Senin, 13 September 2010

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 232


Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 232

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (٢٣٢)
232. “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya. Maka janganlah kamu(para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.



Imam Bukhari meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya(9/258):

“Telah bercerita kepada kami(Bukhârî) ‘Ubaidullâh bin Sa’id, katanya(‘Ubaidullâh bin Sa’id): “Abu ‘Amir al-‘Aqadi telah bercerita kepada kami(‘Ubaidullâh bin Sa’id), katanya(Abu ‘Amir al-‘Aqadi): “telah bercerita kepada kami(Abu ‘Amir al-‘Aqadi) ‘Abbad bin Rasyid, katanya(‘Abbad bin Rasyid): “al-Hasan telah bercerita kepada kami(‘Abbad bin Rasyid), katanya(al-Hasan): “Ma’qil bin Yasar telah bercerita kepada saya(al-Hasan), katanya(Ma’qil bin Yasar): “saya mempunyai saudara perempuan, kemudian datanglah anak lelaki paman saya melamarnya, lalu saya nikahkan ia dengannya. Selang beberapa lama tinggal dengannya, tiba-tiba ia mentalaknya dan tidak meruju’nya sampai ‘iddahnya habis. Tetapi ia masih mencintainya dan saudara perempuan saya(Ma’qil bin Yasar) juga mencintainya. Akhirnya ia datang meminangnya kembali. Segera saya berkata kepadanya: “hai laknat! dahulu saya hormati kamu dan saya nikahkan kamu dengannya, kemudian kamu menjatuhkan talak kepadanya dan sekarang kamu datang meminangnya. Demi Allah! Dia tidak akan saya kembalikan lagi kepada kamu. Anak paman saya orangnya boleh juga(berkecukupan) dan saudara perempuan saya masih ingin kembali kepadanya. Akhirnya Allah mengetahui kebutuhan mereka berdua secara timbal balik, lalu Dia(Allah) turunkan ayat ini”:

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (٢٣٢)
232. “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya. Maka janganlah kamu(para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.

“Kemudian Ma’qil bin Yasar melanjutkan riwayatnya: “ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang menimpa saya tadi”. “Kemudian saya segera membayar kifarat sumpah tadi dan menikahkannya dengan anak paman saya”.

“Dalam riwayat lain dikatakan: “bahwa ketika Ma’qil bin Yasar mendengar ayat ini, ia(Ma’qil bin Yasar) berkata: “saya paksakan diri saya, dan saya nikahkan saudara perempuan saya demi ketaatan saya kepada tuhan(Allah)”.


KETERANGAN:
Bukhârî juga meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya(11/91 dan 408). At-Tirmidzî juga meriyatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya(4/76), kata beliau(At-Tirmidzî): “Hadis yang ia riwayatkan berkualitas hasan shahîh”. Abu Dawud juga meriwayatkan dalam Sunan Abî Dâwudnya(2/192). Ath-Thayalishî juga meriwayatkan dalam Musnad Abû Dawûdnya(1/305). Ad-Dâruquthnî juga meriwayatkan dalam Sunan ad-Dâruquthnînya(3/223 dan 3/224). Al-Hakim juga meriwayatkan dalam Al-Mustadrak ‘Ala ash-Shahîhainnya(2/174), katanya(Al-Hakim): “shahîh menurut Syaikhain(Bukhârî dan Muslim), akan tetapi Imâm Muslim tidak mengeluarkan Hadis mengenai hal di atas”. Ibnu Jarîr juga meriwayatkan dalam Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âninya(2/448). Ahmad Musthafâ al-Marâghî juga meriwayatkan dalam Tarjamah Tafsir al-Marâghînya(halaman: 313-314).











BIBLIOGRAFI



Al-Mustadrak ‘Ala ash-Shahîhain(al-Hâkim/Muhammad bin ‘Abdullah Abu ‘Abdullah al-Hâkim
       an-Naisâbûrî ).

Al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârî(Imâm Bukhârî/Abî ‘Abdullâh Muhammad bin Ismâ’îl bin Ibrâhîm bin
       al-Mughîrah al-Bukhârî).

Al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzî(at-Tirmidzî/al-Imâm al-Hâfidz Abî ‘Îsâ Muhammad bin ‘Îsâ bin
       Saurah at-Tirmidzî).

Musnad Abû Dawûd(ath-Thayâlisî/Sulaimân bin Dâwud ath-Thayâlisî).

Sunan Abî Dâwud(Abû Dâwud/al-Imâm al-Hâfidz al-Mushannif al-Mutqan Abî Dâwud Sulaimân Ibnu
       al-‘Asy’ats as-Sijistânî al-Azadî).

Sunan ad-Dâruquthnî(ad-Dâruquthnî/Alî bin‘Amr Abû al-Hasan ad-Dâruquthnî al-Baghdâdî).

Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âni(Ibnu Jarîr/Abu Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin
       Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).

Tarjamah Tafsîr al-Marâghî(Ahmad Musthafâ al-Marâghî).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar