Kamis, 20 Oktober 2011

Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 22-23

Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 22-23

وَلا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلا (٢٢)
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاتُكُمْ وَبَنَاتُ الأخِ وَبَنَاتُ الأخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (٢٣)
22. Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita (isteri-isteri) yang telah dinikahi oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau (masa sebelum turunnya larangan dalam ayat ini). Sesungguhnya perbuatan itu (menikahi wanita-wanita/isteri-isteri yang telah dinikahi oleh ayahmu) amat keji dan dibenci Allah, dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
23. Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau (masa sebelum turunnya larangan dalam ayat ini). Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


 

Ibnu Jarîr meriwayatkan dalam Jâmi’ al-Bayâni fî at-Ta’wîl al-Qurâninya (4/318):
“Muhammad bin ‘Abdullâh al-Makhrami telah bercerita kepada saya (Ibnu Jarîr), katanya (Muhammad bin ‘Abdullâh al-Makhrami): “Qurad telah bercerita kepada kami (Muhammad bin ‘Abdullâh al-Makhrami), katanya (Qurad): “Sufyan bin ‘Uyainah telah bercerita kepada kami (Qurad) dari ‘Amr bin Dinar dari ‘Ikrimah dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs, katanya (‘Abdullâh bin ‘Abbâs): “Dahulu orang-orang Jâhiliyyah mengharamkan apa-apa yang diharamkan kecuali isteri bapak dan menghimpun (mengumpulkan) dua perempuan bersaudara. Maka Allah SWT. turunkan:
وَلا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلا (٢٢)
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاتُكُمْ وَبَنَاتُ الأخِ وَبَنَاتُ الأخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (٢٣)
22. Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita (isteri-isteri) yang telah dinikahi oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau (masa sebelum turunnya larangan dalam ayat ini). Sesungguhnya perbuatan itu (menikahi wanita-wanita/isteri-isteri yang telah dinikahi oleh ayahmu) amat keji dan dibenci Allah, dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
23. Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau (masa sebelum turunnya larangan dalam ayat ini). Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.


KETERANGAN
Kata Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayâni fî at-Ta’wîl al-Qurâninya (4/318): “Hadis di atas râwînya adalah râwî Shahîh kecuali Muhammad bin ‘Abdullâh al-Makhrami, dia (Muhammad bin ‘Abdullâh al-Makhrami) tsiqqah (kredibel ke’âdilan dan kedhâbitannya)”.



PENJELASAN
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î mengatakan dalam ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûlnya (Surat an-Nisâ’, Ayat: 22-23): “Dalam sanad (runtutan para perawi hadis) ini, (ada ungkapan sanad) Sufyan bin ‘Uyainah dan ‘Amr bin Dinar telah bercerita kepada kami, salah, dan yang benar adalah apa yang kami cantumkan (dalam sanad hadis di atas); karena Sufyan bin ‘Uyainah tidak meriwayatkan dari ‘Ikrimah”.
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î melanjutkan: “Bagaimanapun juga, Sufyan bin ‘Uyainah sangat dikenal meriwayatkan dari ‘Amr bin Dinar. Saya (asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î) mengingatkan hal ini agar jangan disangka apa yang tercantum dalam sanad hadis di atas salah. Dan dalam Tafsîr Ibnu Katsîr adalah yang benar”.
Kata al-Hâfizh Ibnu Hajar al-Asqalanî dalam Tahdzîb at-Tahdzîbnya (4/119): “Sufyan bin ‘Uyainah dilahirkan tahun 107 H, sedangkan ‘Ikrimah wafat tahun 107 H; Ada yang mengatakan ‘Ikrimah wafat tahun 110 H, dan ada pula yang berpendapat lain”.







BIBLIOGRAFI

Ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûl (asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î).
Tahdzîb at-Tahdzîb (al-Hâfizh Ibnu Hajar al-Asqalanî/Ahmad bin ‘Alî bin Hajar
al-Asqalanî).
Jâmi’ al-Bayâni fî at-Ta’wîl al-Qurâni (Ibnu Jarîr/Abû Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar