Jumat, 08 Agustus 2014

EMPAT AKSI ISIS YANG MENYESATKAN



EMPAT AKSI ISIS YANG MENYESATKAN

Akhir-akhir ini dunia digemparkan dengan berita-berita mengenai kesesatan-kesesatan gerakan (ORMAS) yang kita kenal dengan: "ISIS (Islamic State In Irak and Syria), atau ISIL (Islamic State In Irak and the Levant)", ataupun dengan sebutan lainnya. Akan tetapi apakah segala aksi yang telah dilakukan ISIS ataupun ISIL selama ini sesuai dengan syara' Islâm ataupun tidak?. Maka hal inilah yang akan penulis paparkan dalam pengkajian berikut.
Beberapa hari yang lalu kita juga telah mengetahui bahwa Pemeritah Indonesia, Majelis 'Ulamâ Indonesia (MUI), dan beberapa ORMAS (organisasi masyarakat) Islâm di Indonesia yang mana dengan tegas telah menentukan sikap mengenai gerakan (ORMAS) ISIS ataupun ISIL tersebut, yakni: dengan menolak dan menentang keras gerakan (ORMAS) ISIS ataupun ISIL untuk mengembangkan dan menyebarluaskan pahamnya di negara Indonesia. Dalam hal ini penulis pun sangat setuju dan sangat mengapresiasi sikap Pemeritah Indonesia, Majelis 'Ulamâ Indonesia (MUI), dan beberapa ORMAS (organisasi masyarakat) Islâm di Indonesia tersebut.
Adapun empat aksi menyesatkan yang telah dilakukan ISIS ataupun ISIL yakni sebagaimana berikut:
1.      Memaksa para non muslim untuk masuk (memeluk) agama Islâm
Beberapa hari yang lalu kita telah mengetahui bahwa gerakan (ORMAS) ISIS ataupun ISIL ini telah mengultimatum (secara paksa) para pengikut agama Kristen di salah satu wilayah negara Irak untuk masuk (memeluk) agama Islâm ataupun meninggalkan wilayah tersebut jika enggan untuk memeluk agama Islâm. Dan hal itu tentu sangat bertentangan dengan ajaran Islâm, sebagaimana substansi yang terdapat dalam Firman Allâh SWT. dalam Surat al-Baqarah (2), Ayat: 256 berikut:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ (256)
Tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama Islâm. Sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barangsiapa yang mengingkari thâghût[1] dan beriman kepada Allâh SWT. Maka sungguh dia telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus[2]. Allâh SWT. Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Ayat di atas sangat gamblang menerangkan bahwasannya tidak ada paksaan bagi siapapun untuk memeluk agama Islâm. Karena memang sudah jelas mana jalan yang benar, dan mana jalan yang salah. Dan agama yang ada di sisi Allâh SWT. hanyalah agama Islâm, sebagaimana substansi yang terdapat dalam Firman Allâh SWT. dalam Surat âli-'Imrân (3), Ayat: 19. Namun, kita juga tidak boleh serta merta memaksa siapapun untuk memeluk agama Islâm, akan tetapi kita cukup mengajak, menghimbau dan menyeru siapapun dengan metode yang baik, santun, dan bijaksana; serta mendoakan mereka (non muslim) untuk memeluk agama Islâm; sebagaimana Firman Allâh SWT. dalam Surat an-Nahl (16), Ayat: 125 berikut:
ادْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ (125)
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu (jalan Allâh SWT.)[3] dengan al-Qurân[4], serta pendidikan dan pengajaran[5] yang baik, dan berdebatlah dengan mereka menggunakan metode yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu (Allâh SWT); Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya. Dan Dialah (Allâh SWT.) yang lebih mengetahui siapa yang mendapatkan petunjuk.

Firman Allâh SWT. di atas, sama sekali tidak memerintahkan kaum muslimîn untuk mengajak, menghimbau dan menyeru non muslim untuk memeluk agama Islâm dengan metode kekerasan, tindakan brutal dan membabi-buta. Namun, Firman Allâh SWT. di atas sangatlah jelas menerangkan bahwa kaum muslimîn diperintahkan untuk mengajak, menghimbau dan menyeru seluruh umat manusia dengan al-Qurân, serta pendidikan dan pengajaran yang baik, dan mendebat dengan metode yang baik, santun, dan bijaksana; agar kelak kita mudah memikat hati mereka (non muslim), sehingga mereka (non muslim) dengan senang hati berkenan memeluk agama Islâm.
Ketahuilah, Nabi kita Muhammad SAW. itu diutus oleh Allâh SWT. kepada umat manusia agar bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam. Sebagaimana Firman Allâh SWT. berikut:
 وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ (107)
Dan tidaklah kami (Allâh SWT.) mengutus engkau wahai Nabi Muhammad, melainkan (untuk menjadi) rahmat bagi seluruh alam.[6]

Oleh karena itu, kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW. juga harus menjadi rahmat bagi seluruh alam, yakni: bermanfaat bagi orang lain, menginspirasi orang lain, dan mencerahkan kehidupan umat manusia. Bukan malah merugikan orang lain, berbuat kerusakan, bertindak brutal dan membabi buta, hingga seluruh umat manusia membenci kita (kaum muslimîn).
Ketahuilah, Nabi kita Muhammad SAW. itu juga diutus oleh Allâh SWT. dengan membawa ajaran agama Islâm yang bersifat fleksibel dan penuh toleransi, sebagaimana Sabda Nabi SAW. berikut:
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِيْهِ، قَالَ: قَالَ لِيْ عُرْوَةُ: إِنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَئِذٍ: لَتَعْلَمُ يَهُوْدُ أَنَّ فِيْ دِيْنِنَا فُسْحَةً. إِنِّيْ أُرْسِلْتُ بِحَنِيْفِيَّةٍ سَمْحَةٍ.
Sulaimân bin Dâwud bin al-Jârûd telah bercerita kepada kami (kepada Ahmad bin Hanbal), dia (Sulaimân bin Dâwud bin al-Jârûd) berkata: "'Abdurrahmân bin Abî az-Zinâd telah bercerita kepada kami (kepada Sulaimân bin Dâwud bin al-Jârûd), dari ayahnya (namanya yaitu: 'Abdullâh bin Dzakwân), dia ('Abdullâh bin Dzakwân) berkata: "'Urwah bin az-Zubair bin al-'Aŵâm berkata kepadaku (kepada 'Abdullâh bin Dzakwân): "Bahwasanya 'Âisyah berkata: "Suatu hari Rasûlullâh SAW. bersabda: "Sungguh orang Yahûdi itu mengetahui bahwasanya agama Islâm kita itu fleksibel. Sesungguhnya aku (Nabi SAW.) diutus dengan membawa ajaran agama Islâm yang fleksibel dan penuh toleransi". {Hadis ini sanadnya berkualitas hasan dan redaksi hadisnya berkualitas shahîh, yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Al-Imâm Ahmad Ibnu Hanbalnya (No. Hadis: 24855 dan 25962). Dan as-Sarrâj dalam Hadîtsus Sarrâjinya (No. Hadis: 2148)}.[7]

Ketahuilah, agama Islâm itu merupakan agama yang paling dicintai oleh Allâh SWT. dikarenakan agama Islâm itu fleksibel, yakni: berlaku dan sesuai di setiap zaman dan di manapun agama Islâm itu berada; serta dikarenakan agama Islâm itu menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dalam kehidupan sosial masyarakat, yakni: dalam kehidupan antar umat beragama, serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagaimana Hadis Shahîh Li Ghayrihi berikut:
حَدَّثَنَا صَدَقَةُ، قَالَ: أَخْبَرَنَا يَزِيْدُ بْنُ هَارُوْنَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ حُصَيْنٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ؟. قَالَ: الْحَنِيْفِيَّةُ السَّمْحَةُ.
Shadaqah bin al-Fadhl telah bercerita kepada kami (kepada al-Bukhâriŷ), dia (Shadaqah bin al-Fadhl) berkata: "Yazîd bin Hârûn bin Zadziy telah mengabarkan kami (mengabarkan Shadaqah bin al-Fadhl), dari Muhammad bin Ishâq bin Yasâr, dari Dâwud bin al-Hushain, dari 'Ikrimah, dari 'Abdullâh bin 'Abbâs, dia ('Abdullâh bin 'Abbâs) berkata: "Nabi Muhammad SAW. ditanya oleh seseorang mengenai: "Agama apakah yang paling dicintai Allâh SWT?". Lalu Nabi SAW. menjawab: "Agama Islâm, yang fleksibel dan penuh toleransi". {Hadis ini berkualitas shahîh li ghayrihi, yang diriwayatkan oleh al-Bukhâr dalam Al-Adabul Mufradinya (No. Hadis: 287). Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Al-Imâm Ahmad Ibnu Hanbalnya (No. Hadis: 2107). 'Abd bin Humaid dalam Al-Muntakhabu Min Musnadin 'Abd Ibnu Humaidinnya (No. Hadis: 569). Ath-Thabarâniŷ dalam Al-Mu’jamul Kabîrinya (No. Hadis: 11572). Dan Dhiyâuddîn al-Maqdisiŷ dalam Al-Ahâdîtsul Mukhtâratinya (No. Hadis: 370 - 372)}.[8]

Oleh karena itu, mari kita menjadi orang Islâm yang menyejukkan hati orang lain, bermanfaat bagi orang lain, menginspirasi orang lain dengan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran, serta mencerahkan kehidupan seluruh umat manusia. Dan mari kita sebagai orang Islâm hidup berdampingan antar umat beragama dengan hidup yang rukun, fleksibel dan penuh toleransi, serta saling mencintai dan menyayangi antara yang satu dengan yang lainnya; sehingga kita (kaum muslimîn) bisa memikat hati non muslim untuk memeluk agama Islâm, dan sehingga kita (kaum muslimîn) bisa menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia.


2.      Membunuh sesama muslim
Aksi menyesatkan yang telah dilakukan ISIS ataupun ISIL hingga saat ini sudah sangat-sangat melampaui batas dari kewajaran, yakni: brutal dan membabi-buta dalam membunuh ribuan jiwa yang tak bersalah, baik yang dilakukan di Negara Irak maupun di Suriah. Ketahuilah, semua manusia yang bernyawa (hidup) baik yang muslim maupun non muslim pada dasarnya diharamkan untuk dibunuh ataupun dihilangkan nyawanya. Bahkan Allâh SWT. itu murka, melaknat, dan mengadzab yang besar, serta mengekekalkan di dalam Neraka Jahannam bagi kaum muslimîn yang membunuh sesama muslimnya tanpa alasan yang dibenarkan dalam syara' Islâm. Sebagaimana Firman Allâh SWT. dalam Surat al-An'âm (6), Ayat: 151 berikut:
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلَا تَقْتُلُوْا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلَا تَقْتُلُوْا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ (151)
Katakanlah wahai Nabi Muhammad SAW. marilah aku (Nabi SAW.) bacakan apa yang diharamkan Tuhan (Allâh SWT.) kepada kalian (kaum muslimîn), (yakni:) jangan mempersekutukan-Nya dengan apapun; berbuat baik kepada kedua orang tua (bapak dan ibu); janganlah membunuh anak-anak kalian karena miskin, kamilah (Allâh SWT.) yang memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka (kepada anak-anak kalian); janganlah kalian mendekati perbuatan keji, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi; dan janganlah kalian membunuh orang yang diharamkan oleh Allâh SWT. untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar[9]. Demikianlah Dia (Allâh SWT.) memerintahkan kepada kalian agar kalian mengerti.

Juga sebagaimana dalam Firman Allâh SWT. dalam Surat al-Isrâ (17), Ayat: 33 berikut:
وَلَا تَقْتُلُوْا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُوْمًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُوْرًا (33)
Dan janganlah kalian (kaum muslimîn) membunuh orang yang diharamkan oleh Allâh SWT. untuk dibunuh, kecuali dengan alasan yang benar[10]. Barangsiapa terbunuh secara zhalim, maka sungguh Kami (Allâh SWT.) telah memberi kekuasaan kepada walinya[11], akan tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam pembunuhan. Sesungguhnya dia[12] adalah orang yang mendapatkan pertolongan.

Dan juga sebagaimana dalam Firman Allâh SWT. dalam Surat an-Nisâ (4), Ayat: 92 - 93 berikut:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوْا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيْثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللهِ وَكَانَ اللهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا (92) وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيْمًا (93)
92. Dan tidak dibenarkan bagi orang yang beriman membunuh orang yang beriman yang lain; kecuali karena tidak sengaja. Barangsiapa membunuh orang yang beriman karena tidak sengaja, maka hendaklah ia memerdekakan seorang hamba sahaya (budak) yang beriman serta membayar tebusan (diyat) yang diserahkan kepada keluarga si terbunuh itu; kecuali jika mereka (keluarga si terbunuh) membebaskan pembayaran tebusan (diyat) tersebut. Jika si terbunuh dari kaum yang memusuhimu padahal ia (si terbunuh) adalah orang yang beriman, maka hendaklah si pembunuh memerdekakan hamba sahaya (budak) yang beriman. Dan jika si terbunuh dari kaum Kâfir yang ada perjanjian damai di antara mereka (kaum Kâfir) dengan kalian (dengan kaum muslimîn), maka hendaklah si pembunuh membayar tebusan (diyat) yang diserahkan kepada keluarga si terbunuh serta memerdekakan hamba sahaya (budak) yang beriman. Barangsiapa tidak mendapatkan hamba sahaya (budak) yang beriman, maka hendaklah si pembunuh berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai pertobatan kepada Allâh SWT. Dan Allâh SWT. Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.
93. Dan barangsiapa membunuh orang yang beriman dengan sengaja (tanpa alasan yang dibenarkan dalam syara' Islâm), maka balasannya ialah kekal di dalam Neraka Jahannam; Allâh SWT. murka kepadanya (kepada si pembunuh), dan melaknatnya (melaknat si pembunuh) serta mempersiapkan adzab yang besar baginya (bagi si pembunuh).

Kedua Ayat (Surat al-An'âm (6), Ayat: 151 dan Surat al-Isrâ (17), Ayat: 33) di atas sangat gamblang menerangkan bahwasanya semua manusia baik muslim maupun non muslim merupakan jiwa yang telah diharamkan oleh Allâh SWT. untuk dibunuh. Namun, apabila ada suatu alasan yang dibenarkan dalam syara' Islâm untuk melakukan pembunuhan, maka hal itu tentu dibenarkan; contoh: merajam pezina yang sudah menikah, membunuh orang yang murtad, dan melakukan qishâsh, merupakan beberapa contoh dari pembunuhan yang dibenarkan dalam syara' Islâm.
Adapun dalam kedua Ayat (Surat an-Nisâ (4), Ayat: 92 - 93) terakhir di atas sangatlah jelas menerangkan bahwa membunuh sesama muslim tanpa alasan yang dibenarkan dalam syara' Islâm itu diharamkan secara mutlak dalam syara' Islâm. Bahkan Allâh SWT. murka, melaknat dan mempersiapkan adzab yang besar, serta mengekekalkan di dalam Neraka Jahannam bagi mereka (bagi kaum muslimîn yang membunuh sesama muslim tanpa alasan yang dibenarkan dalam syara' Islâm).
Akan tetapi, apabila kaum muslimîn diusik ataupun disakiti oleh non muslim, selama jalan perdamaian bisa kita (kaum muslimîn) tempuh, mari kita kaum muslimîn harus menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian, persatuan dan kesatuan antar umat beragama. Namun, jika kita telah diserang oleh non muslim, ataupun jalan diplomasi dan perdamaian tidak bisa kita tempuh, maka baru kita akan mengangkat senjata, yakni: berperang (bertempur); dan inilah solusi dan alternatif terakhir bagi kaum muslimîn. Sebagaimana Firman Allâh SWT. dalam Surat an-Nisâ (4), Ayat: 90 - 91 berikut:
إِلَّا الَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ إِلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيْثَاقٌ أَوْ جَاءُوْكُمْ حَصِرَتْ صُدُوْرُهُمْ أَنْ يُقَاتِلُوْكُمْ أَوْ يُقَاتِلُوْا قَوْمَهُمْ وَلَوْ شَاءَ اللهُ لَسَلَّطَهُمْ عَلَيْكُمْ فَلَقَاتَلُوْكُمْ فَإِنِ اعْتَزَلُوْكُمْ فَلَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ وَأَلْقَوْا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ فَمَا جَعَلَ اللهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيْلًا (90) سَتَجِدُوْنَ آخَرِيْنَ يُرِيْدُوْنَ أَنْ يَأْمَنُوْكُمْ وَيَأْمَنُوْا قَوْمَهُمْ كُلَّ مَا رُدُّوْا إِلَى الْفِتْنَةِ أُرْكِسُوْا فِيْهَا فَإِنْ لَمْ يَعْتَزِلُوْكُمْ وَيُلْقُوْا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ وَيَكُفُّوْا أَيْدِيَهُمْ فَخُذُوْهُمْ وَاقْتُلُوْهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوْهُمْ وَأُوْلَئِكُمْ جَعَلْنَا لَكُمْ عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا مُبِيْنًا (91)
90. Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum, yang mana antara kalian (kaum muslimîn) dengan kaum itu (kaum yang memberikan perlindungan) telah ada perjanjian damai; ataupun orang yang datang kepada kalian (kepada kaum muslimîn) sedangkan Hati mereka (non muslim) merasa keberatan untuk memerangi kalian (kaum muslimîn). Sekiranya Allâh SWT. menghendaki, niscaya diberikan-Nya kekuasaan kepada mereka (non muslim) dalam menghadapi kalian (kaum muslimîn), maka pastilah mereka (non muslim) memerangi kalian (kaum muslimîn). Akan tetapi jika mereka (non muslim) membiarkan kalian (tidak mengusik ataupun menyakiti kaum muslimîn), dan tidak memerangi kalian (kaum muslimîn), serta menawarkan perdamaian kepada kalian (kaum muslimîn), maka Allâh SWT. tidak memberi jalan bagi kalian (kaum muslimîn) untuk memerangi dan membunuh mereka (non muslim).
91. Kelak akan kalian (kaum muslimîn) temukan golongan-golongan yang lain, yang menginginkan agar mereka (non muslim) hidup aman bersama kalian (kaum muslimîn) dan aman pula bersama kaumnya (kaum non muslim). Setiap kali mereka (non muslim) diajak kembali kepada kesyirikan, mereka (non muslim) pun terjun ke dalamnya (ke dalam kesyirikan). Oleh karena itu, jika mereka (non muslim) tidak membiarkan kalian (mengusik ataupun menyakiti kaum muslimîn) dan enggan menawarkan perdamaian kepada kalian (kaum muslimîn), serta memerangi kalian (kaum muslimîn), maka tawanlah mereka (non muslim tersebut) dan bunuhlah mereka (non muslim tersebut) di mana saja kalian (kaum muslimîn) temui, dan merekalah (non muslim tersebut) orang-orang yang kami (Allâh SWT.) berikan kepada kalian (kaum muslimîn) alasan yang nyata untuk memerangi, menawan dan membunuh mereka (non muslim tersebut).

Juga sebagaimana dalam Firman Allâh SWT. dalam Surat al-Baqarah (2), Ayat: 194 berikut:
الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوْا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ وَاتَّقُوْا اللهَ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ (194)
Bulan haram dengan bulan haram, dan terhadap sesuatu yang dihormati berlaku hukum qishâsh. Oleh sebab itu barangsiapa menyerang kalian (kaum muslimîn), maka seranglah dia setimpal dengan serangannya terhadap kalian (kaum muslimîn). Bertakwalah kepada Allâh SWT; dan ketahuilah bahwa Allâh SWT. beserta (bersama) orang-orang yang bertakwa.

Dan juga sebagaimana dalam Firman Allâh SWT. dalam Surat al-Baqarah (2), Ayat: 190 berikut:
وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا إِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ (190)
Dan perangilah di jalan Allâh SWT. orang-orang yang memerangi kalian (kaum muslimîn), akan tetapi janganlah melampaui batas. Sungguh, Allâh SWT. tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.    

Serta sebagaimana dalam Firman Allâh SWT. dalam Surat al-Baqarah (2), Ayat: 193 berikut:
وَقَاتِلُوْهُمْ حَتَّى لَا تَكُوْنَ فِتْنَةٌ وَيَكُوْنَ الدِّيْنُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ (193)
Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah[13], dan agama[14] hanya bagi Allâh SWT. semata. Jika mereka berhenti memerangi kalian (kaum muslimîn), maka tidak ada lagi permusuhan; kecuali terhadap orang-orang yang zhâlim.


3.      Membombardir makam para Nabi Allâh SWT.
Aksi menyesatkan yang telah dilakukan ISIS ataupun ISIL dengan membombardir makam para Nabi termasuk makam Nabi kita Yûnus tidaklah dibenarkan dengan alasan apapun. Ketahuilah, para Rasûlullâh merupakan manusia yang sangat istimewa, paling mulia dan berderajat tertinggi di muka bumi ini; lalu kemudian para Nabiyullâh, para Shahâbat, Tâbi'în, dan seterusnya. Dan ketahuilah, suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW; para Shahâbat, Tâbi'în, dan seterusnya tak ada satupun dari mereka yang mencontohkan apalagi memerintahkan kaum muslimîn untuk menghancur-leburkan apalagi membombardir makam para Nabiyullâh.
Oleh karena itu, kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW. maka kita dilarang untuk menghancur-leburkan apalagi membombardir makam para Rasûlullâh dan para Nabiyullâh, karena para Rasûlullâh dan para Nabiyullâh merupakan manusia yang sangat istimewa, paling mulia dan berderajat tertinggi di muka bumi ini; dan karena para Rasûlullâh dan para Nabiyullâh merupakan suri tauladan kita yang ditugaskan oleh Allâh SWT. untuk mengarahkan, mendidik dan membimbing seluruh umat manusia menuju jalan kebenaran; serta karena para Rasûlullâh dan para Nabiyullâh sangat mencintai dan menyayangi umatnya; sehingga kita sebagai umat mereka (umat para Rasûlullâh dan para Nabiyullâh) juga harus mencintai dan menyayangi para Rasûlullâh dan para Nabiyullâh; dan kita (kaum muslimîn) juga harus menjaga dan memelihara pusara-pusara mereka (makam-makam para Rasûlullâh dan para Nabiyullâh).

4.      Membombardir Masjid-masjid
Aksi menyesatkan yang telah dilakukan ISIS ataupun ISIL dengan membombardir sepuluh Masjid-masjid yang terdapat di Negara Irak tidaklah dibenarkan dengan alasan apapun. Masjid merupakan simbol bagi agama Islâm dan kaum muslimîn; Masjid juga merupakan salah satu syi'ar bagi kaum muslimîn. Umat Kristen (Katolik, Ortodoks dan Protestan) terkenal dengan simbol dan syi'ar Gerejanya; umat Hindu terkenal dengan simbol dan syi'ar Puranya; umat Buddha terkenal dengan simbol dan syi'ar Wiharanya; umat Kong Hu Cu terkenal dengan simbol dan syi'ar Litang (Kelentengnya); serta umat Islâm terkenal dengan simbol dan syi'ar Masjid ataupun Mushollânya. Lalu apa kata dunia jika kita (kaum muslimîn) membombardir simbol dan syi'ar kita (yakni: Masjid) kita sendiri?; tentu kita akan ditertawakan oleh seluruh umat di seluruh dunia. Apakah kita menginginkan dan mengharapkan hal itu terjadi?, tentu tidak.
Ketahuilah, Masjid merupakan salah satu tempat kita beribadah untuk berserah-diri dan mengabdikan diri kita kepada Allâh SWT; Masjid juga merupakan salah satu tempat yang tepat untuk curhat kepada Allâh SWT; dan salah satu tempat untuk mendapatkan kedamaian, ketenangan dan ketentraman hati dengan memperbanyak beribadah kepada Allâh SWT.
Hal terutama yang dilakukan Nabi kita Muhammad SAW. dengan membawa ajaran agama Islâm yakni di antaranya dengan membangun Masjid Quba, Masjid Nabawiŷ dan sebagainya; begitupula hal tersebut juga telah dilakukan oleh para Rasûlullâh dan para Nabiyullâh kita terdahulu, di antaranya mereka (para Rasûlullâh dan para Nabiyullâh kita terdahulu) membangun Masjidil Haram dan Masjidil Aqshâ. Jika demikian, apakah tepat apabila kita (kaum muslimîn) malah sebaliknya menghancur-leburkan dan membombardir Masjid-masjid kita?, tentu tidak tepat.
Oleh karena itu, mari kita (kaum muslimîn) menjaga dan memelihara Masjid-masjid kita; mari kita makmurkan dan menyemarakkan Masjid-masjid kita dengan memperbanyak beribadah di dalamnya (di dalam Masjid); dan mari kita jaga dan pelihara Masjid-masjid kita sebagai simbol dan syi'ar agama Islâm kita, serta sebagai simbol dan syi'ar bagi seluruh kaum muslimîn di penjuru dunia.


KESIMPULAN:
Apabila ISIS (Islamic State In Irak and Syria), ataupun ISIL (Islamic State In Irak and the Levant) merupakan salah satu ORMAS (organisasi masyarakat) Islâm ataupun salah satu bagian dari agama Islâm, maka tentu ISIS ataupun ISIL tidak akan melakukan empat aksi yang menyesatkan tersebut. Karena ORMAS (organisasi masyarakat) itu hanya merupakan wadah, kendaraan maupun sarana untuk berdakwah amar ma'rûf nahi munkar; maka suatu ORMAS itu harus sesuai, selaras dan tidak bertentangan dengan ajaran agama Islâm, yakni: al-Qurân dan Hadis yang shahîh maupun hasan.

Wa Allâhu A'lamu Bi Ash-Shawâbi
















[1] Thâghût, mereka yaitu: "Setan dan apa saja yang disembah selain Allâh SWT". {(Jâmi'ul Bayâni Fî Tawîlil Qurâni: Tahqîq Ahmad Muhammad Syâkir, karya al-Imâm al-Hâfizh Ibnu Jarîr (5/416 – 5/419)}.

[2] Al-'Urwatul Wutsqâ, yaitu: "Agama Islâm maupun keimanan". {(Jâmi'ul Bayâni Fî Tawîlil Qurâni: Tahqîq Ahmad Muhammad Syâkir, karya al-Imâm al-Hâfizh Ibnu Jarîr (5/421 – 5/422)}.

[3] Sabîli Rabbika, yaitu: "Agama Islâm". {(Jâmi'ul Bayâni Fî Tawîlil Qurâni: Tahqîq Ahmad Muhammad Syâkir, karya al-Imâm al-Hâfizh Ibnu Jarîr (17/321)}.

[4] Al-Hikmatu, yaitu: "Ilmu yang telah diwahyukan oleh Allâh SWT. kepada Nabi Muhammad SAW; yakni: al-Qurân atau Kalâmullâh". {(Jâmi'ul Bayâni Fî Tawîlil Qurâni: Tahqîq Ahmad Muhammad Syâkir, karya al-Imâm al-Hâfizh Ibnu Jarîr (17/321)}.

[5] Al-Maw'izhatu, yaitu: "Pendidikan dan pengajaran". {(Jâmi'ul Bayâni Fî Tawîlil Qurâni: Tahqîq Ahmad Muhammad Syâkir, karya al-Imâm al-Hâfizh Ibnu Jarîr (17/321)}.

[6] Surat al-Anbiyâ (21), Ayat: 107.

[7] Sanad hadis ini berkualitas hasan, dan redaksi hadis ini berkualitas shahîh. Amîrul mu'minîna fîl hadîtsi Ibnu Hajar al-'Asqalâniŷ berkata dalam Taghlîqut Ta'lîqi 'Alâ Shahîhil Bukhâriŷnya (2/43): "Sanad hadis ini berkualitas hasan". Dan al-Imâm al-Muhaddits al-Albâniŷ juga berkata dalam Silsilatul Ahâdîtsish Shahîhati Wa Syaiu Min Fiqhihâ Wa Fawâidihânya (4/443): "Sanad hadis ini berkualitas baik (jaŷid). Dan redaksi hadis ini berkualitas shahîh".

[8] Merujuk dan lihatlah ke Taghlîqut Ta'lîqi 'Alâ Shahîhil Bukhâriŷ, karya: amîrul mu'minîna fîl hadîtsi Ibnu Hajar al-'Asqalâniŷ (2/41) – (2/43).

[9] Illâ Bil Haqq, maksudnya yaitu: "Pembunuhan yang dibenarkan dalam syara' Islâm. Seperti: qishâsh, merajam pezina yang sudah menikah, dan membunuh orang yang murtad". {(Jâmi'ul Bayâni Fî Tawîlil Qurâni: Tahqîq Ahmad Muhammad Syâkir, karya al-Imâm al-Hâfizh Ibnu Jarîr (12/220 – 12/221)}.

[10] Illâ Bil Haqq, maksudnya yaitu: "Pembunuhan yang dibenarkan dalam syara' Islâm. Seperti: qishâsh, merajam pezina yang sudah menikah, dan membunuh orang yang murtad". {(Jâmi'ul Bayâni Fî Tawîlil Qurâni: Tahqîq Ahmad Muhammad Syâkir, karya al-Imâm al-Hâfizh Ibnu Jarîr (12/220 – 12/221)}.

[11] (فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانً), maksudnya yaitu: "Wali (keluarga) orang yang terbunuh memiliki hak dan kuasa untuk menuntut qishâsh kepada si pembunuh; atau memaafkannya; ataupun mengambil diyat (uang tebusan) darinya". {(Jâmi'ul Bayâni Fî Tawîlil Qurâni: Tahqîq Ahmad Muhammad Syâkir, karya al-Imâm al-Hâfizh Ibnu Jarîr (17/439 – 17/440)}.

[12] (إِنَّهُ كَانَ مَنْصُوْرًا), maksudnya yaitu: "HU dalam kata: INNAHU bermakna: "Wali (keluarga) orang yang terbunuh". {(Jâmi'ul Bayâni Fî Tawîlil Qurâni: Tahqîq Ahmad Muhammad Syâkir, karya al-Imâm al-Hâfizh Ibnu Jarîr (17/443)}.

[13] (حَتَّى لَا تَكُوْنَ فِتْنَةٌ), maksudnya yaitu: "Hingga tidak kembali menyekutukan Allâh SWT. dengan sesuatu apapun. Dan hanya beribadah dan taat kepada Allâh SWT. semata". {(Jâmi'ul Bayâni Fî Tawîlil Qurâni: Tahqîq Ahmad Muhammad Syâkir, karya al-Imâm al-Hâfizh Ibnu Jarîr (3/570)}.

[14] (الدِّيْنُ), maksudnya yaitu: "Menyembah Allâh SWT. semata. Serta mematuhi segala perintah-perintah Allâh SWT. dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya". {(Jâmi'ul Bayâni Fî Tawîlil Qurâni: Tahqîq Ahmad Muhammad Syâkir, karya al-Imâm al-Hâfizh Ibnu Jarîr (3/571)}.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar