Minggu, 07 Oktober 2012

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 158

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 158

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ (١٥٨)
158. Sesungguhnya Shafâ dan Marwah[1] adalah sebagian dari Syi'ar[2] Allâh. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullâh (Ka’bah) atau ber-'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i (dan thaŵâf) antara keduanya (antara Shafâ-Marwah dan Ka’bah). Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati (ikhlas), maka sesungguhnya Allâh Maha Mensyukuri[3] kebaikan lagi Maha Mengetahui.




Al-Imâm al-Hâfizh[4] Bukhârî[5] meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 1534):
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ, قَالَ: أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ, عَنِ الزُّهْرِيِّ, قَالَ عُرْوَةُ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا, فَقُلْتُ لَهَا: أَرَأَيْتِ قَوْلَ اللهِ تَعَالَى: (إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا........). فَوَاللهِ, مَا عَلَى أَحَدٍ جُنَاحٌ أَنْ لاَّ يَطُوْفَ بِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ. قَالَتْ: بِئْسَ مَا قُلْتَ يَا ابْنَ أُخْتِيْ. إِنَّ هَذِهِ لَوْ كَانَتْ كَمَا أَوَّلْتَهَا عَلَيْهِ كَانَتْ لَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ لاَّ يَتَطَوَّفَ بِهِمَا. وَلَكِنَّهَا أُنْزِلَتْ فِي الْأَنْصَارِ, كَانُوْا قَبْلَ أَنْ يُّسْلِمُوْا يُهِلُّوْنَ لِمَنَاةَ الطَّاغِيَةِ الَّتِيْ كَانُوْا يَعْبُدُوْنَهَا عِنْدَ الْمُشَلَّلِ. فَكَانَ مَنْ أَهَلَّ يَتَحَرَّجُ أَنْ يَّطُوْفَ بِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ. فَلَمَّا أَسْلَمُوْا, سَأَلُوْا رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَالِكَ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ, إِنَّا كُنَّا نَتَحَرَّجُ أَنْ نَّطُوْفَ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ. فَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى: (إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ...........), الْآيَةَ. قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا: وَقَدْ سَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطَّوَافَ بَيْنَهُمَا, فَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَّتْرُكَ الطَّوَافَ بَيْنَهُمَا. ثُمَّ أَخْبَرْتُ أَبَا بَكْرِ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ, فَقَالَ: إِنَّ هَذَا لَعِلْمٌ, مَا كُنْتُ سَمِعْتُهُ. وَلَقَدْ سَمِعْتُ رِجَالًا مِّنْ أَهْلِ الْعِلْمِ يَذْكُرُوْنَ: أَنَّ النَّاسَ إِلاَّ مَنْ ذَكَرَتْ عَائِشَةُ مِمَّنْ كَانَ يُهِلُّ بِمَنَاةَ, كَانُوْا يَطُوْفُوْنَ كُلُّهُمْ بِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ. فَلَمَّا ذَكَرَ اللهُ تَعَالَى الطَّوَافَ بِالْبَيْتِ, وَلَمْ يَذْكُرْ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ فِي الْقُرْآنِ, قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ, كُنَّا نَطُوْفُ بِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ, وَإِنَّ اللهَ أَنْزَلَ الطَّوَافَ بِالْبَيْتِ, فَلَمْ يَذْكُرْ الصَّفَا. فَهَلْ عَلَيْنَا مِنْ حَرَجٍ أَنْ نَطَّوَّفَ بِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ؟. فَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى: (إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ.........), الْآيَةَ. قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ: فَأَسْمَعُ هَذِهِ الْآيَةَ نَزَلَتْ فِي الْفَرِيْقَيْنِ, كِلَيْهِمَا فِيْ الَّذِيْنَ كَانُوْا يَتَحَرَّجُوْنَ أَنْ يَّطُوْفُوْا بِالْجَاهِلِيَّةِ بِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ. وَالَّذِيْنَ يَطُوْفُوْنَ ثُمَّ تَحَرَّجُوْا أَنْ يَّطُوْفُوْا بِهِمَا فِي الْإِسْلاَمِ, مِنْ أَجْلِ أَنَّ اللهَ تَعَالَى أَمَرَ بِالطَّوَافِ بِالْبَيْتِ, وَلَمْ يَذْكُرْ الصَّفَا, حَتَّى ذَكَرَ ذَالِكَ بَعْدَ مَا ذَكَرَ الطَّوَافَ بِالْبَيْتِ.
“Abû al-Yamân[6] telah bercerita kepada kami (kepada Bukhârî), dia (Abû al-Yamân) berkata: “Syu’aib[7] telah mengabarkan kami (mengabarkan Abû al-Yamân), dari az-Zuhrŷ[8], ‘Urwah bin az-Zubair[9] berkata: “Saya (‘Urwah bin az-Zubair) bertanya kepada ‘Âisyah[10], saya (‘Urwah bin az-Zubair) berkata: “Bagaimana pendapat engkau (‘Âisyah) mengenai Firman Allâh SWT (Surat al-Baqarah, Ayat: 158):
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا .......... (١٥٨)
158. Sesungguhnya Shafâ dan Marwah adalah sebagian dari Syi'ar Allâh. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullâh (Ka’bah) atau ber-'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i (dan thaŵâf) antara keduanya (antara Shafâ-Marwah dan Ka’bah)..........”.



“(‘Urwah bin az-Zubair melanjutkan periwayatannya): “Demi Allah, tidak ada Dosa atas seorangpun kalau ia tidak sa’i antara (Bukit) Shafâ dan Marwah. Dia (‘Âisyah) berkata: “Alangkah buruknya pendapatmu (pendapat ‘Urwah bin az-Zubair), wahai anak Saudariku. Sesungguhnya Ayat (Surat al-Baqarah, Ayat: 158) ini sekiranya sebagaimana yang kau (‘Urwah bin az-Zubair) ta’wîlkan, tentulah ia tidak berdosa kalau ia tidak sa’i antara (Bukit) Shafâ dan Marwah. Akan tetapi Ayat (Surat al-Baqarah, Ayat: 158) ini diturunkan mengenai orang-orang Anshâr; yang mana dahulukala sebelum (orang-orang Anshâr) masuk Islâm, mereka (orang-orang Anshâr) bertalbiyah[11] mengagungkan dan menyembah Berhala Manât[12] di Musyallal. Maka mereka (orang-orang Anshâr) yang bertalbiyah mengagungkannya (mengagungkan Berhala Manât) merasa berdosa kalau sa’i antara (Bukit) Shafâ dan Marwah. Maka setelah mereka (orang-orang Anshâr) masuk Islâm, hal itu (hal mengenai orang-orang Anshâr yang bertalbiyah mengagungkan dan menyembah Berhala Manât di Musyallal) mereka tanyakan kepada Rasûlullâh SAW. Mereka (orang-orang Anshâr) berkata: “Wahai Rasûlullâh SAW; sesungguhnya kami (orang-orang Anshâr) dahulukala merasa berdosa (ketika melakukan) sa’i antara (Bukit) Shafâ dan Marwah”. Maka Allâh SWT. menurunkan (Surat al-Baqarah, Ayat: 158):
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ .......... (١٥٨)
158. Sesungguhnya Shafâ dan Marwah adalah sebagian dari Syi'ar Allâh……………”.



“(‘Urwah bin az-Zubair melanjutkan periwayatannya): “‘Âisyah berkata: “Rasûlullâh SAW. telah menunjukkan satu Sunnah (yaitu) melakukan sa’i di antara keduanya (di antara Bukit Shafâ dan Marwah), sehingga tidak ada alasan bagi siapapun untuk meninggalkan thaŵâf (sa’i) di antara keduanya (di antara Bukit Shafâ dan Marwah). Kemudian saya (‘Âisyah) mengkabarkan kepada Abû Bakr bin ‘Abdurrahmân[13], dia (Abû Bakr bin ‘Abdurrahmân) pun mengatakan: “Sesungguhnya ini adalah ilmu, saya (Abû Bakr bin ‘Abdurrahmân) belum pernah mendengarnya[14]. Sungguh saya (Abû Bakr bin ‘Abdurrahmân) pernah mendengar beberapa orang Ahli ‘Ilmu menyebutkan: “Bahwa ada Kaum Muslimîn selain yang disebutkan ‘Âisyah dari kalangan mereka (orang-orang Anshâr) yang bertalbiyah mengagungkan Manât, semuanya thaŵâf (sa’i) antara (Bukit) Shafâ dan Marwah. Dan ketika Allâh SWT. menyebut thaŵâf di Baitullâh (Ka’bah), dan tidak menyebut (Bukit) Shafâ dan Marwah di dalam al-Qurân; mereka (orang-orang Anshâr) berkata: “Wahai Rasûlullâh SAW; kami (orang-orang Anshâr) dahulukala thaŵâf (sa’i) antara (Bukit) Shafâ dan Marwah, dan sesungguhnya Allâh SWT. telah menurunkan (perintah) thaŵâf di Baitullâh (Ka’bah), akan tetapi (dalam perintah Allah) tidak menyebutkan (perintah sa’i di) Shafâ (dan Marwah). Apakah kami (orang-orang Anshâr) berdosa kalau thaŵâf (sa’i) antara (Bukit) Shafâ dan Marwah?”. Maka Allâh SWT. menurunkan (Surat al-Baqarah, Ayat: 158):
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ .......... (١٥٨)
158. Sesungguhnya Shafâ dan Marwah adalah sebagian dari Syi'ar Allâh……………”.



“(‘Urwah bin az-Zubair melanjutkan periwayatannya): “‘Âisyah berkata: “Abû Bakr bin ‘Abdurrahmân berkata: “Saya (Abû Bakr bin ‘Abdurrahmân) mendengar Ayat (Surat al-Baqarah, Ayat: 158) ini turun tentang dua kelompok: “(Kelompok pertama) merasa berdosa karena thaŵâf (sa’i) antara (Bukit) Shafâ dan Marwah pada masa Jâhiliŷah. (Kelompok kedua) merasa berdosa karena mengerjakan sa’i (dan thaŵâf) antara keduanya (antara Bukit Shafâ-Marwah dan Ka’bah) sesudah (datangnya ajaran) Islâm (dan setelah orang-orang Anshâr masuk agama Islâm); karena Allâh SWT. hanya memerintahkan thaŵâf di Baitullâh (Ka’bah) saja, Allâh SWT. tidak menyebutkan (perintah sa’i di) Shafâ (dan Marwah); hingga Allâh SWT. menerangkan hal tersebut[15] setelah menyebutkan thaŵâf di Baitullâh (Ka’bah)”.



KETERANGAN (dari para Muhadditsîn[16]):
Hadis di atas berkualitas shahîh[17], karena semua rawinya tsiqqât[18].

  1. Al-Hâfizh Bukhârî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 1665, 4135, dan 4483).
  2. Al-Hâfizh Muslim[19] juga meriwayatkan dengan periwayatan yang ringkas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslimnya (No. Hadis: 2239, 2240, 2241, dan 2242).
  3. Al-Hâfizh at-Tirmidzî[20] juga meriwayatkan dengan periwayatan yang lebih pendek dan ringkas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (No. Hadis: 2891), dan kata al-Hâfizh at-Tirmidzî: “Hadis yang ia (at-Tirmidzî) riwayatkan berkualitas hasan shahîh”.
  4. Al-Hâfizh Abû Dâwud[21] juga meriwayatkan dengan periwayatan yang lebih pendek dan ringkas dalam Sunan Abî Dâwudnya (No. Hadis: 1625).
  5. Al-Hâfizh an-Nasâ-î[22] juga meriwayatkan dengan periwayatan yang lebih pendek dan ringkas dalam Sunan an-Nasâ-î al-Kubrânya (No. Hadis: 2918, dan 2919).
  6. Al-Hâfizh Ibnu Mâjah[23] juga meriwayatkan dengan periwayatan yang lebih pendek dan ringkas dalam Sunan Ibn Mâjahnya (No. Hadis: 2977).
  7. Al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal[24] juga meriwayatkan dengan periwayatan yang lebih pendek dan ringkas dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (No. Hadis: 23960, 24135, dan 24717).
  8. Al-Hâfizh Mâlik[25] juga meriwayatkan dengan periwayatan yang lebih pendek dan ringkas dalam al-Muwaththa’nya (No. Hadis: 733).
  9. Al-Hâfizh Ibnu Hibbân[26] juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Shahîh Ibn Hibbânnya (No. Hadis: 3912 dan 3913).
  10. Al-Hâfizh Ibnu Khuzaymah juga meriwayatkan dengan periwayatan yang pendek dan ringkas dalam Shahîh Ibn Khuzaymahnya (No. Hadis: 2556, 2557, dan 2559).
  11. Al-Hâfizh al-Hâkim juga meriwayatkan dengan periwayatan yang lebih pendek dan ringkas dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (No. Hadis: 3024), dan kata al-Hâfizh al-Hâkim: “Hadis yang ia (al-Hâkim) riwayatkan berkualitas shahîh menurut persyaratan shahîh Bukhârî dan Muslim, akan tetapi keduanya (Bukhârî dan Muslim) tidak meriwayatkan Hadis yang al-Hâkim riwayatkan”.
  12. Al-Hâfizh ath-Thabrânî[27] juga meriwayatkan dengan periwayatan yang lebih pendek dan ringkas dalam al-Mu’jam al-Awsathnya (No. Hadis: 4794 dan 5209).
  13. Al-Hâfizh al-Bayhaqî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam as-Sunan al-Kubrâ li al-Bayhaqînya (5/96 - 5/97).
  14. Al-Hâfizh al-Humaidî[28] juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Musnad Abû Bakr al-Humadînya (1/107).
  15. Al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim[29] juga meriwayatkan dengan periwayatan yang lebih pendek dan ringkas dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (No. Hadis: 1425 dan 1426).
  16. Imâm Ibnu Jarîr[30] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (2/718 - 2/719, 2/721, dan 2/726).
  17. Al-Hâfizh Ibnu Katsir[31] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya (Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 469 - 470)[32], dengan menyandarkan kepada Riwayat al-Hâfizh Bukhârî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 1534).
  18. 18.  Al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî[33] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 2, 2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada Riwayat al-Hâfizh Bukhârî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 1534).
  19. 19.  Abû ‘Awânah[34] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Mustakhraj Abî ‘Awânahnya (No. Hadis: 2585, 2685, 2686, 2687, dan 2688).






Al-Imâm al-Hâfizh[35] Bukhârî[36] juga meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 1538):
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ, قَالَ: أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ, قَالَ: أَخْبَرَنَا عَاصِمٌ, قَالَ: قُلْتُ لِأَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, أَكُنْتُمْ تَكْرَهُوْنَ السَّعْيَ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ؟. قَالَ: نَعَمْ, لِأَنَّهَا كَانَتْ مِنْ شَعَائِرِ الْجَاهِلِيَّةِ. حَتَّى أَنْزَلَ اللهُ: (إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا........).
“Ahmad bin Muhammad[37] telah bercerita kepada kami (kepada Bukhârî), dia (Ahmad bin Muhammad) berkata: “‘Abdullâh bin al-Mubârak[38] telah mengabarkan kami (mengabarkan Ahmad bin Muhammad), dia (Abdullâh bin al-Mubârak) berkata: “‘Âshim bin Sulaimân[39] telah mengabarkan kami (mengabarkan ‘Abdullâh bin al-Mubârak), dia (Âshim bin Sulaimân) berkata: “Saya (‘Âshim bin Sulaimân) berkata kepada Anas bin Mâlik[40]: “Apakah engkau (Anas bin Mâlik) membenci sa’i antara (Bukit) Shafâ dan Marwah?”. Dia (Anas bin Mâlik) berkata: “Iya, karena keduanya (sa’i antara Bukit Shafâ dan Marwah) merupakan perkara Jâhiliŷah”. Hingga Allâh SWT. menurunkan (Surat al-Baqarah, Ayat: 158):
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا .......... (١٥٨)
158. Sesungguhnya Shafâ dan Marwah adalah sebagian dari Syi'ar Allâh. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullâh (Ka’bah) atau ber-'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i (dan thaŵâf) antara keduanya (antara Shafâ-Marwah dan Ka’bah)..........”.



KETERANGAN (mengenai Hadis di atas):
Hadis di atas berkualitas shahîh[41], karena semua rawinya tsiqqât[42].

  1. Al-Hâfizh Bukhârî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 4136).
  2. Al-Hâfizh Muslim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslimnya (No. Hadis: 2243).
  3. Al-Hâfizh at-Tirmidzî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (No. Hadis: 2892), dan kata al-Hâfizh at-Tirmidzî: “Hadis yang ia (at-Tirmidzî) riwayatkan berkualitas hasan shahîh”.
  4. Al-Hâfizh Ibnu Khuzaymah juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Shahîh Ibn Khuzaymahnya (No. Hadis: 2558).
  5. Al-Hâfizh al-Hâkim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (No. Hadis: 3025), dan kata al-Hâfizh al-Hâkim: “Hadis yang ia (al-Hâkim) riwayatkan berkualitas shahîh menurut persyaratan shahîh Bukhârî dan Muslim, akan tetapi keduanya (Bukhârî dan Muslim) tidak meriwayatkan Hadis yang al-Hâkim riwayatkan”.
  6. Al-Hâfizh Abû Ya’lâ juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Musnad Abî Ya’lâ al-Mûshilînya (No. Hadis: 4607).
  7. Al-Hâfizh ‘Abdul Humaid[43] juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Muntakhabnya (No. Hadis: 1224).
  8. Al-Hâfizh al-Bayhaqî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam as-Sunan al-Kubrâ li al-Bayhaqînya (5/97).
  9. Al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (No. Hadis: 1427).
  10. Imâm Ibnu Jarîr juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (2/715).
  11. Al-Hâfizh Ibnu Katsir juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya (Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 470)[44], dengan menyandarkan kepada Riwayat al-Hâfizh Bukhârî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 1538).
  12. Al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 2, 2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada Riwayat al-Hâfizh Bukhârî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 1538).
  13. Abû ‘Awânah juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Mustakhraj Abî ‘Awânahnya (No. Hadis: 2689).





PENJELASAN (kedudukan hadis di atas):
Atsar[45] ‘Âisyah dan Anas bin Mâlik di atas digolongkan Mawqûf li hukmi Marfû’, maksudnya: hadis Mawqûf[46] yang dihukumi Marfû’[47]. Karena para Muhadditsîn[48] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfû’, dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Âisyah dan Anas bin Mâlik di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfû’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Âisyah dan Anas bin Mâlik di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).




KESIMPULAN:
Hadis-hadis di atas memiliki 3 asbâbun nuzûl, yaitu:

  1. Mengenai orang-orang Anshâr yang merasa berdosa karena sa’i antara Bukit Shafâ dan Marwah pada masa Jâhiliŷah.
  2. Mengenai orang-orang Anshâr yang merasa berdosa karena mengerjakan sa’i dan thaŵâf antara Bukit Shafâ-Marwah dan Ka’bah sesudah datangnya ajaran Islâm, dan setelah orang-orang Anshâr masuk agama Islâm; karena Allâh SWT. hanya memerintahkan thaŵâf di Baitullâh (Ka’bah) saja, Allâh SWT. tidak menyebutkan perintah sa’i di Shafâ dan Marwah; hingga Allâh SWT. menerangkan hal tersebut[49] setelah menyebutkan thaŵâf di Baitullâh (Ka’bah).
  3. Mengenai Anas bin Mâlik yang membenci sa’i antara Bukit Shafâ dan Marwah.






BIBLIOGRAFI

Al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârî (al-Imâm al-Hâfizh al-Bukhârî/ Muhammad bin Ismâ’îl
bin Ibrâhîm bin al-Mughîrah bin Bardizbah).
Al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslim (al-Imâm al-Hâfizh Muslim/ Muslim bin al-Hajjâj bin Muslim
bin Warad).
Al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzî (al-Hâfizh at-Tirmidzî/ Muhammad bin Îsâ bin
Saurah bin Mûsâ bin adh-Dhahâk).
Al-Mu’jam al-Awsath (al-Hâfizh ath-Thabrânî/ Sulaimân bin Ahmad bin Aŷûb bin Muthîr).
Al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhayn (al-Hâfizh al-Hâkim/ Abî ‘Abdullâh al-Hâkim
an-Naisâbûrî).
Al-Muwaththa’ (al-Imâm al-Hâfizh Mâlik bin Anas/ Mâlik bin Anas bin Mâlik bin Abî
‘Âmir).
As-Sunan al-Kubrâ li al-Bayhaqî (al-Hâfizh al-Bayhaqî).
Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/ Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin
Katsîr bin Ghâlib).
Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl (al-Hâfizh as-Suyûthî/ ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr).
Muntakhab (al-Hâfizh ‘Abdul Humaid/ ‘Abdul Humaid bin Humaid bin Nashr).
Musnad Abî Ya’lâ al-Mûshilî (al-Hâfizh Abû Ya’lâ).
Musnad Abû Bakr al-Humadî (al-Hâfizh al-Humaidî/ ‘Abdullâh bin az-Zubair bin ‘Îsâ bin
‘Ubaidillâh).
Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbal (al-Imâm al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal/ Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin Asad).
Mustakhraj Abî ‘Awânah (Abû ‘Awânah/ Wadhâh bin ‘Abdullâh Maulâ Yazîd bin ‘Athâ’).
Shahîh Ibn Hibbân (al-Hâfizh Ibnu Hibbân/ Muhammad bin Hibbân bin Ahmad bin Hibbân
bin Mu’âdz bin Ma’bad).
Shahîh Ibn Khuzaymah (al-Hâfizh Ibnu Khuzaymah).
Sunan Abî Dâwud (al-Hâfizh Abû Dâwud/ Sulaimân bin al-Asy’ats bin Syadâd bin ‘Amrû
bin ‘Âmir).
Sunan an-Nasâ-î al-Kubrâ (al-Hâfizh an-Nasâ-î/ Ahmad bin Syu’aib bin ‘Alî bin Sunân bin
Bahr).
Sunan Ibn Mâjah (al-Hâfizh Ibnu Mâjah/ Muhammad bin Yazîd).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (al-Hâfizh Ibnu Katsîr/ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr).
Tafsîr Ibn Abî Hâtim (al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim/ ‘Abdurrahmân bin Abî Hâtim).



















[1] Shafâ dan Marwah yaitu: “Bukit-bukit (sekumpulan gunung-gunung yang berbatu) yang ada di Arab Saudi”. (Imâm Ibnu Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân; Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar. Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 708 - 710).

[2] (شَعَائِرِ اللهِ), maksudnya: “Tanda-tanda dan bukti kebesaran Allâh; maupun tempat beribadah kepada Allâh”. (Imâm Ibnu Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân; Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar. Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 710 - 711).

[3] Allâh mensyukuri hamba-Nya, maksudnya: Allâh SWT. memberi pahala terhadap amal-amal (perbuatan) hamba-Nya, mema'afkan kesalahan hamba-hambanya, menambah nikmat-Nya dan sebagainya.

[4] Al-Hâfizh adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal 100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în, ‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, ad-Dâruquthnî, ath-Thabrânî, al-Bayhaqî, al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî, dan sebagainya.

[5] Nama sebenarnya yaitu: Muhammad bin Ismâ’îl bin Ibrâhîm bin al-Mughîrah bin Bardizbah. Ia (Bukhârî) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ pertengahan. Dan ia (Bukhârî) juga merupakan seorang tsiqqah mutqan al-Imâm al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang kuat lagi kokoh, al-Imâm dan al-Hâfizh). Ia (Bukhârî) juga seorang pakar hadîts (hadis), tafsîr (tafsir), fiqh (fiqih), târîkh (sejarah) dan lughah (gramatika). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Ju’fŷ al-Bukhârî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab (gelar/titel) nya: al-Imâm al-Hâfizh Bukhârî. Ia (Bukhârî) lahir di Bukhârâ pada tahun 194 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Bukhârî) wafat di desa Khartank (wilayah Samarqand) pada tahun 256 Hijriyah.

[6] Nama sebenarnya yaitu: al-Hakam bin Nâfi’. Ia (Abû al-Yamân) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Dan ia (Abû al-Yamân) juga merupakan seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Bahrânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-Yamân. Tempat tinggalnya di Syâm. Ia (Abû al-Yamân) wafat di Halwân pada tahun 222 Hijriyah.

[7] Nama lengkapnya yaitu: Syu’aib bin Abî Hamzah Dînâr. Ia (Syu’aib) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în senior. Ia (Syu’aib) adalah seorang yang tsiqqah (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Umawî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Bisyr. Tempat tinggalnya di Syâm. Ia (Syu’aib) wafat pada tahun 162 Hijriyah.

[8] Nama sebenarnya yaitu: Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillâh bin ‘Abdullâh bin Syihâb. Ia (az-Zuhrŷ) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan. Semua Muhadditsîn telah berijma’ tentang kemuliaan dan ke-tsiqqah-an az-Zuhrŷ. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî az-Zuhrŷ. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (az-Zuhrŷ) wafat pada tahun 124 Hijriyah.

[9] Nama lengkapnya yaitu: ‘Urwah bin az-Zubair bin al-‘Aŵâm bin Khuwailid bin Asad bin ‘Abdul ‘Izzî bin Qushay. Ia (‘Urwah bin az-Zubair) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (‘Urwah bin az-Zubair) adalah seorang yang tsiqqah (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (‘Urwah bin az-Zubair) wafat pada tahun 93 Hijriyah.

[10] Nama lengkapnya yaitu: ‘Âisyah binti Abî Bakr ash-Shiddîq. Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Ia (‘Âisyah) merupakan salah satu pakar hadîts (hadis) terkemuka di kalangan Sahabat; serta ia (‘Âisyah) telah meriwayatkan 2.210 Hadîts. Ia (‘Âisyah) juga seorang pakar thîbb (kedokteran), fiqh (fiqih), syi’ir (sya’ir) dan lughah (gramatika). Nasab (keturunan) nya yaitu: at-Taymiŷah. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Umm ‘Abdullâh. Laqab (gelar/titel) nya: Umm al-Mu’minîn. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (‘Âisyah) wafat di Madînah pada tahun 58 Hijriyah.

[11] Bertalbiyah yaitu: Menyambut panggilan dengan mengucapkan lafazh: “Labbaik”.

[12] Manât yaitu: “Nama berhala (patung) yang disembah pada masa Jâhiliŷah”.

[13] Nama lengkapnya yaitu: Abû Bakr bin ‘Abdurrahmân bin al-Hârits bin Hisyâm bin al-Mughîrah. Ia (Abû Bakr bin ‘Abdurrahmân) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Abû Bakr bin ‘Abdurrahmân) adalah seorang yang tsiqqah (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Makhzûmî al-Qurasyî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Abû Bakr bin ‘Abdurrahmân) wafat pada tahun 194 Hijriyah.

[14] Maksudnya: Sebelumnya Abû Bakr bin ‘Abdurrahmân belum pernah mendengar periwayatan dari ‘Âisyah binti Abû Bakar ash-Shiddîq.

[15] Maksudnya: Sebelumnya orang-orang Anshâr merasa berdosa ketika mengerjakan sa’i antara Bukit Shafâ dan Marwah; kemudian Allah SWT. menurunkan Surat al-Baqarah, Ayat: 158 yang menerangkan (menjelaskan) disyari’atkannya sa’i antara Bukit Shafâ dan Marwah.

[16] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[17] Hadis Shahîh ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama, baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada kecacatan (‘illat).

[18] Tsiqqât adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.

[19] Nama lengkapnya yaitu: Muslim bin al-Hajjâj bin Muslim bin Warad. Ia (Imâm Muslim) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ dekat pertengahan. Dan ia (Imâm Muslim) juga merupakan seorang tsiqqah al-Imâm al-Hâfizh al-Hujjah (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Imâm al-Hâfizh dan al-Hujjah). Ia (Imâm Muslim) juga seorang pakar hadîts (hadis) terkemuka. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qusyairî an-Naysâbûrî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-Husain. Laqab (gelar/titel) nya: al-Imâm al-Hâfizh Muslim. Ia (Imâm Muslim) lahir di Naysâbûr (Kota kecil yang ada di negara Iran) pada tahun 204 atau 206 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Naysâbûr. Ia (Imâm Muslim) wafat di Naysâbûr pada tahun 261 Hijriyah.

[20] Nama sebenarnya yaitu: Muhammad bin Îsâ bin Saurah bin Mûsâ bin adh-Dhahâk. Ia (at-Tirmidzî) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ junior. Dan ia (at-Tirmidzî) juga merupakan seorang tsiqqah al-Imâm al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Imâm dan al-Hâfizh). Ia (at-Tirmidzî) juga seorang pakar hadîts (hadis) dan fiqh (fiqih). Nasab (keturunan) nya yaitu: as-Sulamî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Îsâ. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh at-Tirmidzî. Ia (at-Tirmidzî) lahir di Turmudzî (Kota kecil yang terletak di sebelah Utara negara Iran) pada tahun 209 atau 210 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Turmudzî. Ia (at-Tirmidzî) wafat pada tahun 279 Hijriyah di daerah Bugh, yaitu suatu daerah yang dekat dengan daerah Turmudzî.

[21] Nama sebenarnya yaitu: Sulaimân bin al-Asy’ats bin Syadâd bin ‘Amrû bin ‘Âmir. Ia (Abû Dâwud) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ dekat pertengahan. Dan ia (Abû Dâwud) juga merupakan seorang tsiqqah mutqan al-Imâm al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang kuat lagi kokoh, al-Imâm dan al-Hâfizh). Ia (Abû Dâwud) juga seorang pakar hadîts (hadis), dan fiqh (fiqih). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Azdî as-Sijistânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Dâwud. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh Abû Dâwud. Ia (Abû Dâwud) lahir di Sijistân (suatu Daerah yang terletak antara negara Iran dan Afghanistan) pada tahun 202 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Abû Dâwud) wafat di Bashrah pada tahun 275 Hijriyah.

[22] Nama sebenarnya yaitu: Ahmad bin Syu’aib bin ‘Alî bin Sunân bin Bahr. Ia (an-Nasâ-î) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ junior. Dan ia (an-Nasâ-î) juga merupakan seorang tsiqqah al-Qâdhî al-Imâm al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Imâm al-Hâfizh dan seorang Hakim di Mesir). Ia (an-Nasâ-î) juga seorang pakar hadîts (hadis) dan fiqh (fiqih). Nasab (keturunan) nya yaitu: an-Nasâ-î an-Nasawy. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdurrahmân. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh an-Nasâ-î. Ia (an-Nasâ-î) lahir di Kota Nasâ (wilayah Khurrâsân) pada tahun 215 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Mesir. Ia (an-Nasâ-î) wafat di Ramalah (wilayah Palestina) pada tahun 303 Hijriyah; ia (an-Nasâ-î) dimakamkan di Baitul Maqdis (Palestina). Ia (an-Nasâ-î) berusia 88 tahun.

[23] Nama sebenarnya yaitu: Muhammad bin Yazîd. Ia (Ibnu Mâjah) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ junior. Dan ia (Ibnu Mâjah) juga merupakan seorang tsiqqah al-Imâm al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Imâm dan al-Hâfizh). Ia (Ibnu Mâjah) juga seorang pakar hadîts (hadis), tafsîr (tafsir), fiqh (fikih), dan târîkh (sejarah). Nasab (keturunan) nya yaitu: ar-Rabi’î al-Qazwînî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh Ibn Mâjah. Ia (Ibnu Mâjah) lahir di Qazwîn (Kota besar yang ada di negara Iran) pada tahun 207 atau 209 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Qazwîn. Ia (Ibnu Mâjah) wafat pada tahun 273 Hijriyah.

[24] Nama sebenarnya yaitu: Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin Asad. Ia (Ahmad bin Hanbal) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Dan ia (Ahmad bin Hanbal) juga merupakan seorang tsiqqah mutqan al-Imâm al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Imâm al-Hâfizh yang kuat dan kokoh). Ia (Ahmad bin Hanbal) juga seorang pakar hadîts (hadis) dan fiqh (fiqih). Nasab (keturunan) nya yaitu: asy-Syaibânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab (gelar/titel) nya: al-Imâm al-Hâfizh Ahmad Ibn Hanbal. Ia (Ahmad bin Hanbal) lahir di Baghdâd pada tahun 164 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ahmad bin Hanbal) wafat di Baghdâd pada tahun 241 Hijriyah.

[25] Nama lengkapnya yaitu: Mâlik bin Anas bin Mâlik bin Abî ‘Âmir. Ia (Imâm Mâlik) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în senior. Dan ia (Imâm Mâlik) juga merupakan seorang tsiqqah mutqan al-Imâm al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Imâm al-Hâfizh yang kuat dan kokoh). Ia (Imâm Mâlik) juga seorang pakar hadîts (hadis) dan fiqh (fiqih). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Ashbahî al-Madanî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab (gelar/titel) nya: al-Imâm al-Hâfizh Mâlik. Ia (Imâm Mâlik) lahir di Madînah pada tahun 93 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Imâm Mâlik) wafat di Madînah pada tahun 179 Hijriyah. Ia (Imâm Mâlik) berusia 86 tahun.

[26] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Hibbân bin Ahmad bin Hibbân bin Mu’âdz bin Ma’bad. Ia (Ibnu Hibbân) merupakan seorang tsiqqah al-Imâm al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Imâm dan al-Hâfizh). Ia (Ibnu Hibbân) juga seorang pakar lughah (gramatika) hadîts (hadis), târîkh (sejarah), ath-Thibb (kedokteran), fiqh (fiqih), dan sebagainya. Nasab (keturunan) nya yaitu: at-Tamîmî, ad-Dârimî al-Bustî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Hâtim. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh Ibn Hibbân. Ia (Ibnu Hibbân) lahir di Bustî (salah satu Kampung yang terletak di Sijistân) pada tahun 270 atau 271 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Khurrâsân. Ia (Ibnu Hibbân) wafat pada tahun 354 Hijriyah.

[27] Nama sebenarnya yaitu: Sulaimân bin Ahmad bin Aŷûb bin Muthîr. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Lakhamî asy-Syâmî ath-Thabrânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-Qâsim. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh ath-Thabrânî. Ia (ath-Thabrânî) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Ia (ath-Thabrânî) juga seorang pakar tafsîr (tafsir) dan hadîts (hadis). Ia (ath-Thabrânî) lahir di Thabariŷah (wilayah Palestina) pada tahun 260 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Ishfahân. Ia (ath-Thabrânî) wafat di Ishfahân pada tahun 360 Hijriyah.

[28] Nama sebenarnya yaitu: ‘Abdullâh bin az-Zubair bin ‘Îsâ bin ‘Ubaidillâh. Ia (al-Humaidî) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Dan ia (al-Humaidî) juga merupakan seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Humaidî al-Qurasyî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Bakr. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh al-Humaidî. Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rûdz. Ia (al-Humaidî) wafat di Marwa ar-Rûdz pada tahun 219 Hijriyah.

[29] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Hâtim. Ia (Ibnu Abî Hâtim) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Nasab (keturunan) nya yaitu: ar-Râzî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhammad. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh Ibn Abî Hâtim. Ia (Ibnu Abî Hâtim) adalah pakar tafsîr (tafsir) dan hadîts (hadis). Ia (Ibnu Abî Hâtim) wafat pada tahun 327 Hijriyah.

[30] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib. Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim (kredibel ke-âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Ja’far ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ at-Tafsîr dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari Sittân pada tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ibnu Jarîr) wafat di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.

[31] Nama lengkapnya yaitu: Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî ad-Dimasyqî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-Fidâ’. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh Ibn Katsîr. Ia (Ibnu Katsîr) adalah seorang tsiqqah mutqan al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh yang kokoh dan kuat). Ia (Ibnu Katsîr) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts (hadis) dan târîkh (sejarah). Ia (Ibnu Katsîr) lahir di Bashrah pada tahun 700 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Ibnu Katsîr) wafat di Bashrah pada tahun 774 Hijriyah, dan dikubur di Damsyiq (Damaskus).

[32] Al-Hâfizh Ibnu Katsîr. Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad as-Salâmah. Ar-Riyadh: Dâr Thayyibah. Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 469 - 470.

[33] Nama sebenarnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Jalâluddîn. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Serta ia (as-Suyûthî) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts (hadis), lughah (gramatika), adb (sastra), fiqh (fikih), târîkh (sejarah), dan sebagainya. Nasab (keturunan) nya yaitu: as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) lahir di Qâhirah pada tahun 849 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî) wafat di Qâhirah pada tahun 911 Hijriyah.

[34] Nama lengkapnya yaitu: Wadhâh bin ‘Abdullâh Maulâ Yazîd bin ‘Athâ’. Ia (Abû ‘Awânah) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în senior. Ia (Abû ‘Awânah) adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Yasykarî al-Wâsithî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Awânah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Abû ‘Awânah) wafat di Bashrah pada tahun 176 Hijriyah.

[35] Al-Hâfizh adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal 100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în, ‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, ad-Dâruquthnî, ath-Thabrânî, al-Bayhaqî, al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî, dan sebagainya.

[36] Nama sebenarnya yaitu: Muhammad bin Ismâ’îl bin Ibrâhîm bin al-Mughîrah bin Bardizbah. Ia (Bukhârî) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ pertengahan. Dan ia (Bukhârî) juga merupakan seorang tsiqqah mutqan al-Imâm al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang kuat lagi kokoh, al-Imâm dan al-Hâfizh). Ia (Bukhârî) juga seorang pakar hadîts (hadis), tafsîr (tafsir), fiqh (fiqih), târîkh (sejarah) dan lughah (gramatika). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Ju’fŷ al-Bukhârî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab (gelar/titel) nya: al-Imâm al-Hâfizh Bukhârî. Ia (Bukhârî) lahir di Bukhârâ pada tahun 194 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Bukhârî) wafat di desa Khartank (wilayah Samarqand) pada tahun 256 Hijriyah.

[37] Nama lengkapnya yaitu: Ahmad bin Muhammad bin Mûsâ. Ia (Ahmad bin Muhammad) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Dan ia (Ahmad bin Muhammad) juga merupakan seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Nasab (keturunan) nya yaitu: as-Samsâri al-Marwazî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs. Laqab (gelar/titel) nya: Mardawaih. Tempat tinggalnya di Hamsh. Ia (Ahmad bin Muhammad) wafat pada tahun 238 Hijriyah.

[38] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin al-Mubârak bin Wâdhih. Ia (‘Abdullâh bin al-Mubârak) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în pertengahan. Ia (‘Abdullâh bin al-Mubârak) adalah seorang tsiqqah tsabat al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Hanzhalî al-Marwazî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdurrahmân. Tempat tinggalnya di Hamsh. Ia (‘Abdullâh bin al-Mubârak) wafat di Hirrah pada tahun 181 Hijriyah.

[39] Namanya yaitu: ‘Âshim bin Sulaimân. Ia (‘Âshim bin Sulaimân) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan. Ia (‘Âshim bin Sulaimân) adalah seorang yang tsiqqah (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Bashrî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdurrahmân. Laqab (gelar/titel) nya: al-Ahwal. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (‘Âshim bin Sulaimân) wafat pada tahun 142 Hijriyah.

[40] Nama lengkapnya yaitu: Anas bin Mâlik bin an-Nadhar bin Dhamdham bin Zaid bin Harâm. Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Ia (Anas bin Mâlik) merupakan salah satu pakar hadîts (hadis) terkemuka di kalangan Sahabat; serta ia (Anas bin Mâlik) telah meriwayatkan 2.286 Hadîts. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Anshârî al-Madanî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Hamzah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Anas bin Mâlik) wafat pada tahun 91 Hijriyah.

[41] Hadis Shahîh ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama, baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada kecacatan (‘illat).

[42] Tsiqqât adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.

[43] Nama sebenarnya yaitu: ‘Abdul Humaid bin Humaid bin Nashr. Ia (‘Abdul Humaid) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ pertengahan. Dan ia (‘Abdul Humaid) juga merupakan seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Kusyî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhammad. Laqab (gelar/titel) nya: ‘Abd. Tempat tinggalnya di Hamsh. Ia (‘Abdul Humaid) wafat di Karbalâ pada tahun 249 Hijriyah.

[44] Al-Hâfizh Ibnu Katsîr. Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad as-Salâmah. Ar-Riyadh: Dâr Thayyibah. Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 470.

[45] Atsar adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan perbuatan.

[46] Hadis Mawqûf yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.

[47] Marfu’ maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.

[48] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[49] Maksudnya: Sebelumnya orang-orang Anshâr merasa berdosa ketika mengerjakan sa’i antara Bukit Shafâ dan Marwah; kemudian Allah SWT. menurunkan Surat al-Baqarah, Ayat: 158 yang menerangkan (menjelaskan) disyari’atkannya sa’i antara Bukit Shafâ dan Marwah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar