Minggu, 14 Oktober 2012

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah, Ayat: 159



Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah, Ayat: 159

إِنَّ الَّذِيْنَ يَكْتُمُوْنَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُوْلَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاَّعِنُوْنَ (١٥٩)
159. Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan kebenaran yang telah Kami (Allâh) turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk yang jelas, setelah Kami (Allâh) menerangkannya[1] kepada manusia dalam al-Kitâb (Taurât)[2]; mereka[3] itu dila'nati Allâh dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati.




Imâm Ibnu Jarîr[4] meriwayatkan dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (2/730):
حَدَّثَنَا أَبُوْ كُرَيْبٍ, قَالَ: حَدَّثَنَا يُوْنُسُ بْنُ بُكَيْرٍ. قاَلَ ابْنُ جَرِيْرٍ: وَحَدَّثَنَا ابْنُ حُمَيْدٍ, قَالَ: حَدَّثَنَا سَلَمَةُ. قَالاَ جَمِيْعًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ, قَالَ: حَدَّثَنِيْ مُحَمَّدُ بْنُ أَبِيْ مُحَمَّدٍ مَوْلَى زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ, قَالَ: حَدَّثَنِيْ سَعِيْدُ بْنُ جُبَيْرٍ, أَوْ عِكْرِمَةُ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ, قَالَ: سَأَلَ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ أَخُوْ بَنِيْ سَلِمَةَ، وَسَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ أَخُوْ بَنِيْ عَبْدِ الْأَشْهَلِ، وَخَارِجَةُ ابْنُ زَيْدٍ أَخُوْ بَنِي الْحَارِثِ بْنِ الْخَزْرَجِ، نَفَراً مِّنْ أَحْبَارِ الْيَهُوْدِ, قَالَ أَبُوْ كُرَيْبٍ: عَمَّا فِيْ التَّوْرَاةِ. وَقَالَ ابْنُ حُمَيْدٍ: عَنْ بَعْضِ مَا فِي التَّوْرَاةِ. فَكَتَمُوْهُمْ إِيَّاهُ, وَأَبَوْا أَنْ يُّخْبِرُوْهُمْ عَنْهُ، فَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى ذِكْرُهُ فِيْهِمْ: (إِنَّ الَّذِيْنَ يَكْتُمُوْنَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُوْلَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاَّعِنُوْنَ).

“(Sanad/ jalur pertama) Abû Kuraib[5] telah bercerita kepada kami (kepada Ibnu Jarîr), dia (Abû Kuraib) berkata: “Yûnus bin Bukair[6] telah bercerita kepada kami (kepada Abû Kuraib)”. (Sanad/ jalur kedua) Ibnu Jarîr berkata: “Muhammad bin Humaid[7] telah bercerita kepada kami (kepada Ibnu Jarîr), dia (Muhammad bin Humaid) berkata: “Salamah bin al-Fadhal[8] telah bercerita kepada kami (kepada Muhammad bin Humaid). Mereka berdua (Yûnus bin Bukair dan Salamah bin al-Fadhal) berkata: “Muhammad bin Ishâq[9] telah bercerita kepada kami (kepada Yûnus bin Bukair dan Salamah bin al-Fadhal), dia (Muhammad bin Ishâq) berkata: “Muhammad bin Abî Muhammad[10] telah bercerita kepada saya (kepada Muhammad bin Ishâq), dia (Muhammad bin Abî Muhammad) berkata: “Sa’îd bin Jubair[11] atau ‘Ikrimah[12] telah bercerita kepada saya (kepada Muhammad bin Abî Muhammad), dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs[13], dia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs) berkata: “Mu’âdz bin Jabal, Sa’d bin Mu’âdz dan Khârizah bin Zaid bertanya kepada para Pendeta Yahûdi: “Abû Kuraib berkata: “Mengenai apa (kebenaran) yang terdapat di dalam Taurât”. Muhammad bin Humaid berkata: “Mengenai sebagian apa (kebenaran) yang terdapat di dalam Taurât”.
“(‘Abdullâh bin ‘Abbâs melanjutkan periwayatannya): “Maka mereka (para Pendeta Yahûdi) menyembunyikannya (menyembunyikan kebenaran yang terdapat di dalam Taurât), dan mereka (para Pendeta Yahûdi) enggan (tidak mau/ menolak) mengabarkan tentang hal tersebut (mengabarkan tentang kebenaran yang terdapat di dalam Taurât)”. Maka Allâh SWT. menurunkan (Surat al-Baqarah, Ayat: 159) mengenai mereka (mengenai para Pendeta Yahûdi yang menyembunyikan kebenaran yang terdapat di dalam Taurât. Dan mengenai para Pendeta Yahûdi yang enggan mengabarkan tentang kebenaran yang terdapat di dalam Taurât):
إِنَّ الَّذِيْنَ يَكْتُمُوْنَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُوْلَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاَّعِنُوْنَ (١٥٩)
159. Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan kebenaran yang telah Kami (Allâh) turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk yang jelas, setelah Kami (Allâh) menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitâb (Taurât); mereka itu dila'nati Allâh dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati”.



KETERANGAN (dari para Muhadditsîn[14]):
Hadis di atas berkualitas hasan shahîh[15].
Al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim[16] juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (1/268) atau (No. Hadis: 1439).
Imâm Ibnu Hisyâm juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam as-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâmnya (1/551).
Al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî[17] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 2, 2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada Riwayat Imâm Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (2/730). Serta menisbahkan kepada Riwayat al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (1/268) atau (No. Hadis: 1439).
Beliau (al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî) juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûrnya (2/98 – 2/99)[18] atau (1/161).




PENJELASAN (mengenai Hadis di atas):
Dalam Hadis Riwayat Imâm Ibnu Jarîr di atas, ada dua perawi yang masih diperdebatkan (diperselisihkan) ke-tsiqqah­-annya oleh para Muhadditsîn, mereka berdua yaitu:
1.      Salamah bin al-Fadhal, dia (Salamah bin al-Fadhal) ditsiqqahkan oleh: “Al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Muhammad bin Sa’d, al-Hâfizh Abû Dâwud, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-Hâfizh al-Hâkim”.
Al-Hâfizh ‘Alî bin al-Madînî berkata: “Buang Hadisnya (Salamah bin al-Fadhal). Al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal berkata: Sepengetahuan saya (Ahmad bin Hanbal) dia (Salamah bin al-Fadhal) baik (hasan). Al-Hâfizh Bukhârî dan al-Hâfizh Abû Zar’ah ar-Râzî berkata: “Dia (Salamah bin al-Fadhal) lemah (dha’îf)”. Sedangkan Al-Hâfizh Murroh menyatakan: “Dia (Salamah bin al-Fadhal) tidak kuat, dan bertasaŷu’.


2.      Muhammad bin Humaid bin Haŷân, dia (Muhammad bin Humaid bin Haŷân) ditsiqqahkan oleh: Al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în”.
Al-Hâfizh Abû Zar’ah ar-Râzî dan al-Hâfizh Ibnu Kharrâs berkata: “Dia (Muhammad bin Humaid bin Haŷân) berdusta”. Al-Hâfizh Bukhârî berkata: “Hadis-hadisnya (Muhammad bin Humaid bin Haŷân) memiliki penguat”. Al-Hâfizh Ya’qûb bin Syaibah berkata: “Hadis-hadisnya (Muhammad bin Humaid bin Haŷân) banyak terdapat periwayatan yang munkar”. Al-Hâfizh al-Khilâl berkata: “Dia (Muhammad bin Humaid bin Haŷân) adalah seorang al-Hâfizh dan seorang ‘Ulamâ dalam Ilmu Hadîts”. Al-Hâfizh Murroh menyatakan: “Dia (Muhammad bin Humaid bin Haŷân) tidak kuat”. Sedangkan Al-Hâfizh Ibnu Hajar al-‘Asqalânî menyatakan: “Dia (Muhammad bin Humaid bin Haŷân) adalah seorang al-Hâfizh yang dha’îf (lemah).




PENJELASAN (kedudukan hadis di atas):
Atsar[19] ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas digolongkan Mawqûf li hukmi Marfû’, maksudnya: hadis Mawqûf[20] yang dihukumi Marfû’[21]. Karena para Muhadditsîn[22] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfû’, dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfû’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).




KESIMPULAN
1.      Hadis di atas berkualitas hasan shahîh[23].
2.    Muhammad bin Humaid bin Haŷân sangat diperdebatkan (diperselisihkan) ke-tsiqqah-annya oleh mayoritas Muhadditsîn; akan tetapi Muhammad bin Humaid bin Haŷân tidak meriwayatkan Hadis di atas sendirian saja, karena Muhammad bin al-‘Allâ bin Kuraib juga meriwatkan Hadis di atas bersama Muhammad bin Humaid bin Haŷân. Sehingga amanlah Hadis di atas dari ke-dha’îf-an Muhammad bin Humaid bin Haŷân.
3.   Begitu pula Salamah bin al-Fadhal yang juga diperdebatkan (diperselisihkan) ke-tsiqqah-annya oleh sebagian Muhadditsîn; akan tetapi Salamah bin al-Fadhal tidak meriwayatkan Hadis di atas sendirian saja, karena Yûnus bin Bukair bin Wâshil juga meriwatkan Hadis di atas bersama Salamah bin al-Fadhal. Sehingga amanlah Hadis di atas dari ke-dha’îf-an Salamah bin al-Fadhal.





BIBLIOGRAFI

Ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûr (al-Hâfizh as-Suyûthî/ ‘Abdurrahmân bin Abî
Bakr).
As-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâm (Imâm Ibnu Hisyâm).
Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/ Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin
Katsîr bin Ghâlib).
Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl (al-Hâfizh as-Suyûthî/ ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr).
Tafsîr Ibn Abî Hâtim (al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim/ ‘Abdurrahmân bin Abî Hâtim).
Tafsîr Ibn al-Mundzir (Ibnu al-Mundzir).

















[1] Menerangkannya, maksudnya yaitu: “Allâh SWT. telah menurunkan keterangan-keterangan dan petunjuk yang jelas dalam Kitâb Taurât.

[2] Lihatlah: “Imâm Ibnu Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân; Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar. Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 730).

[3] Ibid.

[4] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib. Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Ja’far ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ at-Tafsîr dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari Sittân pada tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ibnu Jarîr) wafat di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.

[5] Nama sebenarnya yaitu: Muhammad bin al-‘Allâ bin Kuraib. Ia (Abû Kuraib) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Dan ia (Abû Kuraib) juga merupakan seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Hamdânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Kuraib. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Abû Kuraib) wafat pada tahun 248 Hijriyah.

[6] Nama lengkapnya yaitu: Yûnus bin Bukair bin Wâshil. Ia (Yûnus bin Bukair) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în junior. Ia (Yûnus bin Bukair) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Numair, al-Hâfizh Ibnu ‘Ammâr, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-Hâfizh al-Hâkim. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Jammâl asy-Syaibânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Yûnus bin Bukair) wafat di Kûfah pada tahun 199 Hijriyah.

[7] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Humaid bin Haŷân. Ia (Muhammad bin Humaid) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Ia (Muhammad bin Humaid) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în. Nasab (keturunan) nya yaitu: ar-Râzî at-Tamîmî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya di Raŷ. Ia (Muhammad bin Humaid) wafat pada tahun 248 Hijriyah.

[8] Namanya yaitu: Salamah bin al-Fadhal. Ia (Salamah bin al-Fadhal) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în junior. Ia (Salamah bin al-Fadhal) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Muhammad bin Sa’d, al-Hâfizh Abû Dâwud, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-Hâfizh al-Hâkim. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Anshârî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab (gelar/titel) nya: al-Abrasy al-Azraq. Tempat tinggalnya di Raŷ. Ia (Salamah bin al-Fadhal) wafat di Raŷ.

[9] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Ishâq bin Yasâr. Ia (Ibnu Ishâq) merupakan seorang Tâbi’în junior. Ia (Ibnu Ishâq) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-‘Ijlî. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Mathlabî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Ibnu Ishâq) wafat di Baghdâd pada tahun 150 Hijriyah.

[10] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Abî Muhammad Maulâ Zaid bin Tsâbit. Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan. Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Ibnu Hibbân dan al-Hâfizh adz-Dzahabî.

[11] Nama lengkapnya yaitu: Sa’îd bin Jubair bin Hisyâm. Ia (Sa’îd bin Jubair) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Sa’îd bin Jubair) adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhamad. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Sa’îd bin Jubair) wafat di ‘Irâq pada tahun 94 Hijriyah.

[12] Nama lengkapnya yaitu: ‘Ikrimah Maulâ ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. Ia (‘Ikrimah) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (‘Ikrimah) adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Barbarî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (‘Ikrimah) wafat pada tahun 104 Hijriyah.

[13] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim. Ia (Ibnu ‘Abbâs) merupakan seorang Sahabat dan juga seorang pakar tafsîr (tafsir), fiqh (fikih), lughah (gramatika), Syi’ir (Sya’ir), farâidh (waris) dan hadîts (hadis). Serta ia (Ibnu ‘Abbâs) telah meriwayatkan 1.660 Hadîts. Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî al-Hâsyimî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs. Laqab (gelar/titel) nya: Ibn ‘Abbâs, al-Hijr dan al-Bahr. Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rawadz (salah satu Kota di Khurrâsân). Ia (Ibnu ‘Abbâs) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.

[14] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan antara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[15] Hadis Hasan Shahîh memiliki beberapa makna yaitu: 1. Hadis yang memiliki dua sanad, shahîh dan hasan. 2. Sebagian Muhadditsîn ada yang menilai Hadis tersebut shahîh; dan sebagian Muhadditsîn yang lain menilai hasan. 3. Ataupun sebagian Muhadditsîn ada yang menilai Hadis tersebut shahîh lighayrih; dan sebagian Muhadditsîn yang lain menilai hasan lidzâtih.

[16] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Hâtim. Ia (Ibnu Abî Hâtim) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Nasab (keturunan) nya yaitu: ar-Râzî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhammad. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh Ibn Abî Hâtim. Ia (Ibnu Abî Hâtim) adalah pakar tafsîr (tafsir) dan hadîts (hadis). Ia (Ibnu Abî Hâtim) wafat pada tahun 327 Hijriyah.

[17] Nama sebenarnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Jalâluddîn. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Serta ia (as-Suyûthî) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts (hadis), lughah (gramatika), adb (sastra), fiqh (fikih), târîkh (sejarah), dan sebagainya. Nasab (keturunan) nya yaitu: as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) lahir di Qâhirah pada tahun 849 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî) wafat di Qâhirah pada tahun 911 Hijriyah.

[18] Al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî. Ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûr, Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Al-Qâhirah: Al-Muhandisîn. Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 98 - 99.

[19] Atsar adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan perbuatan.

[20] Hadis Mawqûf yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.

[21] Marfu’ maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.

[22] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[23] Hadis Hasan Shahîh memiliki beberapa makna yaitu: 1. Hadis yang memiliki dua sanad, shahîh dan hasan. 2. Sebagian Muhadditsîn ada yang menilai Hadis tersebut shahîh; dan sebagian Muhadditsîn yang lain menilai hasan. 3. Ataupun sebagian Muhadditsîn ada yang menilai Hadis tersebut shahîh lighayrih; dan sebagian Muhadditsîn yang lain menilai hasan lidzâtih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar