Senin, 12 Desember 2011

Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 60-62


Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 60-62

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا (٦٠)
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا (٦١)
فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلا إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا (٦٢)
60. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?, mereka hendak berhakim[1] kepada Thaghut[2], padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut; dan Syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.
61. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang telah Allah turunkan dan kepada hukum Rasul"; niscaya kamu lihat orang-orang Munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat tenaga dari (mendekati) kamu[3].
62. Maka bagaimanakah hal nya apabila mereka (orang-orang Munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna[4]".




Ibnu Katsîr meriwayatkan dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya (1/519):
قَالَ الطَّبْرَانِي: حَدَّثَنَا أَبُوْ زَيْدٍ أَحْمَدُ بْنُ يَزِيْدِ الْحَوْطِيِّ, حَدَّثَنَا أَبُوْ الْيَمَانِ, حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عُمَرَ, عَنْ عِكْرِمَةَ, عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ. قَالَ: "كَانَ أَبُوْ بَرْزَةَ اْلأَسْلَمِي كَاهِنًا يَقْضِي بَيْنَ الْيَهُوْدِ فِيْمَا يَتَنَافَرُوْنَ فِيْهِ فَتَنَافَرَ إِلَيْهِ نَاسُ مِنَ المُسْلِمِيْنَ. فَأَنْزَلَ اللهُ: "أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا (٦٠)
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا (٦١)
فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلا إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا (٦٢)"
“Ath-Thabrânî mengatakan: “Abû Zaid Ahmad bin Yazîd al-Hauthy telah bercerita kepada kami (ath-Thabrânî), katanya (Abû Zaid Ahmad bin Yazîd al-Hauthy): “Abû al-Yamân telah bercerita kepada kami (Abû Zaid Ahmad bin Yazîd al-Hauthy), katanya (Abû al-Yamân): “Shafwân bin ‘Amr[5] telah bercerita kepada kami (Abû al-Yamân) dari ‘Ikrimah dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs, katanya (‘Abdullâh bin ‘Abbâs): “Dahulu Abû Barzah al-Aslamî adalah dukun yang memutuskan perkara yang diperselisihkan mereka (orang-orang Munâfiq). Maka datanglah kepadanya (kepada Abû Barzah al-Aslamî) serombongan kaum Muslimîn, maka Allah SWT. menurunkan:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا (٦٠)
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا (٦١)
فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلا إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا (٦٢)
60. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?, mereka hendak berhakim kepada Thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut; dan Syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.
61. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang telah Allah turunkan dan kepada hukum Rasul"; niscaya kamu lihat orang-orang Munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat tenaga dari (mendekati) kamu.
62. Maka bagaimanakah hal nya apabila mereka (orang-orang Munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna".


KETERANGAN:
Imâm Jalâluddîn as-Suyûthî juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya (Juz. 5, 4/an-Nisâ’), dengan menisbahkan kepada ath-Thabrânî dalam Mu’jam al-Kabîrnya; dan menisbahkan kepada Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya.
Kata al-Haitsamî dalam Majma’ al-Zawâid wa Manba’ al-Fawâidnya (7/6): “Diriwayatkan oleh ath-Thabrânî dan para rawinya adalah rawi Shahîh”.
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î mengatakan dalam ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûlnya (Surat an-Nisâ’, Ayat: 60-62): “Al-Wâhidî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Asbâb an-Nuzûl li al-Wâhidî-nya”.



PENJELASAN:
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î mengatakan dalam ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûlnya (Surat an-Nisâ’, Ayat: 60-62): “Guru (syaikh) ath-Thabrânî tidak saya temukan biografinya, akan tetapi dia (guru ath-Thabrânî) diikuti oleh Ibrâhîm bin Sa’îd al-Jauharî dalam riwayat Asbâb an-Nuzûl li al-Wâhidî”.
Atsar[6] ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas digolongkan Mawqûf li hukmi Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[7] yang dihukumi Marfu’[8]. Karena para Muhadditsîn[9] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).








BIBLIOGRAFI

Asbâb an-Nuzûl li al-Wâhidî (al-Wâhidî).
Ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûl (asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î).
Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûli (as-Suyûthî/Imâm Jalâluddîn as-Suyûthî).
Majma’ al-Zawâid wa Manba’ al-Fawâid (al-Haitsamî).
Mu’jam al-Kabîr (ath-Thabrânî/Sulaimân bin Ahmad ath-Thabrânî).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (Ibnu Katsîr/Abû al-Fidâ-u Ismâ’îlu bin ‘Amr bin Katsîr
al-Qurasyî ad-Dimasyqî).
Tafsîr Ibn Abî Hâtim (Ibnu Abî Hâtim).



















[1] Berhakim Kepada Thâghût, maksudnya: Meminta keputusan dan mengadu nasib kepada Thâghût.
[2] Thâghût yaitu: Orang-orang yang selalu memusuhi Nabi dan kaum Muslimin; dan ada yang mengatakan Abu Barzah seorang tukang tenung di masa Nabi. Thaghut juga bermakna: 1. orang yang menetapkan hukum secara curang menurut hawa nafsu. 2. berhala-berhala.
[3] Dari Mendekati Kamu, maksudnya: Agar/supaya manusia tidak mendekatimu.
[4] Penyelesaian Yang Baik Dan Perdamaian Yang Sempurna, maksudnya: Menghendaki kebaikan dan perdamaian.
[5] Dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm karya Ibnu Katsîr tertulis “Shafwân Ibnu ‘Umar” adalah salah. Dan yang benar adalah: “Shafwân bin ‘Amr”; sebagaimana dalam Tahdzîb at-Tahdzîb karya al-Hâfizh Ibnu Hajar al-‘Asqalanî dan dalam Sunan Abî Dâwûd karya Imâm Abû Dâwûd (2/344).
[6] Atsar adalah: sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan perbuatan.
[7] Hadis Mawqûf yaitu: sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[8] Marfu’ maksudnya: terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.
[9] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwûd, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar