Jumat, 04 Maret 2011

ILMU PENDIDIKAN ISLAM


ILMU PENDIDIKAN ISLAM

A.  PENGERTIAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Dalam membincang persoalan Ilmu Pendidikan Islam (IPI), kiraya kita perlu mengetahu pengertian dari Pendidikan Islam itu terlebih dahulu. Dalam arti yang sederhana, pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadian sesuai dengan nilai-nilai yang di dalam masyarakat dan kebudayaan dalam perkembanganya. Istilah pendidikan atau paedagogie [1], berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa (subyek) terhadap seseorang (obyek) agar menjadi seorang yang dewasa.
Sehingga dalam arti yang luas, pendidikan adalah usaha-usaha yang dijalankan oleh kelompok tertentu agar orang lain menjadi dewasa dan mencapai tingkat kehidupan yang sempurna, dari segi intelektual, emosional dan spiritualnya [2]. Dengan berbekal ilmu pengetahuan tersebut, diharapkan peserta didik dapat mencapai kehidupan yang layak, bahagia di dunia dan di akhirat.
Dalam Ensiklopedi Pendidikan (1982) dijelaskan bahwa pendidikan berarti: Semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani amaupan rohani.[3] Pendidikan juga diartikan sebagai usaha menyiapkan kader-kader penerus di masa depan yang memiliki kecerdasan, keterampilan dan akhlak yang mulia. Dengan berbekal potensi yang dimilikinya, diharapkan generasi penerus dapat mengambil alih tongkat estavet untuk melanjutkan perjuangan bangsa Indonesia:  
“Menurut UU No. 2 Tahun 1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi perananya di masa yang akan datang. Sedangkan UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujdkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya ntuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.[4]
Sedangkan menurut Sunarto dalam Makalah “Program Fasilitas Peningkatan Kalitas Guru; Bahan Ajar Dasar-dasar Pendidikan Islam” mengatakan, pendidikan Islam adalah proses transinternalisasi pengetahuan, nilai dan keterampilan kepada peserta didik melalui uapaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensinya untuk mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat.[5]
Jadi ada sedikit perbedaan antara pendidikan umum dan pendidikan Islam. Perbedaan tersebut terletak pada aspek nilai-nilai spiritualnya. Dinamakan pendidikan Islam karena dalam proses pengajaranya, disuapkan nilai-nilai agama Islam. Jika tidak ada suapan-suapan agama Islam, maka sama saja seperti pendidikan pada umumnya.
Karenanya, Ilmu Pendidikan Islam (IPI) adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara mengajarkan nilai-nilai ajaran Islam kepada peserta didik, mendidik dan mengembangkan khazanah keilmuan Islam sehingga melahirkan generasi yang unggul dalam intelektual, anggun dalam bermoral dan kuat dalam pemahaman spiritualitasnya. Ilmu Pendidikan Islam  tidak hanya membicang itu saja, juga membahas kurikulum, metode, media dan strategi pengelolahan lembaga pendidikan.


B.  KEDUDUKAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Dalam kehidupan suatu negara pendidikan memegang peranan yang sangat penting, hal ini dimaksud sebagi jaminan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Karena pendidikan dipandang sebagai wahana peningkatan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia sekaligus sebagai faktor penentu keberhasilan pembangunan suatu negara. Hal ini diakui bahwa keberhasilan suatu bangsa sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam memperbaiki dan memperbaharui sektor pendidikan [6]. Artinya keberhasilan tersebut akan menentukan keberhasilan bangsa ini dalam menghadapi tantangan zaman di masa depan.
Oleh karena itu secara yuridis formal, Negara mengamanhkan kepada pemerintah “untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” [7]. Tentuya disadari, bahwa sektor utama dan pertama yang mendapatkan prioritas dalam pembangunan bangsa adalah sector pendidikan yang aksentuasinya pada peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta akhlak mulia sebagimana dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional (UU Nomor 20 tahun 2003) yaitu:
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab” [8].
Peningkatan keimanan dan ketaqwaan akan lebih efektif, manakala dioptimalkan melaui sistem pendidikan Islam, baik melalui jalur kelembagaan pendidikan  Islam, maupun melalui proses pembelajaran bidang studi (pelajaran pendidikan agama atau PAI di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi umum), sebagai sub-sistem pendidikan nasional. Sebab pendidikan Islam memiliki transmisi spiritual yang lebih nyata dalam proses pembelajarannya. Kejelasannya terletak pada keinginan untuk mengembangkan keseluruhan aspek dalam diri peserta didik secara berimbang, baik aspek intelektual, imajinasi dan keilmiahan, kultur, serta kepribadian [9].
Dengan kata lain penyelenggaraan sistem pendidikan Islam dilakukan secara sadar dan sistematis serta terarah pada kepentingan yang mengacu pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan dilandasai oleh keimanan dan ketaqwaan (imtaq). Dengan demikian tujuan pendidikan nasional yang ditetapkan akan terwujud, sebab secara praktis nilai-nilai dasar sistem pendidikan nasional pada hakekatnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Untuk itu sistem pendidikan Islam harus dioptimalkan, agar sistem pendidikan nasional terisi oleh nilai-nilai yang semakin identik dengan ajaran Islam [10].
Tujuan pendidikan agama sebagaimana dirumuskan dalam buku Standar Isi dan Standar Kelulusan Pendidikan Agama Islam Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah sebagai berikut:
“(1) menumbuh-kembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah Swt; (2) mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin ibadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisipli, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah”.
Pendidikan agama ibarat pisau bermata dua, kalau pendidikan agama di sekolah memiliki posisi dan peran yang sangat strategis ini dapat didesain dengan baik dan efektif, maka pendidikan agama dan kehadiran guru agama akan menjadi sangat dirasakan manfaatnya bagi peserta didik dan dapat member sumbangan yang sangat berarti bagi tercapainya tujuan pendidikan nasional, demikian juga sebaliknya kalau desain dan implementasi pendidikan agama tidak baik, boleh jadi adanya PAI justru menjadi beban [11].

C.  TUGAS DAN FUNGSI ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Menurut Ibnu Taimiyah, sebagaimana yang dikutip oleh Majid ‘Irsan al-Kaylai, tugas pendidikan Islam pada hakekatnya tertumpu pada dua aspek, yaitu pendidikan tauhid dan pendidikan pengembangan tabiat atau potensi peserta didik. Pendidikan tauhid dilakukan dengan pemberian pemahaman terhadap dua kalimat syahadat; pemahaman terhadap jenis-jenis tauhid (rububiyah, uluhiyah dan asma’ wa shifat); ketundukan, kepatuhan dan keikhlasan menjalankan Islam; dan menghindarkan dari segala bentuk kemusyrikan.
Sedang pendidikan pengembangan tabiat peserta didik adalah mengembangkan tabiat itu agar mampu memenuhi tujuan penciptaannya, yaitu beribadah kepada Allah Swt dan menyediakan bekal untuk beribadah, seperti makan dan minum. Menurut Ibnu Taimiyah manusia yang sempurna adalah mereka yang senantiasa beribadah, baik beribadah diniyah maupun ibadah kauniyah. Ibadah diniyah adalah ibadah yang berhubungan dengan pencipta (ta’abbudi) dan sesama manusia (ijtima’i). sedangkan ibadah kauniyah adalah ibadah yang berhubungan dengan ketundukan dan kepatuhan manusia kepada Allah Swt, setelah memahami hukum-hukum alam dan hukum-hukum sosial kemasyarakatan [12].
Pendidikan Islam juga bertugas mempertahankan, menanamkan dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilai-nilai Islami yang bersumber dari kitab suci al-Qur’an dan al-Hadits. Oleh karena itu, tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu membentuk kemampuan dan bakat manusia agar mampu menciptakan kesejahteraan dan kebahagian yang penuh rahmat dan berkat Allah Swt di seluruh penjuru alam ini. Hal ini berarti bahwa potensi rahmat dan berkat Allah tersebut tidak akan terwujud nyata, bilamana tidak diaktualisasikan melalui ikhtiar yang bersifat kependidikan secara terarah dan tepat. Pendidikan Islam sebagai alat pembudayaan Islam dalam mayarakat. Dengan demikan, ia memiliki watak lentur terhadap perkembangan apresiasi kehidupan manusia sepanjang zaman. Watak demikian, dengan tanpa mengilangkan prinsip-prinsip nilai yang medasarinya. Pendidikan Islam mampu mengakomodasi tuntutan hidup manusia dari zaman ke zaman, termasuk tuntutan di bidang ilmu dan teknologi [13].
Menurut Kurshid Ahmad, yang dikutip Ramayulis [14] fungsi pendidikan Islam adalah: pertama, alat utuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat kebudayaan-kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat dan bangsa. Kedua, alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan pengembangan yang secara garis besarnya melalui pengetahuan dan skill yang baru ditemukan, dan melatih tenaga-tenaga manusia yang produktif untuk menemukan perimbangan perubahan sosial dan ekonomi.
Pendidikan Islam juga berfungsi sebagai pengembang potensi manusia. Asumsi ini berawal dari statemen bahwa manusia terlahir membawa potensi (tabi’at), sedangkan pendidikan Islam sebagai proses menumbuhkan, mengembangkan dan mengarahkan potensi tersebut. Abdul Mujib menyebutkan ada delapan macam potensi (tabi’at) manusia, yaitu: (1) al-fithrah (citra asli), yang berpotensi baik atau buruk di mana aktualisasinya tergantung pilihannya; (2) struktur manusia, yang terdiri atas jasmani, rohani dan nafsani; (3) al-hayah (vitality), terdiri dari roh-jasmani atau nyawa dan roh-rohani atau membawa amanat Tuhan; (4) al-khuluq (karakter); (5) al-thob’u (tabiat) adalah citra batin yang menetap atau sukut; (6) al-sajiyah (bakat); (7) al-sifat (sifat-sifat); (8) al-amal (perilaku) baik tingkah laku lahir atau batin [15].
Di samping itu, fungsi pendidikan Islam adalah mewariskan nilai-nilai ajaran atau budaya-budaya Islami dan menjaga  eksistensinya. Tugas ini sebagai bentuk realisasi dari pengertian “tarbiyah al-tabligh” yaitu, menyampaikan atau trasformasi kebudayaan. Hal ini karena kebudayaan  Islam akan mati bila nilai-nilai dan norma-normanya tidak berfungsi dan belum sempat diwariskan pada generasi berikutnya [16].
Pendidikan Islam, dengan bertitik tolak dari prinsip iman-Islam-ihsan atau akidah-ibadah-akhlak untuk menuju suatu sasaran kemuliaan manusia dan budaya yang diridhoi oleh Allah Swt, menurut Jusuf Amir Feisal [17] setidak-tidaknya memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: 
1.      Individualisasi nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya derajat manusia muttaqin dalam bersikap, berfikir dan berperilaku.
2.      Sosialisasi nilai-nilai budaya dan ajaran Islam demi terbentunya umat Islam atau masyarakat madani (civil society).
3.      Rekayasa kultur Islam demi terbentuk dan berkembangnya peradaban Islam (ke-tamadun-an).
4.      Menemukan, mengembangkan serta memelihara ilmu, tekologi dan keterampilan demi terbentuknya para manager dan manusia professional.
5.      Pengembangan intelektual muslim yang mampu mencari, menegmbangkan serta memelihara ilmu dan teknologi.
6.      Pengembangan pendidikan yang berkerlanjutan dalam bidang ekonomi, fisika, kimia, arsitektur, seni musik, seni budaya, politik, olah raga, kesehatan dan sebagainya.
7.      Pengembagan kualitas muslim dan warganegara sebagai anggota dan pembina masyarakat yang berkualitas kompetitif.


D.  STRUKTUR KEILMUAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Struktur keilmuan atau ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam yang lebih dikenal dengan istilah integrated knowledge merupakan sesuatu yang diidam-idamkan oleh para pemikir dan cendikiawan muslim. Cara membangun integrasi ilmu yang paling efektif adalah melalui pendidikan. Dan di beberapa lembaga pendidikan Islam ada yang telah mencoba menerapkannya. Hal ini dapat dilihat dari body of knowledge dari kurikulum yang dikembangkan baik formal curriculum maupun hidden curriculum-nya.
Al-Qur’an bukan kitab suci yang hanya berbicara tentang persoalan-persoalan ritual saja atau persoalan keagamaan semata. Al-Qur’an  adalah kitab tentang kehidupan yang berbicara tentang Tuhan, manusia, alam raya, penciptaan dan keselamatan. Kesalahan yang paling fatal dan yang mengakibatkan munculnya dikotomi antara ilmu umum dan ilmu agama, karena kesalahan dalam memahami Islam itu sendiri. Islam difahami seakan-akan hanya terbatas pada masalah-masalah seperti: akidah, syariat dan akhlak, sehingga ayat-ayat al-Qur’an tentang penciptaan, ketuhanan, kemanusiaan, alam raya dan keselamatan (kelangsungan) kehidupan dunia menjadi tidak popular. Banyak ayat-ayat al-Qur’an tentang persoalan riil kehidupan dlam berbagai aspeknya menjadi tidak berkembang penafsiran, pemaknaan dan pengamalannya.
Integrated knowledge juga dapat secara langsung diterapkan tanpa harus diperdebatkan secara epistemologis. Antar ilmu dan agama tidak saling bertentangan, sebaliknya saling memperkokoh satu dengan lainnya. Manusia adalah khalifah Allah di muka bumi. Untuk itu Allah memberikan karunia-Nya seperti: blue print (sibghah) kemanusiaan dengan segala potensinya (fitrah), agama (wahyu) dan alam semesta. Dari situlah manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuannya adalah untuk menciptakan kebahagiaan dunia dan akhirat (rahmatan lil-‘alamin) dan mardlatillah.
Dari pemikiran-pemikiran di atas, integrated knowledge dapat digambarkan oleh Tobroni [18], sebagaimana pada gambar di bawah ini:


PURE SCIENCE
 
Akidah
Fikih
Tasyawuf
Ekonomi
Bahasa
Politik
Hukum
Pendidikan
Kedokteran
Pertanian
Teknik
 
 

Pentagon: Rahmatan Lil’alamin
Teologi
Psikologi
Antropologi
Sejarah
Filsafat
Matematika
Fisika
Kimia
Biologi
 
Text Box: Manusia sebagai Khalifah

           
Oval: Ridlo Allah Swt
al-Qur’an & al-Hadits
 
Pentagon: Allah Sumber Ilmu (Tauhid)                                                                                                                                   
Alam Semesta
 
 

                    
 






Gambar di atas menunjukkan, Allah yang Maha Esa adalah asal atau sumber dari segala apapun dalam kehidupan ini, termasuk sumber ilmu pengetahuan. Perbedaan-perbedaan dalam kehidupan ini seperti siang-malam, jasmani-ruhani, dan laki-laki-perempuan bukan merupakan lawan melainkan sebagai pasangan.
Demikian pula antara agama dan ilmu pengetahuan memiliki perbedaan terutama secara epistemologis. Tetapi justru perbedaan itulah yang akan melahirkan kekuatan bagi siapa yang menyandang kedunya. Beragama yang sekaligus berilmu pengetahuan akan membentuk orang menjadi saleh, yaitu yang digambarkan dalam tujuan pendidikan sebagai orang yang memiliki kedalaman spiritual, keagungan akhlak, keluasan ilmu dan kematangan professional. Wallaahua’lam.





BIBLIOGRAFI

Arifin, Muzayyin, 2009.Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Edisi
Revisi.
Bakar, Usman Abu dan Surohim, 2005. Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan
Islam; Respon Kreatif Terhadap Undang-Undang Sisdiknas, Yogyakarta:
Safiria Insania Press.
Bastian, Aulia Reza, 2002. Reformasi Pendidikan: Langkah-langkah
Pembaharuan dan Pemberdayaan Pendidikan dalam Rangka
Desentralisasi Sistem Pendidikan Indonesia, Yogyakarta: Lapena Pustaka
Utama,
Feisal, Jusuf Amir, 1995. Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani
Press, Cetakan Pertama.
Hasbullah, 2008. Dasar-dasar Ilmu Kependidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, Edisi Revisi.
______, 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir, 2008. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:
Kencana, cetakan kedua.
Partanto, Pius A dan M Dahlan Al Barry, 2001. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya:
Penerbit Arkola.
Ramayulis, 1990. Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Sunarto, tt. Makalah, “Bahan Ajar Dasar-dasar Pendidikan Islam”, Malang;
Jurusan Tarbiyah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Malang.
Tobroni, 2008. Pendidikan Islam; Paradigma Teologis, Filosofis dan
Spiritualitas, Malang: UMM Press, Cetakan Pertama.
______, 2010. Rekontruksi Pendidikan Agama untuk Membangun Etika Sosial
dalam Kehidupan Berbangsa dan bernegara, Pidato Pengukuhan Guru
Besar Filsafat Pendidikan Islam, Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang: UMM Press.
Undang-Undang Dasar 45 RI dan Amandemen Tahun 2002, Bab XIII, Pasal 31
Ayat: 3, 2002. Surakarta: Sendang Ilmu.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, Bab II, Pasal
3, 2003. Bandung: Fokus Media, Cetakan Kedua.









[1] Pedagogi berarti (ilmu) pendidikan (anak-anak),  sedangkan pedagogis memiliki arti berkenaan dengan pedagogik; bersifat mendidik; memiliki nilai pendidikan. Lihat Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Penerbit Arkola, 2001), hlm. 578.
[2] Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Kependidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Edisi Revisi, 2008), hlm. 1-3.
[3] Tobroni, Pendidikan Islam; Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas, (Malang: UMM Press, Cetakan Pertama, 2008), hlm. 11
[4] Ibid, Hasbullah, hlm. 4.
[5] Sunarto, Makalah, “ Bahan Ajar Dasar-dasar Pendidikan Islam”, (Malang; Fakultas Agama Islam, Jurusan Tarbiyah UMM), hlm. 6
[6] Aulia Reza Bastian, Reformasi Pendidikan: Langkah-langkah Pembaharuan dan Pemberdayaan Pendidikan dalam Rangka Desentralisasi Sistem Pendidikan Indonesia, (Yogyakarta: Lapena Pustaka Utama, 2002), hlm. 24.
[7] Undang-Undang Dasar 45 RI dan Amandemen Tahun 2002, Bab XIII, Pasal 31 Ayat: 3, (Surakarta: Sendang Ilmu, 2002), hlm. 30.
[8] Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, Bab II, Pasal 3, (Bandung: Fokus Media, Cetakan Kedua, 2003), hlm. 6.
[9] Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 6.
[10] Usman Abu Bakar dan Surohim, Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam; Respon Kreatif Terhadap Undang-Undang Sisdiknas, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2005), hlm. 2-3.
[11] Tobroni, Rekontruksi Pendidikan Agama untuk Membangun Etika Sosial dalam Kehidupan Berbangsa dan bernegara, Pidato Pengukuhan Guru Besar Filsafat Pendidikan Islam, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, (Malang: UMM Press, 2010), hlm. 8-9.
[12] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, cetakan kedua, 2008), hlm. 51-52.
[13] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, Edisi Revisi, 2009), hlm. 37.
[14] Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), hlm. 19-20.
[15] Op. Cit, Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, hlm. 52-63.
[16] Ibid, Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, hlm. 63.
[17] Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, Cetakan Pertama,1995), hlm. 95-96.
[18] Tobroni, Pendidikan Islam; Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas, (Malang: UMM Press, Cetakan Pertama, 2008), hlm.156.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar