Selasa, 22 November 2011

Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 49

Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 49
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنْفُسَهُمْ بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلا (٤٩)
49. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap (mengira) dirinya bersih[1]?. Akan tetapi Allah-lah yang membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.



Imâm Jalâluddîn as-Suyûthî mengeluarkan dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya (Juz. 5, 4/an-Nisâ’) dengan menisbahkan kepada Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya:
“Dikemukakan oleh Ibnu Abî Hâtim yang bersumber dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. ‘Abdullâh bin ‘Abbâs berkata: “Dahulu orang-orang Yahûdi mementingkan anak-anak kecilnya mengerjakan shalat, dan mementingkan kurban anak-anaknya, serta mereka (orang-orang Yahûdi) menyangka bahwa dengan jalan demikian[2] mereka (orang-orang Yahûdi) tidak memiliki sedikitpun kesalahan, dan tidak memiliki sedikitpun dosa. Maka Allah SWT. menurunkan Ayat:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنْفُسَهُمْ بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلا (٤٩)
49. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap (mengira) dirinya bersih?. Akan tetapi Allah-lah yang membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.

“Yang menerangkan teguran bagi orang yang menyangka dirinya terbebas dari kesalahan dan dosa dengan jalan seperti itu[3].

KETERANGAN:
Kata Imâm Jalâluddîn as-Suyûthî: “Hadis yang ia keluarkan di atas berkualitas hasan”.
Ibnu Jarîr juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ al-Bayâni fî at-Ta’wîl al-Qurâninya, yang bersumber dari ‘Ikrimah, Mujâhid, Abû Mâlik dan lain-lain; yang di-nukil (dikutip) oleh Imâm Jalâluddîn as-Suyûthî dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya (Juz. 5, 4/an-Nisâ’).



PENJELASAN:
Atsar[4] ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas digolongkan Mawqûf li hukmi Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[5] yang dihukumi Marfu’[6]. Karena para Muhadditsîn[7] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).





BIBLIOGRAFI

Jâmi’ al-Bayâni fî at-Ta’wîl al-Qurâni (Ibnu Jarîr/Abû Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).
Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûli (as-Suyûthî/Imâm Jalâluddîn as-Suyûthî).
Tafsîr Ibn Abî Hâtim (Ibnu Abî Hâtim).











[1] Yang dimaksud di sini ialah: Orang-orang Yahûdi dan Nasranî yang menganggap diri mereka bersih. Lihat Surat al-Baqarah, Ayat: 80 dan Ayat: 111, dan Surat al-Mâ-idah, Ayat: 18.
[2] Dengan jalan demikian, maksudnya: Melalui cara mementingkan anak-anak kecilnya mengerjakan shalat, dan mementingkan kurban anak-anaknya, orang-orang Yahûdi menganggap diri mereka bersih.
[3] Dengan jalan seperti itu, maksudnya: Melalui cara mementingkan anak-anak kecilnya mengerjakan shalat, dan mementingkan kurban anak-anaknya, orang-orang Yahûdi menganggap diri mereka bersih.
[4] Atsar adalah: sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan perbuatan.
[5] Hadis Mawqûf yaitu: sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[6] Marfu’ maksudnya: terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.
[7] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwûd, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar