Asbâbun
Nuzûl
Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 88
فَمَا
لَكُمْ فِي الْمُنَافِقِينَ فِئَتَيْنِ وَاللَّهُ أَرْكَسَهُمْ بِمَا كَسَبُوا...............................
88. Maka mengapa kamu (terpecah)
menjadi dua golongan[1]
dalam (menghadapi) orang-orang Munafik, padahal Allah telah membalikkan[2]
mereka kepada kekafiran disebabkan usaha mereka sendiri ? ………………………………………………………………….
Imâm Bukhârî meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (8/359):
“Abû al-Walîd telah bercerita
kepada kami (Bukhârî), katanya (Abû al-Walîd): “Syu’bah bin al-Hajjâj telah
bercerita kepada kami (Abû al-Walîd) dari ‘Adî bin Tsâbit, katanya (‘Adî bin
Tsâbit): “Saya mendengar ‘Abdullâh bin Yazîd bercerita dari Zaid bin Tsâbit,
katanya (Zaid bin Tsâbit): “Ketika Rasûlullâh SAW. keluar menuju (bukit/gunung)
Uhud, kembalilah sebagian dari mereka (orang-orang Munafik yang enggan
berperang) yang sudah keluar bersama beliau SAW (menuju bukit/gunung Uhud). Akhirnya
para Sahabat Nabi SAW. terpecah menjadi dua kelompok, golongan (kelompok) yang
satu berkehendak memerangi golongan yang kembali[3] dan
golongan (kelompok) yang lain mengatakan: “Kita (kaum Muslim) tidak boleh
memerangi mereka[4]”.
Maka turunlah Firman Allah SWT:
فَمَا
لَكُمْ فِي الْمُنَافِقِينَ فِئَتَيْنِ وَاللَّهُ أَرْكَسَهُمْ بِمَا كَسَبُوا ............................
88. Maka mengapa kamu (terpecah)
menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang Munafik, padahal Allah
telah membalikkan mereka kepada kekafiran disebabkan usaha mereka sendiri ?
………………………………………………………………….
“Dan kata beliau SAW: “Sesungguhnya
(kota Madînah) ini thayyibah, dia (kota Madînah) akan menghabiskan dosa seperti
api menghabiskan karatan besi”.
KETERANGAN :
Imâm Bukhârî juga meriwayatkan sebagaimana
Hadis di atas dalam Tafsîr al-Kabîrnya
(9/325). Imâm Muslim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi ash-Shahîh li Muslimnya (17/123);
akan tetapi dalam riwayat Imâm Muslim tidak ada redaksi (matan) tambahan dari
Nabi SAW: “Sesungguhnya (Madinah) ini
thayyibah…………………………..…”. At-Tirmidzî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di
atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan
at-Tirmidzînya (4/89), dan kata at-Tirmidzî: Hadis yang ia (at-Tirmidzî) riwayatkan berkualitas hasan shahîh”.
Imâm Ahmad bin Hanbal juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (5/184,
5/187 dan 5/188). Ibnu Jarîr juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ al-Bayân fî at-Ta’wîl al-Qurânnya
(5/192). Ath-Thabrânî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Mu’jam al-Kabîrnya (5/129). Imâm
Jalâluddîn as-Suyûthî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya
(Juz. 5, 4/an-Nisâ’), dengan menisbahkan kepada Imâm Bukhârî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya
(8/359); Serta menisbahkan kepada Imâm Muslim dalam al-Jâmi ash-Shahîh li Muslimnya (17/123).
PENJELASAN:
Atsar[5] Zaid bin Tsâbit di atas
digolongkan Mawqûf li hukmi Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[6]
yang dihukumi Marfu’[7].
Karena para Muhadditsîn[8]
telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan
salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab
turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut,
maka Atsar Zaid bin Tsâbit di atas tergolong hadis Mawqûf yang
dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis Zaid bin
Tsâbit di
atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam hukum Syara’
(Islam).
BIBLIOGRAFI
Al-Jâmi’
ash-Shahîh li al-Bukhârî
(Imâm Bukhârî/Abû ‘Abdullâh Muhammad bin Ismâ’îl bin
Ibrâhîm bin al-Mughîrah bin Bardizbah al-Ju’fî al-Bukhârî).
Al-Jâmi’
ash-Shahîh li Muslim
(Imâm Muslim/al-Imâm Abî al-Husain Muslim bin al-Haĵâj
Ibnu Muslim al-Qusyairî an-Naisâbûrî).
Al-Jâmi’
ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzî (at-Tirmidzî/al-Imâm al-Hâfizh Abî ‘Îsâ Muhammad
bin ‘Îsâ bin Saurah at-Tirmidzî).
Al-Mu’jam
al-Kabîr (ath-Thabrânî/Sulaimân bin Ahmad ath-Thabrânî).
Jâmi’
al-Bayân fî at-Ta’wîl al-Qurân (Ibnu Jarîr/Abû Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).
Lubâb
an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl (as-Suyûthî/Imâm Jalâluddîn
as-Suyûthî).
Musnad
al-Imâm Ahmad Ibn Hanbal
(Imâm Ahmad bin Hanbal/Ahmad bin Hanbal Abû
‘Abdullâh asy-Syaibânî).
Tafsîr al-Kabîr (Imâm Bukhârî/Abû ‘Abdullâh
Muhammad bin Ismâ’îl bin Ibrâhîm bin
al-Mughîrah bin Bardizbah al-Ju’fî al-Bukhârî).
[1] Dua Golongan, maksudnya:
Golongan orang-orang Mukmin yang membela orang-orang Munafik, dan golongan
orang-orang Mukmin yang memusuhi orang-orang Munafik.
[2] Membalikkan, maksudnya:
Mengembalikan orang-orang Muslim yang kembali karena enggan berperang menjadi
orang-orang Munafik dan Kafir.
[3] Golongan Yang Kembali,
maksudnya: Orang-orang Munafik yang kembali karena enggan berperang.
[4] Ibid., hlm.1.
[5] Atsar adalah: Sesuatu
yang disandarkan kepada Sahabat
dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan perbuatan.
[6] Hadis Mawqûf yaitu: Sesuatu
yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan dan
persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[7] Marfu’ maksudnya: Terangkatnya
derajat hadis hingga ke Nabi SAW.
[8] Muhadditsîn yaitu: Orang
yang hafal matan-matan hadis,
mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal
para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis,
pendengar, pencari sanad-sanad
hadis, dan mengetahui sanad
yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm
Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû
Dâwûd, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar