Katsîr)
wafat di Bashrah pada tahun 774 Hijriyah, dan dikubur di Damsyiq
(Damaskus).
[28] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî.
Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim (kredibel ke-âdil-an
dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim). Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû
Ja’far ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ at-Tafsîr
dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari Sittân pada
tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ibnu Jarîr) wafat
di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.
[29] Imâm Ibnu
Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân;
Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar.
Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 283.
[30] Atsar
adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa
perkataan dan perbuatan.
[31] Hadis Mawqûf
yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[32] Marfu’
maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.
[33] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh
dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari
sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya.
Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin
Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
[34] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar