Asbâbun Nuzûl
Surat al-Baqarah (2), Ayat: 144
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَآءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ
قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ
فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُوْنَ
أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ (١٤٤)
144. Sungguh Kami (Allâh sering) melihat mukamu (muka Nabi
Muhammad) menengadah ke langit[1];
maka sungguh Kami (Allâh) akan memalingkan kamu (Nabi Muhammad) ke Kiblat yang
kamu (Nabi Muhammad) sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram
(Ka’bah). Dan dimana saja kalian (umat Islam) berada, maka palingkanlah mukamu
ke arahnya (ke arah Masjidil Haram/ Ka’bah). Dan sesungguhnya orang-orang (Yahûdi
dan Nashrani) yang diberi al-Kitâb (Taurât dan Injîl) memang mengetahui bahwa
berpaling ke Masjidil Haram (Ka’bah) itu adalah benar dari Tuhannya (dari
Allâh). Dan Allâh sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka (umat Islam)
kerjakan.
Al-Imâm al-Hâfizh[2] Muslim[3] meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslimnya (No. Hadis: 821) atau (5/10):
حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِ بْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ,
قَالَ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ, قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ, عَنْ ثَابِتٍ,
عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّيْ
نَحْوَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ. فَنَزَلَتْ: (قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ
وَجْهِكَ فِي السَّمَآءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ
شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ..........). فَمَرَّ رَجُلٌ مِّنْ بَنِيْ سَلِمَةَ
وَهُمْ رُكُوْعٌ فِيْ صَلَاةِ الْفَجْرِ, وَقَدْ صَلَّوْا رَكْعَةً. فَنَادَى: أَلَا
إِنَّ الْقِبْلَةَ قَدْ حُوِّلَتْ. فَمَالُوْا كَمَا هُمْ نَحْوَ الْقِبْلَةِ.
“Abû Bakr bin Abî
Syaibah[4] telah bercerita kepada kami (kepada Muslim), dia (Abû Bakr bin Abî
Syaibah) berkata: “‘Affân bin Muslim[5] telah bercerita kepada kami (kepada Abû
Bakr bin Abî Syaibah), dia (‘Affân bin Muslim) berkata: “Hammâd bin Salamah[6]
telah bercerita kepada kami (kepada ‘Affân bin Muslim), dari Tsâbit bin Aslam[7],
dari Anas bin Mâlik[8]:
“Sesungguhnya dahulu kala Rasûlullâh SAW. shalat menghadap ke Baitul Maqdis
(Masjid al-Aqshâ). Maka turunlah
(Surat al-Baqarah, Ayat: 144):
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَآءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ
قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ............
(١٤٤)
144. Sungguh Kami (Allâh sering) melihat mukamu (muka Nabi
Muhammad) menengadah ke langit; maka sungguh Kami (Allâh) akan memalingkan kamu
(Nabi Muhammad) ke Kiblat yang kamu (Nabi Muhammad) sukai. Palingkanlah mukamu
ke arah Masjidil Haram (Ka’bah)……………………”.
“(Anas bin Mâlik melanjutkan periwayatannya): “Maka seorang lelaki
(Sahabat Nabi SAW.) dari Banî Salimah melewati Jamâ’ah yang sedang rukû’ dalam
Shalat Shubuh, dan mereka telah (mendirikan) shalat (Shubuh) satu raka’at. Maka
dia (seorang Sahabat dari Banî Salimah) menyeru: “Ketahuilah, sesungguhnya
Kiblat telah berubah (ke arah Masjidil Haram/ Ka’bah)”. Maka mereka (Jamâ’ah
yang sedang rukû’ dalam Shalat Shubuh) memutar dalam keadaan rukû’ ke arah
Kiblat (Ka’bah)”.
Al-Hâfizh Abû Dâwud[12]
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Sunan Abî Dâwudnya (No. Hadis: 881).
Al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal[13] juga meriwayatkan sebagaimana
Hadis di atas dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (No. Hadis: 13523).
Al-Hâfizh Muhammad bin
Sa’d[14] juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam ath-Thabaqât al-Kubrânya
(Jilid. 1, Juz. 2, halaman: 4-6).
Al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî[15] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 2, 2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada Riwayat Ibnu Ishâq dalam Tafsîr Ibn Ishâqnya.
Abû ‘Awânah[16] juga
mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Mustakhraj Abî ‘Awânahnya (No. Hadis: 1223).
KETERANGAN
(mengenai Hadis di atas):
A.
Jalur (sanad)
al-Barâ’ bin ‘Âzib, yang diriwayatkan oleh:
- Al-Hâfizh[18] Bukhârî[19] dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 384 dan 6711).
- Al-Hâfizh Muslim dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslimnya (No. Hadis: 818).
- Al-Hâfizh at-Tirmidzî[20] dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (No. Hadis: 312 dan 2888).
- Al-Hâfizh Ibnu Mâjah[21] dalam Sunan Ibn Mâjahnya (No. Hadis: 1000).
- Al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (No. Hadis: 17958).
- Al-Hâfizh ad-Dâruquthnî[22] dalam Sunan ad-Dâruquthnînya (No. Hadis: 1082).
- Al-Hâfizh Ibnu Hibbân[23] dalam Shahîh Ibn Hibbânnya (No. Hadis: 1744, 6387 dan 6996).
- Al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim[24] dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (No. Hadis: 1321 dan 1347).
B.
Jalur (sanad)
‘Abdullâh bin ‘Umar, yang diriwayatkan oleh:
Al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad
al-Imâm Ahmad Ibn
Hanbalnya (No. Hadis: 4759).
C.
Jalur (sanad)
Mu’âdz bin Jabal, yang diriwayatkan oleh:
- Al-Hâfizh Abû Dâwud dalam Sunan Abî Dâwudnya (No. Hadis: 427).
- Al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (No. Hadis: 21107).
D.
Jalur (sanad)
‘Abdullâh bin ‘Abbâs, yang diriwayatkan oleh:
- Al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (No. Hadis: 1348), (No. Hadis: 1123 atau 1/212), (No. Hadis: 1329 atau 1/248), serta (No. Hadis: 1355 atau 1/253).
- Al-Hâfizh al-Bayhaqî dalam as-Sunan al-Kubrâ li al-Bayhaqînya (2/12 dan 2/13).
- Al-Hâfizh Ibnu al-Jauzî[25] dalam an-Nâsikh wa al-Mansûkh li Ibn al-Jauzînya (halaman: 144).
- Al-Hâfizh Ibnu Katsîr[26] dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya (Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 460)[27].
- An-Nuhâs dalam an-Nâsikh wa al-Mansûkh li an-Nuhâsnya (halaman: 71).
- Abû ‘Ubaid dalam an-Nâsikh wa al-Mansûkh li Abî ‘Ubaidnya (halaman: 16).
PENJELASAN (kedudukan hadis di atas):
Atsar[28] Anas bin Mâlik di atas digolongkan Mawqûf li hukmi
Marfû’, maksudnya: hadis Mawqûf[29] yang dihukumi Marfû’[30]. Karena para Muhadditsîn[31] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfû’,
dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab
turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar Anas bin Mâlik di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfû’ oleh
para Muhadditsîn, sehingga (hadis Anas bin Mâlik di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam
hukum Syara’ (Islam).
KESIMPULAN
Hadis di atas berkualitas shahîh[32], dan dikuatkan ke-râjih-annya
dengan Hadis-hadis melalui jalur (sanad) lain sebagaimana yang telah
saya kemukakan di atas; sehingga kokoh dan kuatlah Hadis di atas, dan dapat
dijadikan hujjah (pedoman/landasan) dalam Syara’ (Islam).
BIBLIOGRAFI
Al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârî (al-Imâm al-Hâfizh al-Bukhârî/ Muhammad bin Ismâ’îl
bin
Ibrâhîm bin al-Mughîrah bin Bardizbah).
Al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslim (al-Imâm al-Hâfizh
Muslim/ Muslim bin al-Hajjâj bin Muslim
bin Warad).
Al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzî (al-Hâfizh at-Tirmidzî/
Muhammad bin Îsâ bin
Saurah bin Mûsâ bin adh-Dhahâk).
Ath-Thabaqât al-Kubrâ (al-Hâfizh Ibnu Sa’d/ Muhammad bin Sa’d bin Manî’).
Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl (al-Hâfizh as-Suyûthî/ ‘Abdurrahmân bin
Abî Bakr).
Musnad Abû Dâwud ath-Thayâlisî (al-Hâfizh ath-Thayâlisî/ Sulaimân bin
Dâwud).
Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbal (al-Imâm al-Hâfizh
Ahmad bin Hanbal/ Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin Asad).
Mustakhraj Abî ‘Awânah (Abû ‘Awânah/ Wadhâh bin ‘Abdullâh Maulâ Yazîd bin ‘Athâ’).
Shahîh Ibn
Hibbân
(al-Hâfizh Ibnu Hibbân/ Muhammad bin Hibbân bin Ahmad bin Hibbân
bin Mu’âdz bin Ma’bad).
Sunan Abî Dâwud (al-Hâfizh Abû Dâwud/
Sulaimân bin al-Asy’ats bin Syadâd bin ‘Amrû
bin ‘Âmir).
Sunan ad-Dâruquthnî (al-Hâfizh ad-Dâruquthnî/
‘Alî bin ‘Umar bin Ahmad bin Mahdî bin
Mas’ûd bin an-Nu’mân bin Dînâr).
Sunan Ibn Mâjah (al-Hâfizh Ibnu Mâjah/ Muhammad bin Yazîd).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (al-Hâfizh Ibnu Katsîr/ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr).
[1] Lihat: “Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin
Muhammad as-Salâmah”, karya al-Hâfizh Ibnu Katsîr (Jilid. 1,
Juz. 1, halaman: 453).
[2] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[3] Nama lengkapnya yaitu: Muslim bin al-Hajjâj bin Muslim bin Warad. Ia (Imâm
Muslim) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ dekat pertengahan. Dan ia (Imâm
Muslim) juga merupakan seorang tsiqqah al-Imâm al-Hâfizh al-Hujjah
(kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang
al-Imâm al-Hâfizh dan al-Hujjah). Ia (Imâm Muslim) juga
seorang pakar hadîts (hadis) terkemuka. Nasab (keturunan) nya
yaitu: al-Qusyairî an-Naysâbûrî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu:
Abû al-Husain. Laqab (gelar/titel) nya: al-Imâm al-Hâfizh Muslim.
Ia (Imâm Muslim) lahir di Naysâbûr (Kota kecil yang ada di negara Iran) pada tahun 204 atau 206 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Naysâbûr.
Ia (Imâm Muslim) wafat di Naysâbûr pada tahun 261 Hijriyah.
[4] Nama sebenarnya yaitu: ‘Abdullâh bin Muhammad bin Abî Syaibah Ibrâhîm bin
‘Utsmân. Ia (Ibnu Abî Syaibah) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior.
Dan ia (Ibnu Abî Syaibah) juga merupakan seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel
ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh).
Nasab (keturunan) nya yaitu: al-‘Abasî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Ibnu
Abî Syaibah) wafat pada tahun 235 Hijriyah.
[5] Nama lengkapnya yaitu: ‘Affân bin Muslim bin ‘Abdullâh. Ia (‘Affân bin
Muslim) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Dan ia (‘Affân bin
Muslim) juga merupakan seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-‘âdl-an
dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang konsisten). Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Bashrî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu:
Abû ‘Utsmân. Laqab (gelar/titel) nya: ash-Shafâr. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (‘Affân bin Muslim) wafat pada tahun 219
Hijriyah.
[6] Nama lengkapnya yaitu: Hammâd bin Salamah bin Dînâr. Ia (Hammâd bin
Salamah) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în pertengahan. Ia (Hammâd
bin Salamah) adalah seorang yang tsiqqah (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya).
Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Bashrî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: Abû Salamah. Laqab (gelar/titel) nya: al-Khazzâz. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Hammâd bin Salamah) wafat pada tahun 167
Hijriyah.
[7] Namanya yaitu: Tsâbit bin Aslam. Ia (Tsâbit bin Aslam) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan.
Ia (Tsâbit bin Aslam) adalah seorang yang tsiqqah (kredibel ke-‘âdl-an
dan ke-dhabith-annya). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Banânî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhammad. Tempat tinggalnya
di Bashrah. Ia (Tsâbit bin Aslam) wafat pada tahun 127 Hijriyah.
[8] Nama
lengkapnya yaitu: Anas bin Mâlik bin an-Nadhar bin Dhamdham bin Zaid bin Harâm.
Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Ia (Anas bin Mâlik)
merupakan salah satu pakar hadîts (hadis)
terkemuka di kalangan Sahabat; serta ia (Anas bin Mâlik) telah meriwayatkan 2.286 Hadîts.
Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Anshârî al-Madanî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Hamzah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Anas bin Mâlik) wafat pada
tahun 91 Hijriyah.
[9] Muhadditsîn yaitu: Orang yang
hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh
dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar,
pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek
dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î,
Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud,
an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
[10] Hadis Shahîh ialah: Hadis yang bersambung (muttashil)
sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang
yang istiqamah dalam beragama, baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan
cacat muru’ah), sempurna ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz),
dan tidak ada kecacatan (‘illat).
[11] Tsiqqât
adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.
[12] Nama sebenarnya yaitu: Sulaimân bin al-Asy’ats bin Syadâd bin ‘Amrû bin ‘Âmir. Ia (Abû Dâwud) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ dekat
pertengahan. Dan ia (Abû Dâwud) juga merupakan seorang tsiqqah
mutqan al-Imâm al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang yang kuat lagi kokoh, al-Imâm dan al-Hâfizh). Ia (Abû Dâwud) juga seorang pakar hadîts (hadis), dan fiqh (fiqih). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Azdî
as-Sijistânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Dâwud. Laqab
(gelar/titel) nya: al-Hâfizh Abû Dâwud. Ia (Abû Dâwud) lahir di Sijistân
(suatu Daerah yang terletak antara negara Iran dan Afghanistan) pada tahun 202
Hijriyah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Abû Dâwud) wafat di Bashrah
pada tahun 275 Hijriyah.
[13] Nama sebenarnya yaitu: Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin Asad.
Ia (Ahmad bin Hanbal) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Dan ia (Ahmad
bin Hanbal) juga merupakan seorang tsiqqah mutqan al-Imâm al-Hâfizh
(kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang
al-Imâm al-Hâfizh yang kuat dan kokoh). Ia (Ahmad bin Hanbal) juga seorang pakar hadîts (hadis) dan fiqh (fiqih).
Nasab (keturunan) nya yaitu: asy-Syaibânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab (gelar/titel) nya: al-Imâm al-Hâfizh Ahmad Ibn Hanbal. Ia (Ahmad bin Hanbal) lahir di Baghdâd pada tahun 164 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ahmad bin Hanbal) wafat di Baghdâd pada tahun 241 Hijriyah.
[14] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Sa’d bin Manî’. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Hâtsimî al-Bashrî al-Baghdâdî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab
(gelar/titel) nya: al-Hâfizh Ibn Sa’d dan Kâtib al-Wâqidî. Ia (Ibnu
Sa’d) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan
ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Ia (Ibnu Sa’d) juga
seorang pakar hadîts (hadis), fiqh (fikih), dan târîkh
(sejarah). Ia (Ibnu Sa’d) lahir di Bashrah pada tahun 168 Hijriyah. Ia (Ibnu
Sa’d) wafat pada tahun 230 Hijriyah.
[15] Nama sebenarnya
yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Jalâluddîn.
Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel
ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh).
Serta ia (as-Suyûthî) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts
(hadis), lughah (gramatika), adb (sastra), fiqh (fikih), târîkh
(sejarah), dan sebagainya. Nasab (keturunan) nya yaitu: as-Suyûthî.
Ia (as-Suyûthî) lahir di Qâhirah pada tahun 849 Hijriyah. Tempat
tinggalnya di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî) wafat di Qâhirah pada
tahun 911 Hijriyah.
[16] Nama lengkapnya yaitu: Wadhâh bin ‘Abdullâh Maulâ Yazîd bin ‘Athâ’. Ia (Abû ‘Awânah) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în senior. Ia (Abû ‘Awânah)
adalah seorang tsiqqah tsabat (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Yasykarî al-Wâsithî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: Abû ‘Awânah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Abû ‘Awânah) wafat di Bashrah pada tahun 176 Hijriyah.
[17] Sanad
adalah: Mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan ke matan
(redaksi/isi) hadis.
[18] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[19] Nama sebenarnya yaitu: Muhammad bin Ismâ’îl bin Ibrâhîm bin al-Mughîrah
bin Bardizbah. Ia (Bukhârî) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ pertengahan.
Dan ia (Bukhârî) juga merupakan seorang tsiqqah mutqan al-Imâm al-Hâfizh
(kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang yang
kuat lagi kokoh, al-Imâm dan al-Hâfizh). Ia (Bukhârî) juga
seorang pakar hadîts (hadis), tafsîr (tafsir), fiqh
(fiqih), târîkh (sejarah) dan lughah (gramatika). Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Ju’fŷ al-Bukhârî. Kuniyah (nama akrab)
nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab (gelar/titel) nya: al-Imâm
al-Hâfizh Bukhârî. Ia (Bukhârî) lahir di Bukhârâ pada tahun 194
Hijriyah. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Bukhârî) wafat di desa Khartank
(wilayah Samarqand) pada tahun 256 Hijriyah.
[20] Nama sebenarnya yaitu: Muhammad bin Îsâ bin Saurah bin Mûsâ bin
adh-Dhahâk. Ia (at-Tirmidzî) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ junior.
Dan ia (at-Tirmidzî) juga merupakan seorang tsiqqah al-Imâm al-Hâfizh
(kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang
al-Imâm dan al-Hâfizh). Ia (at-Tirmidzî) juga seorang pakar hadîts (hadis) dan
fiqh (fiqih). Nasab (keturunan) nya yaitu: as-Sulamî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Îsâ. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh at-Tirmidzî. Ia (at-Tirmidzî) lahir di Turmudzî (Kota kecil yang
terletak di sebelah Utara negara Iran) pada tahun 209 atau 210 Hijriyah. Tempat
tinggalnya di Turmudzî. Ia (at-Tirmidzî) wafat pada tahun 279 Hijriyah di
daerah Bugh, yaitu suatu daerah yang dekat dengan daerah Turmudzî.
[21] Nama sebenarnya yaitu: Muhammad bin Yazîd. Ia (Ibnu Mâjah) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’
junior. Dan ia (Ibnu Mâjah) juga merupakan seorang tsiqqah al-Imâm al-Hâfizh
(kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang
al-Imâm dan al-Hâfizh). Ia (Ibnu Mâjah) juga seorang pakar hadîts
(hadis), tafsîr (tafsir), fiqh (fikih), dan târîkh
(sejarah). Nasab (keturunan) nya yaitu: ar-Rabi’î al-Qazwînî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh
Ibn Mâjah. Ia (Ibnu Mâjah) lahir di Qazwîn (Kota besar yang ada di
negara Iran) pada tahun 207 atau 209 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Qazwîn.
Ia (Ibnu Mâjah) wafat pada tahun 273 Hijriyah.
[22] Nama sebenarnya yaitu: ‘Alî bin ‘Umar bin Ahmad bin Mahdî bin Mas’ûd bin
an-Nu’mân bin Dînâr. Ia (ad-Dâruquthnî) merupakan seorang tsiqqah al-Imâm
al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta
seorang al-Imâm dan al-Hâfizh). Ia (ad-Dâruquthnî) juga seorang
pakar lughah (gramatika) hadîts (hadis), dan fiqh (fiqih).
Nasab (keturunan) nya yaitu: ad-Dâruquthnŷ al-Baghdâdî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Abû al-Hasan. Laqab (gelar/titel) nya:
al-Hâfizh ad-Dâruquthnî. Ia (ad-Dâruquthnî) lahir di Dâr al-Qathn (salah satu Kota
yang terletak di Baghdâd) pada tahun 306 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Dâr al-Qathn. Ia (ad-Dâruquthnî)
wafat Dâr al-Qathn pada tahun 385 Hijriyah.
[23] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Hibbân bin Ahmad bin Hibbân bin Mu’âdz
bin Ma’bad. Ia (Ibnu Hibbân) merupakan seorang tsiqqah al-Imâm al-Hâfizh
(kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang
al-Imâm dan al-Hâfizh). Ia (Ibnu Hibbân) juga seorang pakar lughah
(bahasa) hadîts (hadis), târîkh (sejarah), ath-Thibb
(kedokteran), fiqh (fiqih), dan sebagainya. Nasab (keturunan)
nya yaitu: at-Tamîmî, ad-Dârimî al-Bustî. Kuniyah (nama akrab)
nya yaitu: Abû Hâtim. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh Ibn
Hibbân. Ia (Ibnu Hibbân) lahir di Bustî (salah satu
Kampung yang terletak di Sijistân) pada tahun 270 atau 271 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Khurrâsân.
Ia (Ibnu Hibbân) wafat pada tahun 354 Hijriyah.
[24] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Hâtim. Ia (Ibnu Abî Hâtim) adalah
seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang al-Hâfizh). Nasab (keturunan) nya yaitu: ar-Râzî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhammad. Laqab
(gelar/titel) nya: al-Hâfizh Ibn Abî Hâtim. Ia (Ibnu Abî Hâtim) adalah
pakar tafsîr (tafsir) dan hadîts (hadis). Ia (Ibnu Abî Hâtim)
wafat pada tahun 327 Hijriyah.
[25] Namanya yaitu:
Ibnu al-Jauzî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-Faraj. Laqab
(gelar/titel) nya: al-Hâfizh Ibn al-Jauzî. Ia (Ibnu al-Jauzî) adalah
seorang yang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang al-Hâfizh). Ia (Ibnu al-Jauzî) juga seorang pakar tafsîr
(tafsir), hadîts (hadis), lughah (gramatika), adb
(sastra), dan târîkh (sejarah),. Ia (Ibnu al-Jauzî) lahir pada tahun 508
Hijriyah. Ia (Ibnu al-Jauzî) wafat pada tahun 597 Hijriyah.
[26] Nama
lengkapnya yaitu: Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr. Nasab (keturunan) nya
yaitu: al-Qurasyî ad-Dimasyqî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû
al-Fidâ’. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh Ibn Katsîr. Ia
(Ibnu Katsîr) adalah seorang tsiqqah mutqan al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an
dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh yang kokoh dan kuat).
Ia (Ibnu Katsîr) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts
(hadis) dan târîkh (sejarah). Ia (Ibnu Katsîr) lahir di Bashrah
pada tahun 700 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Ibnu Katsîr)
wafat di Bashrah pada tahun 774 Hijriyah, dan dikubur di Damsyiq
(Damaskus).
[27] Al-Hâfizh Ibnu Katsîr. Tafsîr
al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî bin Muhammad as-Salâmah. Ar-Riyadh:
Dâr Thayyibah. Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 460.
[28] Atsar adalah: Sesuatu yang
disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan
perbuatan.
[29] Hadis Mawqûf
yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[30] Marfu’
maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.
[31] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh
dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari
sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya.
Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin
Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
[32] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar