Asbâbun Nuzûl
Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 65
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى
يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ
حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (٦٥)
65.
Maka demi Tuhanmu (Allah), mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu (Nabi SAW.) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan;
kemudian dalam hati mereka merasa tidak keberatan terhadap keputusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
Imâm Bukhârî
meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (5/431):
“Telah
bercerita kepada kami (Bukhârî) ‘Alî bin ‘Abdullâh, katanya (‘Alî bin ‘Abdullâh):
“Muhammad bin Ja’far telah bercerita kepada kami (‘Alî bin ‘Abdullâh), katanya
(Muhammad bin Ja’far): “Ma’mar telah mengabarkan kepada kami (Muhammad bin
Ja’far) dari Ibnu Syihâb az-Zuhrî (az-Zuhrî) dari ‘Urwah: “Bahwa ‘Abdullâh bin
az-Zubair bercerita kepadanya (kepada ‘Urwah): “Bahwa ada seorang Anshâr yang
berselisih dengannya (dengan ‘Abdullâh bin az-Zubair) mengenai Syuraij
(pengairan tanaman/kebun/ladang), lalu Nabi SAW. berkata: “Wahai ‘Abdullâh bin
az-Zubair, airilah (berilah air) tanamanmu, kemudian alirkan airnya ke
(tanaman/kebun/ladang) tetanggamu”. Orang Anshâr itu pun berkata: “Wahai Nabi
SAW, karena dia (‘Abdullâh bin az-Zubair) anak bibimu”; seketika itu berubahlah
raut (warna) muka beliau SAW (karena orang Anshâr itu tidak menerima keputusan
Nabi SAW); dan beliau SAW. pun berkata: “Wahai ‘Abdullâh bin az-Zubair, airilah
(berilah air) tanamanmu secukupnya, kemudian alirkan airnya ke
(tanaman/kebun/ladang)”. Nabi SAW. memperhatikan ‘Abdullâh bin az-Zubair dalam
ketetapan hukum yang tegas ketika orang Anshâr itu membuat beliau marah, padahal
beliau SAW. mengisyaratkan dengan memerintahkan keduanya hal-hal yang sifatnya
longgar[1]. ‘Abdullâh
bin az-Zubair berkata: “Saya (‘Abdullâh bin az-Zubair) tidak menyangka
(mengira) kalau Ayat (Ayat: 65, Surat an-Nisâ’):
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى
يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ
حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (٦٥)
65.
Maka demi Tuhanmu (Allah), mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu (Nabi SAW.) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan;
kemudian dalam hati mereka merasa tidak keberatan terhadap keputusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
“Turun
mengenai hal di atas (mengenai perselisihan pengairan tanaman/kebun/ladang
antara ‘Abdullâh bin az-Zubair dengan seorang Anshâr)”.
KETERANGAN dan
PENJELASAN:
Imâm Bukhârî
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li
al-Bukhârînya (5/431-5/437 dan 9/323). Imâm Muslim juga
meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslimnya
(15/107); di dalam sanad[2]
Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî dan Ibnu Katsîr juga terdapat
ungkapan sanad: “Dari ‘Urwah: “Bahwa ‘Abdullâh bin az-Zubair
bercerita kepadanya (kepada ‘Urwah): “Bahwa ada seorang Anshâr.......................”;
Sehingga amanlah kita dari hal-hal yang tampaknya mursal[3]
pada sebagian riwayat.
Ibnu Katsîr juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr
al-Qurân al-‘Azhîmnya (1/520), dan kata beliau (Ibnu Katsîr): “Hadis
yang ia keluarkan diriwayatkan oleh Jamâ’ah[4]”. At-Tirmidzî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi’
ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (2/289 dalam Sunan at-Tirmidzî, dan
4/89 dalam Tafsîr at-Tirmidzî), dan kata beliau (at-Tirmidzî): “Hadis
yang ia riwayatkan berkualitas hasan[5]”.
Abû Dâwûd juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Sunan Abî Dâwûdnya
(3/352). Ibnu Mâjah juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Sunan
Ibn Mâjahnya (No. 15 dan 2480). Imâm Ahmad bin Hanbal juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam
Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (4/5). Ibnu Jarîr juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’
al-Bayâni fî at-Ta’wîl al-Qurâninya (5/158). Ibnu al-Jarûd juga meriwayatkan
sebagaimana Hadis di atas dalam Muntaqâ Ibn al-Jarûdnya (halaman: 339).
BIBLIOGRAFI
Al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârî (Imâm
Bukhârî/Abû ‘Abdullâh Muhammad bin Ismâ’îl bin
Ibrâhîm bin al-Mughîrah bin
Bardizbah al-Ju’fî al-Bukhârî).
Al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslim (Imâm
Muslim/al-Imâm Abî al-Husain Muslim bin al-Haĵâj
Ibnu Muslim al-Qusyairî
an-Naisâbûrî).
Al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzî
(at-Tirmidzî/al-Imâm al-Hâfizh Abî ‘Îsâ Muhammad
bin ‘Îsâ bin Saurah at-Tirmidzî).
Jâmi’ al-Bayâni fî at-Ta’wîl al-Qurâni (Ibnu
Jarîr/Abû Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin
Ghâlib al-Âmalî).
Muntaqâ Ibn
al-Jarûd (Ibnu al-Jarûd).
Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbal (Imâm Ahmad
bin Hanbal/Ahmad bin Hanbal Abû
‘Abdullâh asy-Syaibânî).
Sunan Abî Dâwûd (Abû Dâwûd/al-Imâm al-Hâfizh
al-Mushannif al-Mutqan Abî Dâwûd
Sulaimân Ibnu al-‘Asy’ats
as-Sijistânî al-Azadî).
Sunan Ibn Mâjah (Ibnu Mâjah/al-Hâfizh Abî ‘Abdillâh
Muhammad bin Yazîd al-Qazwînî).
Tafsîr al-Qurân
al-‘Azhîm (Ibnu Katsîr/Abû al-Fidâ-u Ismâ’îlu
bin ‘Amr bin Katsîr
al-Qurasyî
ad-Dimasyqî).
[1] Beliau SAW.
Mengisyaratkan Dengan Memerintahkan Keduanya Hal-hal Yang Sifatnya Longgar,
maksudnya: “Nabi SAW. telah menetapkan keputusan dengan adil dan bijaksana,
serta tidak berat sebelah dan tidak memihak kepada salah satu pihak di antara
mereka (‘Abdullâh bin az-Zubair dengan seorang Anshâr)”.
[2] Sanad
adalah: Mata rantai para perawi Hadis yang menghubungkan kepada matan
(redaksi/isi) Hadis.
[3] Mursal
adalah: Hadis yang diriwayatkan oleh Tâbi’în (para generasi setelah
Sahabat) dari Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan maupun persetujuan;
baik Tâbi’în senior ataupun yunior tanpa menyebutkan penghubung sanad
(mata rantai para perawi hadis) dari Sahabat.
[4] Jamâ’ah,
maksudnya: Diriwayatkan oleh Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwûd,
an-Nasâ-î dan Ibnu Mâjah.
[5] Hadis Hasan
adalah: Hadis yang bersambung sanad (mata rantai para perawi hadis) nya,
diriwayatkan oleh orang yang ‘âdil (orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaknya, tidak fasik dan tidak melakukan cacat muru’ah), kurang
sedikit ke-dhâbithan-nya, tidak terdapat keganjilan dalam matan
(redaksi/isi) hadis, serta tidak terdapat ‘illat (cacat) dalam matan
hadis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar