Asbâbun
Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 47
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
آمِنُوا بِمَا نَزَّلْنَا مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَطْمِسَ وُجُوهًا
فَنَرُدَّهَا عَلَى أَدْبَارِهَا أَوْ نَلْعَنَهُمْ كَمَا لَعَنَّا أَصْحَابَ السَّبْتِ
وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولا (٤٧)
47. Hai orang-orang yang telah diberi al-Kitâb, berimanlah kamu
kepada apa yang telah Kami turunkan (yaitu al-Quran) yang membenarkan (Kitâb
Taurat) yang ada padamu sebelum Kami mengubah muka (mu), lalu Kami putarkan ke
belakang[1] atau
Kami kutuk mereka sebagaimana Kami telah mengutuk orang-orang (yang berbuat
maksiat) pada hari Sabtu[2]. Dan
ketetapan Allah pasti berlaku.
Imâm
Jalâluddîn as-Suyûthî mengeluarkan dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya
(Juz. 5, 4/an-Nisâ’) dengan menisbahkan kepada Ibnu Ishâq dalam Tafsîr Ibn
Ishâqnya:
“Dikemukakan
oleh Ibnu Ishâq yang bersumber dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. ‘Abdullâh bin ‘Abbâs
berkata: “Rasûlullâh SAW. berbicara dengan para pemimpin Pendeta Yâhudî, di
antara mereka ialah ‘Abdullâh bin Shuria dan Ka’b bin Usaid, lalu sabda beliau
SAW: “Wahai kaum Yâhudî, bertaqwalah kepada Allah dan masuklah Islam. Maka demi
Allah, sesungguhnya kalian (para pemimpin Pendeta Yâhudî) tentu mengetahui,
bahwa apa yang saya (Nabi SAW.) sampaikan kepada kalian (para pemimpin Pendeta
Yâhudî) adalah benar”. Maka berkatalah mereka (para pemimpin Pendeta Yâhudî): “Kami
(para pemimpin Pendeta Yâhudî) tidak mengetahui hal tersebut, wahai Muhammad!”.
Maka Allah SWT. menurunkan Ayat (Ayat: 47, Surat an-Nisâ’):
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
آمِنُوا بِمَا نَزَّلْنَا مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَطْمِسَ وُجُوهًا
فَنَرُدَّهَا عَلَى أَدْبَارِهَا أَوْ نَلْعَنَهُمْ كَمَا لَعَنَّا أَصْحَابَ السَّبْتِ
وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولا (٤٧)
47. Hai orang-orang yang telah diberi al-Kitâb, berimanlah kamu
kepada apa yang telah Kami turunkan (yaitu al-Quran) yang membenarkan (Kitâb
Taurat) yang ada padamu sebelum Kami mengubah muka (mu), lalu Kami putarkan ke
belakang atau Kami kutuk mereka sebagaimana Kami telah mengutuk orang-orang
(yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu. Dan ketetapan Allah pasti berlaku”.
KETERANGAN
dan PENJELASAN:
Kata Imâm
Jalâluddîn as-Suyûthî: “Hadis yang ia keluarkan di atas berkualitas hasan”.
Atsar[3]
‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas
digolongkan Mawqûf li hukmi Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[4] yang
dihukumi Marfu’[5].
Karena para Muhadditsîn[6]
telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan
salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab
turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu ayat”.
Sebagaimana
penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang
dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan)
dalam hukum Syara’ (Islam).
BIBLIOGRAFI
Lubâb
an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûli (as-Suyûthî/Imâm Jalâluddîn as-Suyûthî).
Tafsîr Ibn
Ishâq (Ibnu Ishâq/Muhammad bin Ishâq).
[1] Menurut kebanyakan mufassirîn,
maksudnya ialah: mengubah muka mereka lalu diputar kebelakang sebagai
penghinaan. Dan juga ada yang menafsirkan: “Sebelum Kami butakan mata hatimu
dari kebenaran”.
[2] Lihat Surat al-Baqarah, Ayat: 65
dan Surat al-A'râf, Ayat: 163.
[3] Atsar adalah: sesuatu
yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa
perkataan dan perbuatan.
[4] Hadis Mawqûf yaitu:
sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan dan
persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[5] Marfu’ maksudnya:
terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.
[6] Muhadditsîn yaitu: Orang
yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh
dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar,
pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek
dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm Syâfi’î, Imâm
Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwûd, an-Nasâ-î,
Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar