Rabu, 10 November 2010

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN


ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN


  1. Pendahuluan
Memasuki abad kedua puluh masehi, keadaan dunia ditandai oleh kemajuan yang dicapai barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan segala implikasinya, yaitu berupa penjajahan mereka atas dunia Islam. Negara-negara yang dahulu masuk ke dalam hegemoni Islam seperti: Spanyol, India, Sisilia dan sebagainya sudah mulai melepaskan diri dari Islam dan dan berdiri sendiri sebagai Negara yang sepenuhnya berada di luar ideologi Islam. Demikian pula Negara-negara yang secara ideologis sepenuhnya dikuasai Islam juga sudah banyak yang menjadi jajahan bangsa-bangsa lain. Negara-negara tersebut antara lain Mesir, Turki, Malaysia, dan Indonesia.
Dikalangan umat Islam timbullah tiga sikap menghadapi keterbelakangan dalam bidang ilmu pengetahuan tersebut sebagai berikut:
1.      Asumsi pertama yaitu: bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari barat dianggap sebagai ilmu pengetahuan yang sekuler. Oleh karena itu ilmu tersebut harus ditolak. Untuk membawa kemajuan Islam adalah dengan kembali pada al-Quran dan as-Sunnah serta warisan Islam di zaman klasik.
2.      Asumsi kedua yaitu: bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari barat dianggap sebagai ilmu pengetahuan yang netral. Oleh karena itu ilmu tersebut harus diterima apa adanya tanpa disertai rasa curiga dan sebagainya.
3.      Asumsi ketiga yaitu: bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari barat adalah ilmu pengetahuan yang sekuler dan materialisme. Namun dapat diterima oleh umat Islam dengan terlebih dahulu dilakukan proses islamisasi.
 

  1. Berbagai Pendapat Tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan
  1. Pendapat yang kontra dengan islamisasi ilmu pengetahuan di antaranya:
·  Dr. Mohammad Arkoun(seorang guru besar Islamic Studies pada Universitas Sorbon Perancis).
Dr. Mohammad Arkoun mengatakan bahwa: keinginan dari para cendekiawan Muslim untuk melakukan islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi adalah merupakan kesalahan, sebab hal ini dapat menjebak kita pada pendekatan yang mengaggap Islam hanya semata-mata sebagai ideologi.[1] 
·  Usep Fathuddin.
Usep Fatahudin mengatakan: hemat saya islamisasi ilmu bukanlah kerja ilmiah, apalagi kerja kreatif. Sebab yang dibutuhkan umat dan para cendekiawannya adalah menguasai dan mengembangkan ilmu. Islamisasi ilmu hanyalah “kerja kreatif” atas karya orang saja. Sampai tingkat tertentu, tak ubahnya pekerja di pinggir jalan. Manakala orang atau seorang ilmuwan berhasil menciptakan atau mengembangkan ilmu, maka sebagian kecil orang Islam akan mencoba “menangkap” dan berusaha mengislamkannya.[2]

  1. Pendapat yang pro dengan islamisasi ilmu pengetahuan di antaranya:
§   Mulyanto
Mulyanto mengatakan: ilmu pengetahuan adalah bebas nilai. Islamisasi ilmu pengetahuan tak lain dari proses pengembalian atau pemurnian ilmu pengetahuan pada prinsip-prinsip yang hakiki, yakni: Tauhid, Kesatuan makna kebenaran, dan kesatuan ilmu pengetahuan.[3] 
§   Haidar Bagir
Haidar Bagir beralasan dengan tiga argumentasi:
o Umat Islam butuh sebuah sistem sains yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan materialnya dan spritualnya.
o Secara sosiologis, umat Islam yang tinggal di wilayah geografis dan memiliki kebudayaan yang berbeda dari Barat-tempat sains modern dikembangkan-jelas butuh sistem yang berbeda pula, karena sains Barat diciptakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya sendiri.
o Umat Islam pernah memiliki peradaban islami di mana sains berkembang sesuai dengan nilai dan kebutuhan-kebutuhan umat Islam. Jadi sebetulnya, jika syarat-syarat untuk itu mampu dipenuhi, kita punya alasan untuk berharap menciptakan kembali sebuah sains Islam dalam peradaban yang islami pula.
    



  1. Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Islamisasi ilmu pengetahuan dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya:
    1. menjadikan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu pengetahuan(aksiologi), tanpa mempermasalahkan aspek ontologis dan epistemologi ilmu pengetahuan tersebut. Dengan kata lain ilmu pengetahuan dan teknologinya tidak dipermasalahkan. Yang dipermasalahkan adalah orang yang mempergunakannya. Sehingga cara yang pertama ini berpandangan bahwa: ilmu pengetahuan dan teknologi dalam arti produknya adalah netral.[4]
    2. Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukakan dengan cara memasukkan nilai-nilai islami ke dalam konsep ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Asumsi dasarnya adalah: ilmu pengetahuan tersebut tidak netral, melainkan penuh muatan nilai-nilai yang dimasukkan oleh orang yang merancangnya. Dengan demikian islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi harus dilakukan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.[5]
    3. Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui konsep Tauhid dalam arti seluas-luasnya. Tauhid bukan hanya dipahami secara teo-sentris yaitu: mempercayai dan meyakini adanya Tuhan dengan segala sifat kesempurnaan yang dimiliki-Nya, serta jauh dari sifat-sifat yang tidak sempurna, melainkan Tauhid bahwa antara manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam, dan manusia dengan segenap ciptaan Tuhan lainnya adalah merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan dan saling mempengaruhi, dan semuanya itu merupakan wujud tanda kekuasaan dan kebesaran Tuhan.
    4. Islamisasi ilmu pengetahuan dapat pula dilakukan melalui inisiatif pribadi melalui proses pendidikan yang diberikan secara berjenjang dan berkesinambungan.
    5. Islamisasi ilmu pengetahuan juga dapat dilakukan dengan cara melakukan integrasi antara dua paradigma agama dan ilmu yang seolah-olah memperlihatkan perbedaan. Pandangan ini antara lain terlihat pada pemikiran Usep Fathuddin.
Dengan berbagai cara islamisasi pengetahuan dan teknologi di atas, maka islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi harus pula dilakukan dengan mensinergikan pendekatan agama dan umum dengan uraian sebagai berikut:
1.      Kebenaran ilmu itu relatif, sedangkan agama bersifat absolut.
2.      Ilmu pengetahuan bersifat immanent dan spekulatif, sedangkan agama bersifat transendental dan pasti juga adalah benar dan tidak perlu dipertentangkan.
3.      Ilmu pengetahuan bersifat tidak pasti, sedangkan agama adalah pasti, dan menunjukkan bahwa manusia terbatas kemampuannya.
4.      Ilmu pengetahuan melihat segala sesuatu secara objektif(bagaimana adanya), sedangkan agama melihat sesuatu secara normatif(bagaimana seharusnya) dan juga bukan hal yang perlu dipertentangkan.
5.      Ilmu pengetahuan melihat problematika dan solusinya berdasarkan rasio manusia, sedangkan agama melihatnya melalui petunjuk Tuhan, dan juga bukan hal yang perlu pertentangkan.
6.      Ilmu pengetahuan berbicara yang empiris, sedangkan agama berbicara yang gaib, dan juga tidak ada pertentangan.

       
  1. Penutup
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa islamisasi ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah: suatu upaya untuk mentransformasikan niali-nilai keislaman ke dalam berbagai bidang kehidupan manusia, khususnya ilmu pengetahuan. Dengan islamisasi ilmu pengetahuan dapat diketahui dengan jelas, bahwa Islam bukan hanya mengatur segi-segi ritualitas dalam arti: Salat, Puasa, Zakat, dan Haji, melainkan sebuah ajaran yang mengintegrasikan segi-segi kehidupan duniawi, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. di tengah-tengah masyarakat yang masih dilanda krisis dalam berbagai bidang kehidupan seperti sekarang ini, islamisasi ilmu pengetahuan semakin dipandang relevan daya antisipatifnya.


[1] Muslih Usa(ed), Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1991), cet. I, hlm. 5.
[2] Usep Fathuddin, Perlukah Islamisasi Ilmu? Dalam Moeflih Hasbullah (ed.), Gagasan dan Perdebatan Islamsasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Pustaka Cidesindo, 2000), hlm. 51.
[3] Mulyanto, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, dalam Moeflich Hasbullah, Gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Pustaka Cidesindo, 2000), cet.I, hlm. 17 dan 27.
[4] Mulyanto, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, dalam Moeflich Hasbullah (ed.), Gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Pustaka Cidesindo, 2000), hlm. 17-18.
[5] CERPEN di sebuah Surat Kabar, Sutjipto Wirosardjono mengangkat tema tentang konsep ekonomi yang tidak netral.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar