Rabu, 13 Februari 2013

PENGAMALAN HADIS DHA'ÎF

PENGAMALAN HADIS DHA'ÎF


Muhammad Ajaj al-Khâthib berkata dalam al-Mukhtashar al-Wajîz fî 'Ulûm al-Hadîtsnya (halaman: 157-160): "Para 'Ulamâ berbeda pendapat dalam pengamalan Hadis Dha'îf (lemah). Perbedaan itu dapat dibagi menjadi tiga pendapat, yaitu:
A.   Hadîts Dha'îf (lemah) tidak dapat diamalkan secara mutlak., baik dalam keutamaan 'amal (fadhâil al-a'mâl) maupun dalam hukum (ahkâm), sebagaimana diberitakan oleh al-Hâfizh Ibnu Saŷid an-Nâs dari al-Hâfizh Yahyâ bin al-Ma'în. Pendapat pertama ini adalah pendapat al-Hâfizh al-Bukhârî, al-Hâfizh Muslim bin al-Haĵâj, al-Hâfizh Ibnu Hazm, dan Abû Bakr Ibn al-'Arabî.
B.   Hadis Dha'îf (lemah) dapat diamalkan secara mutlak, baik dalam fadhâil al-a'mâl (keutamaan 'amal) maupun dalam masalah hukum (ahkâm). Pendapat ini adalah pendapat al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal dan al-Hâfizh Abû Dâwud, mereka berdua (al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal dan al-Hâfizh Abû Dâwud) berpendapat: "Hadis Dha'îf (lemah) lebih kuat daripada pendapat para 'Ulamâ". Imâm Ibnu ash-Shalâh berkata menjelaskan perkataan al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal dan yang lainnya: "Yang dimaksud perkataan al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal dan yang lainnya yaitu: "Pada masa al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal dan yang lainnya, Hadis baru diklasifikasi menjadi tiga, yaitu: Shahîh, Dha'îf dan Mawdhû', adapun klasifikasi Hadis Hasan maupun Hasan Shahîh baru diperkenalkan oleh al-Hâfizh at-Tirmidzî. Oleh karena itu, maksud dari perkataan al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal dan yang lainnya yaitu: "Hadis Hasan maupun Hasan Shahîh, dan bukanlah Hadis Dha'îf".
C.  Hadis Dha'îf (lemah) dapat diamalkan dalam fadhâil al-a'mâl (keutamaan amal), mau'izhah (pelajaran dan nasehat), targhîb (janji-janji yang menggemarkan), dan tarhîb (ancaman yang menakutkan) jika memenuhi persyaratan sebagaimana yang dipaparkan oleh al-Hâfizh Ibnu Hajar al-'Asqalânî, yaitu sebagai berikut:
1.    Hadisnya tidak terlalu dha'îf, contoh: "Hadis Mursal".
2.    Masuk dalam kategori Hadis yang diamalkan (ma'mûl bih), contoh: "Hadis Muhkam (Hadis Maqbûl yang tidak bertentangan dengan Hadis lain), Hadis Nâsikh (Hadis yang membatalkan hukum pada Hadis sebelumnya), Hadis Râjih (Hadis yang lebih unggul dibandingkan oposisinya)".
3.    Tidak diyakini kebenarannya secara mutlak kebenaran Hadis tersebut, akan tetapi karena berhati-hati (ikhthiyath)".[1]








[1] Sumber: "al-Mukhtashar al-Wajîz fî 'Ulûm al-Hadîts", karya: Muhammad Ajaj al-Khâthib (halaman: 157 - 160).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar