Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2),
Ayat: 135
وَقَالُوْا كُوْنُوْا هُوْدًا
أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوْا قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا وَّمَا كَانَ
مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ (١٣٥)
135. Dan mereka
berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahûdi atau Nashrani, niscaya kamu mendapat
petunjuk". Katakanlah: "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama (Nabi)
Ibrâhîm yang lurus. Dan dia (Nabi Ibrâhîm) bukanlah dari golongan orang-orang Musyrik".
Al-Hâfizh[1] Ibnu Katsîr[2] mengeluarkan dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya (1/271), dengan
menisbahkan kepada Muhammad bin Ishâq dalam Tafsîr Muhammad Ibn Ishâqnya:
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: حَدَّثَنِيْ مُحَمَّدُ بْنُ أَبِيْ مُحَمَّدٍ,
قَالَ: حَدَّثَنِيْ سَعِيْدُ بْنُ جُبَيْرٍ, أَوْ عِكْرِمَةُ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ, قَالَ: قَالَ عَبْدُ اللهِ ابْنُ صُوْرِيَّا الأَعْوَرُ لِرَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا الْهُدَى إِلاَّ مَا نَحْنُ عَلَيْهِ فَاتَّبِعْنَا
يَا مُحَمَّدٌ تَهْتَدْ[3]. وَقَالَتِ
النَّصَارَى: مِثْلَ ذَلِكَ، فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: (وَقَالُوْا كُوْنُوْا هُوْدًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوْا
قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا وَّمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ).
“Muhammad bin Ishâq[4] berkata: “Muhammad
bin Abî Muhammad[5] telah bercerita
kepada saya (kepada Muhammad bin Ishâq), dia (Muhammad bin Abî Muhammad)
berkata: “Sa’îd bin Jubair[6] atau ‘Ikrimah[7] telah bercerita kepada saya
(kepada Muhammad bin Abî Muhammad), dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs[8], dia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs)
berkata: “(Salah seorang ‘Ulamâ’ Yahûdi yaitu:) ‘Abdullâh bin Shûriŷâ al-A’war[9] berkata kepada Rasûlullâh
SAW: “Tidak ada petunjuk selain apa (agama Yahûdi) yang kami anut. Maka
ikutilah (agama Yahûdi) kami wahai (Nabi) Muhammad, niscaya kamu mendapat
petunjuk”. Orang-orang Nashrani pun berkata seperti itu (berkata seperti
perkataan ‘Abdullâh bin Shûriŷâ al-A’war) pula”. Maka Allah SWT. menurunkan
(Surat al-Baqarah, Ayat: 135):
وَقَالُوْا كُوْنُوْا هُوْدًا
أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوْا قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا وَّمَا كَانَ
مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ (١٣٥)
135. Dan mereka
berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahûdi atau Nashrani, niscaya kamu mendapat
petunjuk". Katakanlah: "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama
(Nabi) Ibrâhîm yang lurus. Dan dia (Nabi Ibrâhîm) bukanlah dari golongan orang-orang Musyrik".
Al-Hâfizh[13] Ibnu Abî Hâtim[14] juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya
(1/241 atau No. Hadis: 1290), melalui jalur sanad[15] Yûnus bin Bukair.
Ibnu Hisyâm juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam as-Sîrah
an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâmnya (1/549).
Imâm Ibnu Jarîr[16] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an
Ta-wîl ay al-Qurânnya (Juz. 2, halaman: 589-590)[17],
melalui jalur sanad Abû Kuraib.
Al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî[18] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 1, 2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr
Ibn Abî Hâtimnya (1/241 atau No. Hadis: 1290).
Beliau (al-Hâfizh
Jalâluddîn as-Suyûthî) juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûrnya (1/140), dengan
menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnul Mundzir dalam Tafsîr Ibn al-Mundzirnya.
PENJELASAN (kedudukan hadis di atas):
Atsar[20] ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas digolongkan Mawqûf li
hukmi Marfû’, maksudnya: hadis Mawqûf[21] yang dihukumi Marfû’[22]. Karena para Muhadditsîn[23] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfû’,
dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab
turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfû’ oleh
para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam
hukum Syara’ (Islam).
KESIMPULAN
Hadis di atas berkualitas shahîh[24], dan dikuatkan ke-râjih-annya
dengan Hadis-hadis melalui jalur (sanad) lain sebagaimana yang telah
saya kemukakan di atas; sehingga kokoh dan kuatlah Hadis di atas, dan dapat
dijadikan hujjah (pedoman/landasan) dalam Syara’ (Islam).
BIBLIOGRAFI
Ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûr (al-Hâfizh as-Suyûthî/ al-Imâm al-Hâfizh
‘Abdurrahmân bin Abî Bakr).
As-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Hisyâm (Imâm Ibnu Hisyâm).
Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/ al-Imâm al-‘Âlim Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib).
Lubâb
an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl (al-Hâfizh
as-Suyûthî/ al-Imâm al-Hâfizh ‘Abdurrahmân
bin
Abî Bakr).
Mu’âlim at-Tanzîl (Imâm
al-Baghawî/ al-Husain bin Mas’ûd bin Muhammad bin al-Farrâ-i).
Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm (al-Hâfizh Ibnu Katsîr/ Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr).
Tafsîr
Ibn Abî Hâtim (al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim/ al-Imâm al-Hâfizh ‘Abdurrahmân bin Abî
Hâtim).
Tafsîr Ibn Ishâq (Ibnu Ishâq/ Muhammad bin Ishâq bin Yasâr).
[1] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[2] Nama
lengkapnya yaitu: Ismâ’îl bin ‘Amr bin Katsîr. Nasab (keturunan) nya
yaitu: al-Qurasyî ad-Dimasyqî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû
al-Fidâ’. Laqab (gelar/titel) nya: Ibn Katsîr. Ia (Ibnu
Katsîr) adalah seorang tsiqqah mutqan al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an
dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh yang kokoh dan kuat).
Ia (Ibnu Katsîr) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts
(hadis) dan târîkh (sejarah). Ia (Ibnu Katsîr) lahir di Bashrah
pada tahun 700 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Bashrah. Ia (Ibnu Katsîr)
wafat di Bashrah pada tahun 774 Hijriyah, dan dikubur di Damsyiq
(Damaskus).
[3] Kata (تَهْتَدْ)
bisa juga diganti dengan (تَهْتَدِى) atau (تَهْدِى). (Sumber: “Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, Tahqîq Sâmî
bin Muhammad as-Salâmah”, karya al-Hâfizh Ibnu Katsîr; Jilid. 1, Juz.
1, halaman: 448).
[4] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Ishâq bin Yasâr. Ia (Ibnu Ishâq) merupakan
seorang Tâbi’în junior. Ia (Ibnu Ishâq) di-tsiqqah-kan
(dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh
Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-‘Ijlî. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Mathlabî. Kuniyah (nama akrab) nya
yaitu: Abû Bakr. Tempat tinggalnya di Madînah. Ia (Ibnu Ishâq)
wafat di Baghdâd pada tahun 150 Hijriyah.
[5] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Abî Muhammad Maulâ Zaid bin Tsâbit. Ia
(Muhammad bin Abî Muhammad) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan.
Ia (Muhammad bin Abî Muhammad) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an
dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Ibnu Hibbân dan
al-Hâfizh adz-Dzahabî.
[6] Nama
lengkapnya yaitu: Sa’îd bin Jubair bin Hisyâm. Ia (Sa’îd bin Jubair) merupakan
seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Sa’îd bin Jubair) adalah seorang tsiqqah
tsabat (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta
seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Asadî. Kuniyah
(nama akrab) nya yaitu: Abû Muhamad. Tempat tinggalnya di Kûfah.
Ia (Sa’îd bin Jubair) wafat di ‘Irâq pada tahun 94 Hijriyah.
[7] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Ikrimah Maulâ ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. Ia (‘Ikrimah)
merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (‘Ikrimah) adalah seorang tsiqqah
tsabat (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta
seorang yang konsisten). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Barbarî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya
di Madînah. Ia (‘Ikrimah) wafat pada tahun 104 Hijriyah.
[8] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim. Ia
(Ibnu ‘Abbâs) merupakan seorang Sahabat dan juga seorang pakar tafsîr
(tafsir), fiqh (fikih), lughah (bahasa), Syi’ir (Sya’ir), farâidh
(waris) dan hadîts (hadis). Serta ia (Ibnu ‘Abbâs) telah meriwayatkan
1.660 Hadîts. Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî al-Hâsyimî. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs. Laqab (gelar/titel) nya: Ibn
‘Abbâs, al-Hijr dan al-Bahr. Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rawadz.
Ia (Ibnu ‘Abbâs) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.
[9] Di dalam as-Sîrah an-Nabawiŷah li Ibn Ishâq (1/160 dan
1/161) karya Muhammad bin Ishâq, ia (Muhammad bin Ishâq) berkata: “Musuh-musuhnya
Banî Nadhîr mereka yaitu: Banî Tsa’labah bin al-Fathyûn, ‘Abdullâh bin Shûriyâ
al-A’war (ia adalah orang yang paling mengetahui Kitâb Taurat di Hijâz), Ibnu
Shalûbâ, dan Mukhairîq”.
[10] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta
faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat
membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang
penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan
mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn:
Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim,
at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan
sebagainya.
[11] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).
[12] Tsiqqât
adalah: Para perawi hadis yang kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya.
[13] Al-Hâfizh
adalah: Gelar ahli hadis yang dapat men-shahîh-kan sanad serta matan
hadis, dan dapat men-ta’dîl-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadis, serta seorang Hâfizh itu harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadis. Contoh para Huffâzh: Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma’în,
‘Alî bin al-Madînî, Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, ad-Dârimî, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, al-Bayhaqî, ad-Dâruquthnî,
al-Hâkim, Zainuddîn ‘Abdurrahîm al-‘Irâqî, Syarafuddîn ad-Dimyathî, Ibnu Hajar
al-‘Asqalânî, al-Mizzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî, Abû Zar’ah ar-Râzî, Abû Hâtim
ar-Râzî, Ibnu Hazm, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu ‘Adî, Ibnu al-Mundzir, Ibnu ‘Abdul
Bâr, Ibnu Katsîr, Ibnu as-Sakan, Jalâluddîn as-Suyûthî, Muhammad Nâshiruddîn
al-Albânî, dan sebagainya.
[14] Nama
lengkapnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Hâtim. Ia (Ibnu Abî Hâtim) adalah
seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya,
serta seorang al-Hâfizh). Nasab (keturunan) nya yaitu: ar-Râzî.
Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhammad. Ia (Ibnu Abî Hâtim)
adalah pakar tafsîr (tafsir) dan hadîts (hadis). Ia (Ibnu Abî
Hâtim) wafat pada tahun 327 Hijriyah.
[15] Sanad
adalah: Mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan ke matan
(redaksi/isi) hadis.
[16] Nama
lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî.
Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim). Nasab
(keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû
Ja’far ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ at-Tafsîr
dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari Sittân pada
tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ibnu Jarîr) wafat
di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.
[17] Imâm Ibnu Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân
‘an Ta-wîl ay al-Qurân; Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî.
Kairo: Badâr Hajar. Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 589-590.
[18] Nama sebenarnya
yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Jalâluddîn.
Laqab (gelar/titel) nya: as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) adalah
seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh).
Serta ia (as-Suyûthî) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts
(hadis), lughah (bahasa), adb (sastra), fiqh (fikih), târîkh
(sejarah) dan sebagainya. Nasab (keturunan) nya yaitu: as-Suyûthî.
Ia (as-Suyûthî) lahir di Qâhirah pada tahun 849 Hijriyah. Tempat
tinggalnya di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî) wafat di Qâhirah pada
tahun 911 Hijriyah.
[19] Nama sebenarnya
yaitu: Al-Husain bin Mas’ûd bin Muhammad bin al-Farrâ-i. Kuniyah (nama
akrab) nya yaitu: Abû Muhammad. Laqab (gelar/titel) nya: Rukn
ad-Dîn dan Muhyiy as-Sunnah. Ia (al-Baghawî) adalah seorang yang tsiqqah
(kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya). Serta ia (al-Baghawî) juga
seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts (hadis), dan fiqh
(fikih). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Baghawî asy-Syâfi’î. Ia
(al-Baghawî) lahir pada tahun 436 Hijriyah. Ia (al-Baghawî) wafat di Marwa
ar-Ruwadz (salah satu Kota di Khurrâsân) pada tahun 510 Hijriyah.
[20] Atsar adalah: Sesuatu yang
disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan
perbuatan.
[21] Hadis Mawqûf
yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.
[22] Marfu’
maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.
[23] Muhadditsîn
yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh,
hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh
dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari
sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya.
Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin
Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu
Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.
[24] Hadis Shahîh
ialah: Hadis yang bersambung (muttashil) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘âdl (‘âdl yaitu: orang yang istiqamah dalam beragama,
baik akhlaqnya, tidak fasiq dan tidak melakukan cacat muru’ah), sempurna
ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadzdz), dan tidak ada
kecacatan (‘illat).