Minggu, 23 Oktober 2011

Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 24


Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 24

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (٢٤)
24. Dan (diharamkan juga kamu menikahi) wanita-wanita yang bersuami, kecuali budak-budak (perempuan) yang kamu miliki. (Allah telah menetapkan hukum tersebut) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu (mahar/maskawin) untuk dinikahi bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; Dan Tidaklah kamu sekalian berdosa (jika) kamu telah saling merelakannya (untuk menambah mahar, mengurangi atau sama sekali tidak menyerahkan mahar asalkan ada saling kerelaan antara suami dan isteri), (walaupun) sudah ditetapkan (ditentukan) mahar (maskawin). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.





Imâm Muslim meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslimnya (10/35):
“Telah bercerita kepada kami (Bukhârî) ‘Ubaidullâh bin Maisarah al-Qawârirî, katanya (‘Ubaidullâh bin Maisarah al-Qawârirî): “Yazîd bin Zurai’ telah bercerita kepada kami (‘Ubaidullâh bin Maisarah al-Qawârirî), katanya (Yazîd bin Zurai’): “Sa’îd bin Abî ‘Arubah telah bercerita kepada kami (Yazîd bin Zurai’) dari Qatadah dari Shâleh Abû al-Khalîl dari Abû ‘Alqamah al-Hâsyimî dari Abû Sa’îd al-Khudrî bahwa: “Rasulullah SAW. pada peristiwa (perang) Hunain mengirim sebuah pasukan ke Authas, dan mereka (pasukan yang diutus oleh Nabi SAW. pada perang Hunain) bertemu musuh lalu mereka perangi dan mereka kalahkan serta memperoleh tawanan (para wanita yang sudah bersuami). Sementara sebagian Shâhabat Rasulullah SAW. merasa berdosa mengumpuli (menyetubuhi) tawanan itu karena suami-suami mereka (merupakan) Musyrikîn, maka Allah SWT. turunkan:
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ................................. (٢٤)
24. Dan (diharamkan juga kamu menikahi) wanita-wanita yang bersuami, kecuali budak-budak (perempuan) yang kamu miliki...............................................................................”.

“(Imâm Muslim menyatakan): “Maksudnya mereka (para wanita tawanan perang Hunain yang telah bersuami) halal untuk kalian apabila selesai (masa) ‘iddahnya”.


KETERANGAN:
At-Tirmidzî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (4/86), dan kata beliau (at-Tirmidzî): “Hadis yang ia riwayatkan berkualitas hasan shahîh”. Imâm Abû Dâwûd juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Sunan Abî Dâwûdnya (2/213). An-Nasâ-î  juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Sunan an-Nasâ-î al-Kubrânya (6/91). Imâm Ahmad bin Hanbal juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (3/72 dan 3/84). Ibnu Jarîr juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ al-Bayâni fî at-Ta’wîl al-Qurâninya (5/2).



PENJELASAN:
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î mengatakan dalam ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûlnya (Surat an-Nisâ’, Ayat: 24): “Imâm Muslim dalam riwayat Hadis di atas memaparkan jalur yang sampai kepada Qatadah dan râwînya adalah Syu’bah, sehingga amanlah Hadis di atas dari tadlîs Qatadah. Karena Syu’bah jika meriwayatkan dari Qatadah, beliau (Syu’bah) selalu memastikan (bahwa ia benar-benar meriwayatkan dari Qatadah)”.
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î melanjutkan: “Sebagaimana dalam Fath al-Mughîts as-Sakhawî, Syu’bah pernah mengatakan: “Saya (Syu’bah) cukupkan kalian tadlîs al-‘A’masy, Abu Ishâq dan Qatadah”.








Imâm Jalâluddîn as-Suyûthî mengeluarkan dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya (Juz. 5, 4/an-Nisâ’) dengan menisbahkan kepada Imâm Muslim dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslimnya; Serta menisbahkan kepada at-Tirmidzî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya; Serta menisbahkan kepada Abû Dâwûd dalam Sunan Abî Dâwûdnya; Serta menisbahkan kepada an-Nasâ-î dalam Sunan an-Nasâ-î al-Kubrânya:
“Diriwayatkan oleh Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwûd dan an-Nasâ-î yang bersumber dari Abû Sa’îd al-Khudrî. Abû Sa’îd al-Khudrî berkata: “Kami (para Sahabat) mendapatkan beberapa tawanan wanita yang sudah bersuami dari peperangan Authas. Mereka (para wanita tawanan perang Hunain yang telah bersuami) enggan digauli (disetubuhi) oleh yang berhak terhadap tawanan itu. Lalu kami (para Sahabat) bertanya kepada Nabi SAW. Maka turunlah ayat:
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ................................. (٢٤)
24. Dan (diharamkan juga kamu menikahi) wanita-wanita yang bersuami, kecuali budak-budak (perempuan) yang kamu miliki...............................................................................”.

“Nabi SAW. bersabda: “............................................... kecuali harta rampasan yang diberikan Allah SWT. kepada kalian (para Sahabat yang diutus Nabi SAW. pada perang Hunain), maka halal bagi kita kemaluan-kemaluan mereka (kemaluan/farj para wanita tawanan perang Hunain yang telah bersuami)”.

KETERANGAN:
Kata Imâm Jalâluddîn as-Suyûthî: “Hadis yang ia keluarkan di atas berkualitas shahîh”.








Imâm Jalâluddîn as-Suyûthî mengeluarkan dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya (Juz. 5, 4/an-Nisâ’) dengan menisbahkan kepada ath-Thabranî dalam al-Mu’jam al-Kabîrnya:
“Dikemukakan oleh ath-Thabranî yang bersumber dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. ‘Abdullâh bin ‘Abbâs berkata: “Ayat (Ayat: 24, Surat an-Nisâ’) diturunkan pada waktu perang Hunain, ketika Allah SWT. memberikan kemenangan kepada orang-orang Islam dan mendapatkan tawanan beberapa wanita Ahli Kitâb yang telah bersuami. Ada seorang lelaki (yang menjadi utusan pada pertempuran Hunain) apabila hendak menggauli (menyetubuhi) wanita dari tawanan perang Hunain, wanita itu (wanita Ahli Kitâb tawanan perang Hunain yang telah bersuami) selalu enggan (menolak) dan berkata: “Sesungguhnya saya (wanita Ahli Kitâb tawanan perang Hunain) sudah bersuami”. Lalu bertanyalah ia (seorang lelaki yang hendak menggauli wanita Ahli Kitâb tawanan perang Hunain) kepada Rasûlullâh SAW. mengenai hal tersebut (mengenai keengganan/penolakan wanita Ahli Kitâb tawanan perang Hunain untuk disetubuhi). Maka turunlah ayat:
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (٢٤)
24. Dan (diharamkan juga kamu menikahi) wanita-wanita yang bersuami, kecuali budak-budak (perempuan) yang kamu miliki. (Allah telah menetapkan hukum tersebut) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu (mahar/maskawin) untuk dinikahi bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tidaklah kamu sekalian berdosa (jika) kamu telah saling merelakannya (untuk menambah mahar, mengurangi atau sama sekali tidak menyerahkan mahar asalkan ada saling kerelaan antara suami dan isteri), (walaupun) sudah ditetapkan (ditentukan) mahar (maskawin). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.


KETERANGAN:
Kata Imâm Jalâluddîn as-Suyûthî: “Hadis yang ia keluarkan di atas berkualitas hasan”.









BIBLIOGRAFI

Al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslim (Imâm Muslim/al-Imâm Abî al-Husain Muslim bin al-Haĵâj
Ibnu Muslim al-Qusyairî an-Naisâbûrî).
Al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzî (at-Tirmidzî/al-Imâm al-Hâfizh Abî ‘Îsâ Muhammad
bin ‘Îsâ bin Saurah at-Tirmidzî).
Al-Mu’jam al-Kabîr (ath-Thabranî/Sulaimân bin Ahmad ath-Thabranî).
Ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûl (asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î).
Fath al-Mughîts as-Sakhawî (as-Sakhawî).
Jâmi’ al-Bayâni fî at-Ta’wîl al-Qurâni (Ibnu Jarîr/Abû Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).
Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûli (as-Suyûthî/Imâm Jalâluddîn as-Suyûthî).
Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbal (Imâm Ahmad bin Hanbal/Ahmad bin Hanbal Abû
‘Abdullâh asy-Syaibânî).
Sunan Abî Dâwûd (Abû Dâwûd/al-Imâm al-Hâfizh al-Mushannif al-Mutqan Abî Dâwûd
Sulaimân Ibnu al-‘Asy’ats as-Sijistânî al-Azadî).
Sunan an-Nasâ-î al-Kubrâ (an-Nasâ-î/al-Hâfizh Abû ‘Abdurrahmân Ahmad bin Syu’aib bin
‘Alî bin Bahr bin Sunân an-Nasâ-î).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar