Asbâbun Nuzûl
Surat al-Baqarah (2), Ayat: 170
وَإِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا
مَا أَنْزَلَ اللهُ قَالُوْا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا
أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُوْنَ شَيْئًا وَّلاَ يَهْتَدُوْنَ (١٧٠)
170.
Dan apabila dikatakan kepada mereka (kepada sekelompok Kaum Yahûdi): "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allâh (ajaran agama
Islâm)”. Mereka (sekelompok
Kaum Yahûdi) menjawab:
"(Tidak), akan tetapi kami (sekelompok Kaum Yahûdi) hanya mengikuti
apa yang telah kami (sekelompok Kaum Yahûdi) dapatkan
dari (ajaran) bapak-bapak (nenek moyang) kami". (Apakah sekelompok Kaum
Yahûdi akan tetap mengikuti ajaran
nenek moyang mereka) meskipun bapak-bapak (nenek moyang) mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".
Al-Hâfizh[1] Ibnu Katsîr[2] mengeluarkan dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya (Jilid. 1, Juz. 1,
halaman: 480)[3], dengan menisbahkan kepada Muhammad bin Ishâq dalam Tafsîr Muhammad Ibn
Ishâqnya:
وَرَوَى
ابْنُ إِسْحَاقَ, عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِيْ
مُحَمَّدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ, أَوْ
سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّهَا نَزَلَتْ فِيْ طَائِفَةٍ مِّنَ
الْيَهُوْدِ. دَعَاهُمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْإِسْلاَمِ،
فَقَالُوْا: بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا. فَأَنْزَلَ اللهُ
هَذِهِ الآيَةَ.
“Muhammad bin Ishâq[4] telah meriwayatkan dari Muhammad
bin Abî Muhammad[5], dari ‘Ikrimah[6], atau (dan dari) Sa’îd bin Jubair[7], dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs[8]: “Sesungguhnya (Surat al-Baqarah,
Ayat: 170) turun mengenai sekelompok Kaum Yahûdi. Rasûlullâh SAW. telah menyeru
mereka (sekelompok Kaum Yahûdi) untuk masuk (memeluk) agama Islâm; kemudian
mereka (sekelompok Kaum Yahûdi) berkata: “Akan tetapi kami (sekelompok Kaum
Yahûdi) hanya mengikuti apa yang telah kami (sekelompok Kaum Yahûdi) dapatkan
dari bapak-bapak (nenek moyang) kami”. Maka Allâh SWT. menurunkan Ayat ini (Surat al-Baqarah, Ayat: 170):
وَإِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا
مَا أَنْزَلَ اللهُ قَالُوْا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا
أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُوْنَ شَيْئًا وَّلاَ يَهْتَدُوْنَ (١٧٠)
170.
Dan apabila dikatakan kepada mereka (kepada sekelompok Kaum Yahûdi): "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allâh (ajaran agama
Islâm)”. Mereka (sekelompok
Kaum Yahûdi) menjawab:
"(Tidak), akan tetapi kami (sekelompok Kaum Yahûdi) hanya
mengikuti apa yang telah kami (sekelompok Kaum Yahûdi) dapatkan
dari (ajaran) bapak-bapak (nenek moyang) kami". (Apakah sekelompok Kaum
Yahûdi akan tetap mengikuti
ajaran nenek moyang mereka) meskipun bapak-bapak (nenek moyang) mereka itu
tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".
Di dalam Riwayat al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim
dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (1/281 atau 1/282), ataupun (No. Hadis:
1511 atau No. Hadis: 1512) terdapat pernyataan sima’ (mendengar) Muhammad bin Ishâq bin Yasâr dari Muhammad bin
Abî Muhammad Maulâ Zaid bin Tsâbit: “Muhammad bin Ishâq bin Yasâr berkata:
“Muhammad bin Abî Muhammad Maulâ Zaid bin Tsâbit telah bercerita kepada saya
(kepada Muhammad bin Ishâq bin Yasâr)…………......”.
1.
Al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim[13] juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya
(1/281 atau 1/282), ataupun (No. Hadis: 1511 atau No. Hadis: 1512).
2. Imâm Ibnu Hisyâm juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam as-Sîrah
an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâmnya (1/552).
3.
Imâm Ibnu Jarîr[14] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an
Ta-wîl ay al-Qurânnya (3/41), melalui jalur sanad[15] Muhammad bin Humaid bin Haŷân.
4. Al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî[16] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 2, 2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr
Ibn Abî Hâtimnya (1/281 atau 1/282), ataupun (No. Hadis: 1511 atau No.
Hadis: 1512). Beliau (al-Hâfizh Jalâluddîn
as-Suyûthî) juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûrnya (2/128)[17].
PENJELASAN (kedudukan hadis di atas):
Atsar[18] ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas digolongkan Mawqûf li
hukmi Marfû’, maksudnya: hadis Mawqûf[19] yang dihukumi Marfû’[20]. Karena para Muhadditsîn[21] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfû’,
dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab
turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfû’ oleh
para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam
hukum Syara’ (Islam).
KESIMPULAN
Hadis di atas berkualitas shahîh[22], dan dikuatkan ke-râjih-annya
dengan Hadis-hadis melalui jalur (sanad) lain sebagaimana yang telah
saya kemukakan di atas; sehingga kokoh dan kuatlah Hadis di atas, dan dapat
dijadikan hujjah (pedoman/landasan) dalam Syara’ (Islam).
BIBLIOGRAFI
Ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûr (al-Hâfizh as-Suyûthî/ ‘Abdurrahmân
bin Abî Bakr).
As-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâm (Imâm Ibnu Hisyâm).
Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/ Muhammad bin Jarîr bin
Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib).
Lubâb
an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl (al-Hâfizh
as-Suyûthî/ ‘Abdurrahmân bin Abî
Bakr).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (al-Hâfizh Ibnu Katsîr/ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr).
Tafsîr Ibn Abî Hâtim (al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim/ ‘Abdurrahmân bin Abî Hâtim).
Tafsîr Ibn Ishâq (Ibnu Ishâq/ Muhammad bin Ishâq bin Yasâr).
[1] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, ad-Dâruquthnî,
ath-Thabrânî, al-Bayhaqî, al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî,
Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî,
adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim,
Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan,
Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî, dan sebagainya.
[2] Nama
lengkapnya yaitu: Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr. Nasab (keturunan) nya
yaitu: al-Qurasyî ad-Dimasyqî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû
al-Fidâ’. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh Ibn Katsîr. Ia
(Ibnu Katsîr) adalah seorang tsiqqah mutqan al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an
dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh yang kokoh dan kuat).
Ia (Ibnu Katsîr) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts
(hadis) dan târîkh (sejarah). Ia (Ibnu Katsîr) lahir di Bashrah
pada tahun 700 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Ibnu Katsîr)
wafat di Bashrah pada tahun 774 Hijriyah, dan dikubur di Damsyiq
(Damaskus).
[3] Al-Hâfizh Ibnu Katsîr. Tafsîr al-Qurân
al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad as-Salâmah. Ar-Riyadh: Dâr
Thayyibah. Jilid. 1, Juz.
1, halaman: 480.
[4] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Ishâq bin Yasâr. Ia (Ibnu Ishâq) merupakan
seorang Tâbi’în junior. Ia (Ibnu Ishâq) di-tsiqqah-kan
(dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh
Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Khuzaymah, al-Hâfizh Ibnu Hibbân,
al-Hâfizh al-Hâkim, dan al-Hâfizh al-‘Ijlî. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Mathlabî. Kuniyah (nama akrab) nya
yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Ibnu Ishâq)
wafat di Baghdâd pada tahun 150 Hijriyah.
[5] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Abî Muhammad Maulâ Zaid bin Tsâbit. Ia
(Muhammad bin Abî Muhammad) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan.
Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an
dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Ibnu Hibbân dan
al-Hâfizh adz-Dzahabî.
[6] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Ikrimah Maulâ ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. Ia (‘Ikrimah)
merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (‘Ikrimah) adalah seorang tsiqqah
tsabat (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta
seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Barbarî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya
di Madînah. Ia (‘Ikrimah) wafat pada tahun 104 Hijriyah.
[7] Nama
lengkapnya yaitu: Sa’îd bin Jubair bin Hisyâm. Ia (Sa’îd bin Jubair) merupakan
seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Sa’îd bin Jubair) adalah seorang tsiqqah
tsabat (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta
seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Abû Muhamad. Tempat tinggalnya di Kûfah.
Ia (Sa’îd bin Jubair) wafat di ‘Irâq pada tahun 94 Hijriyah.
[8] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim. Ia
(Ibnu ‘Abbâs) merupakan seorang Sahabat dan juga seorang pakar tafsîr
(tafsir), fiqh (fikih), lughah (gramatika), Syi’ir
(Sya’ir), farâidh (waris) dan hadîts (hadis). Serta ia (Ibnu
‘Abbâs) telah meriwayatkan 1.660 Hadîts. Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah
dan ‘âdl. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî al-Hâsyimî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs. Laqab
(gelar/titel) nya: Ibn ‘Abbâs, al-Hijr dan al-Bahr. Tempat
tinggalnya di Marwa ar-Rawadz (salah satu Kota di Khurrâsân). Ia
(Ibnu ‘Abbâs) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.
[9] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta
faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat
membedakan antara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang
penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan
mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn:
Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim,
at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan
sebagainya.
[10] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
[11] Tsiqqât
adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.
[12] Tadlîs adalah: Usaha
untuk menyembunyikan cacat dalam isnad (sanad) dan menampakkan
periwayatan yang baik.
[13] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Hâtim. Ia (Ibnu Abî Hâtim) adalah
seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang al-Hâfizh). Nasab (keturunan) nya yaitu: ar-Râzî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhammad. Laqab
(gelar/titel) nya: al-Hâfizh Ibn Abî Hâtim. Ia (Ibnu Abî Hâtim) adalah
pakar tafsîr (tafsir) dan hadîts (hadis). Ia (Ibnu Abî Hâtim)
wafat pada tahun 327 Hijriyah.
[14] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib. Ia (Ibnu
Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim). Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû
Ja’far ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ at-Tafsîr
dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari Sittân pada
tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ibnu Jarîr) wafat
di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.
[15] Sanad
adalah: Mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan ke matan
(redaksi/ isi) hadis.
[16] Nama sebenarnya
yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Jalâluddîn.
Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel
ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh).
Serta ia (as-Suyûthî) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts
(hadis), lughah (gramatika), adb (sastra), fiqh (fikih), târîkh
(sejarah), dan sebagainya. Nasab (keturunan) nya yaitu: as-Suyûthî.
Ia (as-Suyûthî) lahir di Qâhirah pada tahun 849 Hijriyah. Tempat
tinggalnya di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî) wafat di Qâhirah pada
tahun 911 Hijriyah.
[17] Al-Hâfizh
Jalâluddîn as-Suyûthî. Ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûr,
Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Al-Qâhirah: Al-Muhandisîn.
Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 128.
[18] Atsar adalah: Sesuatu yang
disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan
perbuatan.
[19] Hadis Mawqûf
yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[20] Marfu’
maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.
[21] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh
dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari
sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya.
Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin
Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
[22] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar