Sabtu, 19 Maret 2011

Assessment Center dalam Manajemen Sumber Daya Aparatur


Assessment Center dalam Manajemen Sumber Daya Aparatur

     Konsep asessmen, atau lebih dikenal dengan istilah assessment center adalah adalah suatu metode untuk mengidentifikasi dan menjaring pegawai, yang dinilai memiliki potensi dari sisi manajerial (managerial skill) untuk menduduki suatu jabatan tertentu di kemudian hari (future responsibility). Secara umum tujuan dari Assessment Center ini adalah untuk memilih calon-calon pimpinan yang handal dan siap menghadapi tugas-tugas ke depan nanti, dan juga digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pengembangan, yang perlu diberikan kepada setiap karyawan/pegawai agar lebih siap menghadapi tugas-tugas yang akan diberikan di kemudian hari (edratna.wordpress.com).
Assessment Center pada awalnya digunakan oleh pihak swasta pada bagian Manajemen Sumber Daya Manusia, baik pada tahapan seleksi, penempatan hingga penjaringan bagi calon calon manager tingkat menengah dan tinggi. Metode ini diyakini memiliki tingkat objektifitas dan keakuratan yang cukup tinggi untuk meletakkan seseorang yang memiliki kemampuan dan keahlian tertentu pada posisi dan jabatan tertentu. Namun kini, penggunaan assessment center ini pun sudah merambah pada sektor publik.
Untuk konteks Indonesia, beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta terkemuka sudah mencoba menerapkan assessment center dan dinilai berhasil penerapannya. Diantaranya adalah PT. Telkom, LPP PTPN, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank Permata, Astra dan beberapa perusahaan lainya. Sementara itu, organisasi sektor publik yang kini ikut mencoba menerapkan konsep Assessment Center adalah Badan Kepegawaian Negara (BKN), Dinas Psikologi Angkatan Darat, Provinsi Jawa Barat , Propinsi D.I Yogyakarta, Fakultas Psikologi UGM, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan BPKP.
Penggunaan konsep assessment center dalam organisasi sektor publik di Indonesia memiliki urgensinya sendiri. Walaupun memang belum dapat dinilai berhasil dan mapan dalam penerapannya, tetapi langkah ini perlu diapresiasi. Kontribusi konsep assessment center dalam organisasi sektor publik di Indonesia dapat diawali pada proses seleksi pejabat-pejabat yang akan menduduki jabatan-jabatan tingkat menengah dan tinggi, seperti digunakan untuk proses seleksi pada jabatan-jabatan struktural. Seperti yang diamanatkan  dalam Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural, pasal 5 huruf e yang menyebutkan bahwa persyaratan pegawai untuk dapat diangkat menjadi pejabat struktural adalah memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan. Selain itu, pada pasal 5 huruf d menyebutkan bahwa persyaratan untuk dapat diangkat menjadi pejabat struktural adalah semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 tahun terakhir.
Dengan demikian, Peraturan ini menyiratkan bahwa penilaian prestasi kerja yang baik melalui DP3 untuk saat ini tidak mencukupi lagi untuk menjadi persyaratan seorang pegawai dapat diangkat menjadi pejabat struktural. Pejabat yang akan memangku jabatan struktural haruslah memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan. Dan pengukuran kompetensi inilah yang dapat dilakukan menggunakan konsep assessment center.  
Selain itu, penggunaan konsep assessment center dapat meminimalisir subjektivitas dan kepentingan kepentingan politik dalam pengangkatan pejabat struktural dalam birokrasi pemerintahan. Prof. Warsito Utomo (2007) mengemukakan bahwa salah satu patologi birokrasi yang menyerang tubuh birokrasi saat ini adalah fenomena bureaumonia. Bureaumonia adalah mendudukkan orang-orang partai yang bukan birokrasi professional di dalam jajaran birokrasi atau memberikan privilege pada aparat birokrasi yang berafiliasi dengan kekuatan partainya. Penyakit ini akan sangat mempengaruhi pelaksanaan teknis operasional pemerintahan dan derajat tingkat proses formulasi kebijakan pemerintah. Beberapa akibat yang mungkin muncul dari bureaumonia adalah birokrasi dan birokrat kita menjadi tidak netral lagi, formulasi dan implementasi kebijakan akan lebih ditentukan oleh dapur partai; birokrasi akan lebih berorientasi pada kepentingan partai politik daripada masyarakat; dan birokrasi akan dapat melakukan tindakan yang tidak elegant sesuai dengan profesionalismenya, tetapi bergerak seperti massa sebagaimana politik praktis.
Dengan mengadopsi konsep assessment center dalam organisasi sektor publik, khususnya birokrasi pemerintah, diharapkan seleksi dan penempatan individu pegawai untuk menduduki jabatan jabatan struktural akan berbasiskan kompetensi, keahlian, dan objektivitas. Walau tidak dipungkiri, dalam PP Nomor 100 Tahun 2000 pasal 6 tetap dipertimbangkan aspek senioritas dalam kepangkatan, usia, pendidikan dan pelatihan jabatan, dan pengalaman yang dimiliki.  
Tantangan yang dihadapi dalam penerapan assessment center juga tidaklah mudah. Selain mempersiapkan berbagai sarana dan prasarana pendukung, yang paling utama adalah menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni dalam bidang assessment. Selain itu, seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengikat untuk menjamin implementasi konsep assessmen ini perlu dipersiapkan agar kebijakan ini benar-benar dapat diaplikasikan dengan baik di lapangan.
Akhirnya, sebaik apapun konsep yang akan diterapkan, diperlukan namun komitmen, konsistensi dan kontinuitas penerapannya oleh semua pemangku kepentingan. Karena tidak bisa dipungkiri dalam penerapannya pasti akan berjumpa banyak persoalan. Jangan sampai, proyek yang sudah menghabiskan anggaran sedemikian banyak ini sia-sia dan tidak memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas sumber daya aparatur sehingga tidak berujung pada tercapainya tujuan memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.




REFERENSI

Makmur. 2007. Patologi serta Terapinya dalam Ilmu Administrasi dan Organisasi. Bandung :
Refika Aditama.
Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
dalam Jabatan Struktural.
Prihadi, Syaiful. 2004. Assessment Center, Identifikasi, Pengukuran, dan Pengembangan
Kompetensi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Safitri, Yudiantarti. 2008. Penilaian Prestasi Kerja Dengan DP3, Masih Efektifkah?. Jurnal
Wacana Kinerja. PKP2A 1 LAN. Volume 11 Nomor 1, Maret 2008.
Thoha, Miftah. 2008. Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia. Jakarta : Kencana.
Utomo, Warsito. 2007. Administrasi Publik Baru Indonesia, Perubahan Paradigma dari
Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
------.2009. Assessment Center. Available at : edratna.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar