Kamis, 23 Agustus 2012

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 135

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 135

وَقَالُوْا كُوْنُوْا هُوْدًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوْا قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا وَّمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ (١٣٥)
135. Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahûdi atau Nashrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah: "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama (Nabi) Ibrâhîm yang lurus. Dan dia (Nabi Ibrâhîm) bukanlah dari golongan orang-orang Musyrik".




Al-Hâfizh[1] Ibnu Katsîr[2] mengeluarkan dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya (1/271), dengan menisbahkan kepada Muhammad bin Ishâq dalam Tafsîr Muhammad Ibn Ishâqnya:
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: حَدَّثَنِيْ مُحَمَّدُ بْنُ أَبِيْ مُحَمَّدٍ, قَالَ: حَدَّثَنِيْ سَعِيْدُ بْنُ جُبَيْرٍ, أَوْ عِكْرِمَةُ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ, قَالَ: قَالَ عَبْدُ اللهِ ابْنُ صُوْرِيَّا الأَعْوَرُ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا الْهُدَى إِلاَّ مَا نَحْنُ عَلَيْهِ فَاتَّبِعْنَا يَا مُحَمَّدٌ تَهْتَدْ[3]. وَقَالَتِ النَّصَارَى: مِثْلَ ذَلِكَ، فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: (وَقَالُوْا كُوْنُوْا هُوْدًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوْا قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا وَّمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ).
Muhammad bin Ishâq[4] berkata: “Muhammad bin Abî Muhammad[5] telah bercerita kepada saya (kepada Muhammad bin Ishâq), dia (Muhammad bin Abî Muhammad) berkata: “Sa’îd bin Jubair[6] atau ‘Ikrimah[7] telah bercerita kepada saya (kepada Muhammad bin Abî Muhammad), dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs[8], dia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs) berkata: “(Salah seorang ‘Ulamâ Yahûdi yaitu:) ‘Abdullâh bin Shûriŷâ al-A’war[9] berkata kepada Rasûlullâh SAW: “Tidak ada petunjuk selain apa (agama Yahûdi) yang kami anut. Maka ikutilah (agama Yahûdi) kami wahai (Nabi) Muhammad, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Orang-orang Nashrani pun berkata seperti itu (berkata seperti perkataan ‘Abdullâh bin Shûriŷâ al-A’war) pula”. Maka Allah SWT. menurunkan (Surat al-Baqarah, Ayat: 135):
وَقَالُوْا كُوْنُوْا هُوْدًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوْا قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا وَّمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ (١٣٥)
135. Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahûdi atau Nashrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah: "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama (Nabi) Ibrâhîm yang lurus. Dan dia (Nabi Ibrâhîm) bukanlah dari golongan orang-orang Musyrik".


KETERANGAN (dari para Muhadditsîn[10]):
Hadis di atas berkualitas shahîh[11], karena semua rawinya tsiqqât[12].
Al-Hâfizh[13] Ibnu Abî Hâtim[14] juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (1/241 atau No. Hadis: 1290), melalui jalur sanad[15] Yûnus bin Bukair.
Ibnu Hisyâm juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam as-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâmnya (1/549).
Imâm Ibnu Jarîr[16] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (Juz. 2, halaman: 589-590)[17], melalui jalur sanad Abû Kuraib.
Al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî[18] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 1, 2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (1/241 atau No. Hadis: 1290).
Beliau (al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî) juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûrnya (1/140), dengan menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnul Mundzir dalam Tafsîr Ibn al-Mundzirnya.
Imâm al-Baghawî[19] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Mu’âlim at-Tanzîlnya (1/155).



PENJELASAN (kedudukan hadis di atas):
Atsar[20] ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas digolongkan Mawqûf li hukmi Marfû’, maksudnya: hadis Mawqûf[21] yang dihukumi Marfû’[22]. Karena para Muhadditsîn[23] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfû’, dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfû’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).



KESIMPULAN
Hadis di atas berkualitas shahîh[24], dan dikuatkan ke-râjih-annya dengan Hadis-hadis melalui jalur (sanad) lain sebagaimana yang telah saya kemukakan di atas; sehingga kokoh dan kuatlah Hadis di atas, dan dapat dijadikan hujjah (pedoman/landasan) dalam Syara’ (Islam).





BIBLIOGRAFI

Ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûr (al-Hâfizh as-Suyûthî/ al-Imâm al-Hâfizh
‘Abdurrahmân bin Abî Bakr).
As-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâm (Imâm Ibnu Hisyâm).
Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/ al-Imâm al-‘Âlim Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib).
Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl (al-Hâfizh as-Suyûthî/ al-Imâm al-Hâfizh ‘Abdurrahmân
bin Abî Bakr).
Mu’âlim at-Tanzîl (Imâm al-Baghawî/ al-Husain bin Mas’ûd bin Muhammad bin al-Farrâ-i).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (al-Hâfizh Ibnu Katsîr/ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr).
Tafsîr Ibn Abî Hâtim (al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim/ al-Imâm al-Hâfizh ‘Abdurrahmân bin Abî
Hâtim).
Tafsîr Ibn Ishâq (Ibnu Ishâq/ Muhammad bin Ishâq bin Yasâr).
















[1] Al-Hâfizh adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal 100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în, ‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî, al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî, dan sebagainya.

[2] Nama lengkapnya yaitu: Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî ad-Dimasyqî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-Fidâ’. Laqab (gelar/titel) nya: Ibn Katsîr. Ia (Ibnu Katsîr) adalah seorang tsiqqah mutqan al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh yang kokoh dan kuat). Ia (Ibnu Katsîr) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts (hadis) dan târîkh (sejarah). Ia (Ibnu Katsîr) lahir di Bashrah pada tahun 700 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Ibnu Katsîr) wafat di Bashrah pada tahun 774 Hijriyah, dan dikubur di Damsyiq (Damaskus).

[3] Kata (تَهْتَدْ) bisa juga diganti dengan (تَهْتَدِى) atau (تَهْدِى). (Sumber: “Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad as-Salâmah”, karya al-Hâfizh Ibnu Katsîr; Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 448).

[4] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Ishâq bin Yasâr. Ia (Ibnu Ishâq) merupakan seorang Tâbi’în junior. Ia (Ibnu Ishâq) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-‘Ijlî. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Mathlabî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Ibnu Ishâq) wafat di Baghdâd pada tahun 150 Hijriyah.

[5] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Abî Muhammad Maulâ Zaid bin Tsâbit. Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan. Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Ibnu Hibbân dan al-Hâfizh adz-Dzahabî.

[6] Nama lengkapnya yaitu: Sa’îd bin Jubair bin Hisyâm. Ia (Sa’îd bin Jubair) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Sa’îd bin Jubair) adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhamad. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Sa’îd bin Jubair) wafat di ‘Irâq pada tahun 94 Hijriyah.

[7] Nama lengkapnya yaitu: ‘Ikrimah Maulâ ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. Ia (‘Ikrimah) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (‘Ikrimah) adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Barbarî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (‘Ikrimah) wafat pada tahun 104 Hijriyah.

[8] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim. Ia (Ibnu ‘Abbâs) merupakan seorang Sahabat dan juga seorang pakar tafsîr (tafsir), fiqh (fikih), lughah (bahasa), Syi’ir (Sya’ir), farâidh (waris) dan hadîts (hadis). Serta ia (Ibnu ‘Abbâs) telah meriwayatkan 1.660 Hadîts. Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî al-Hâsyimî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs. Laqab (gelar/titel) nya: Ibn ‘Abbâs, al-Hijr dan al-Bahr. Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rawadz. Ia (Ibnu ‘Abbâs) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.

[9] Di dalam as-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Ishâq (1/160 dan 1/161) karya Muhammad bin Ishâq, ia (Muhammad bin Ishâq) berkata: “Musuh-musuhnya Banî Nadhîr mereka yaitu: Banî Tsa’labah bin al-Fathyûn, ‘Abdullâh bin Shûriyâ al-A’war (ia adalah orang yang paling mengetahui Kitâb Taurat di Hijâz), Ibnu Shalûbâ, dan Mukhairîq”.

[10] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[11] Hadis Shahîh ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama, baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada kecacatan (‘illat).

[12] Tsiqqât adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.

[13] Al-Hâfizh adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal 100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în, ‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî, al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî, dan sebagainya.

[14] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Hâtim. Ia (Ibnu Abî Hâtim) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Nasab (keturunan) nya yaitu: ar-Râzî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhammad. Ia (Ibnu Abî Hâtim) adalah pakar tafsîr (tafsir) dan hadîts (hadis). Ia (Ibnu Abî Hâtim) wafat pada tahun 327 Hijriyah.

[15] Sanad adalah: Mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan ke matan (redaksi/isi) hadis.

[16] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî. Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim (kredibel ke-âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Ja’far ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ at-Tafsîr dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari Sittân pada tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ibnu Jarîr) wafat di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.

[17] Imâm Ibnu Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân; Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar. Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 589-590.

[18] Nama sebenarnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Jalâluddîn. Laqab (gelar/titel) nya: as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Serta ia (as-Suyûthî) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts (hadis), lughah (bahasa), adb (sastra), fiqh (fikih), târîkh (sejarah) dan sebagainya. Nasab (keturunan) nya yaitu: as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) lahir di Qâhirah pada tahun 849 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî) wafat di Qâhirah pada tahun 911 Hijriyah.

[19] Nama sebenarnya yaitu: Al-Husain bin Mas’ûd bin Muhammad bin al-Farrâ-i. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhammad. Laqab (gelar/titel) nya: Rukn ad-Dîn dan Muhyiy as-Sunnah. Ia (al-Baghawî) adalah seorang yang tsiqqah (kredibel ke-âdl-an dan ke-dhabith-annya). Serta ia (al-Baghawî) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts (hadis), dan fiqh (fikih). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Baghawî asy-Syâfi’î. Ia (al-Baghawî) lahir pada tahun 436 Hijriyah. Ia (al-Baghawî) wafat di Marwa ar-Ruwadz (salah satu Kota di Khurrâsân) pada tahun 510 Hijriyah.

[20] Atsar adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan perbuatan.

[21] Hadis Mawqûf yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.

[22] Marfu’ maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.

[23] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[24] Hadis Shahîh ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama, baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada kecacatan (‘illat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar