Sabtu, 29 September 2012

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 150


Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 150

وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلاَّ يَكُوْنَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلاَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْهُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِيْ وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِيْ عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ (١٥٠)
150. Dan dari mana saja kamu (Nabi Muhammad) keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram (Ka’bah). Dan di mana saja kalian (Kaum Muslimîn) berada, maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya (ke arah Masjidil Haram/ Ka’bah), agar tidak ada hujjah (alasan) bagi manusia atas kalian (atas Kaum Muslimîn); kecuali orang-orang yang zhalim[1] di antara mereka. Maka janganlah kalian (Kaum Muslimîn) takut kepada mereka (kepada Kaum Musyrikîn penduduk Makkah), dan takutlah kepada-Ku (kepada Allâh) saja. Dan agar Aku (Allâh) sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kalian (Kaum Muslimîn) mendapat petunjuk.




Imâm Ibnu Jarîr[2] meriwayatkan dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (2/686 – 2/687):
حَدَّثَنِيْ مُوْسَى, قَالَ: حَدَّثَنَا عَمْرُوْ, قَالَ: حَدَّثَنَا أَسْبَاطُ, عَنِ السُّدِّيِّ, فِيْمَا يَذْكُرُ عَنْ أَبِيْ مَالِكٍ, وَعَنْ أَبِيْ صَالِحٍ, عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ, وَعَنْ مُرَّةَ الْهَمْدَانِيِّ, عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ, وَعَنِ نَّاسٍ مِّنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ, قَالُوْا: لَمَّا صُرِفَ نَّبِيُّ اللهِ نَحْوَ الْكَعْبَةِ بَعْدَ صَلاَتِهِ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ, قَالَ الْمُشْرِكُوْنَ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ: تَحَيَّرَ عَلَى مُحَمَّدٍ دِيْنُهُ, فَتَوَجَّهَ بِقِبْلَتِهِ إِلَيْكُمْ، وَعَلِمَ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ أَهْدَى مِنْهُ سَبِيْلاً، وَيُوْشِكُ أَنْ يَدْخُلَ فِيْ دِيْنِكُمْ. فَأَنْزَلَ اللهُ فِيْهِمْ: (........لِئَلاَّ يَكُوْنَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلاَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْهُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِيْ.......).
Mûsâ bin Sahl[3] telah bercerita kepada saya (kepada Ibnu Jarîr), dia (Mûsâ bin Sahl) berkata: “‘Amrû bin Hammâd[4] telah bercerita kepada kami (kepada Mûsâ bin Sahl), dia (‘Amrû bin Hammâd) berkata: “Asbâth bin Nashr[5] telah bercerita kepada kami (kepada ‘Amrû bin Hammâd), dari as-Suddŷ[6], sebagaimana yang ia (as-Suddŷ) kemukakan dari Abû Mâlik[7], dan dari Abû Shâleh[8], dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs[9], dan dari Murrah al-Hamdânŷ[10], dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd[11], dan dari beberapa Sahabat Nabi SAW. Mereka (‘Abdullâh bin Mas’ûd dan beberapa Sahabat Nabi SAW.) berkata: “Ketika (arah Kiblat) dirubah oleh Nabi SAW. ke arah Ka’bah setelah (sebelumnya) Shalat beliau SAW. ke (arah) Baitul Maqdis (Masjid al-Aqshâ), Kaum Musyrikîn penduduk Makkah berkata: “(Nabi) Muhammad dibingungkan agama (Islâm) nya sendiri; ia (Nabi Muhammad) mengarahkan Kiblatnya (Kiblat kaum Muslimîn) ke Kiblat kalian (ke Kiblat Baitul Maqdis/ Masjid al-Aqshâ), ia (Nabi Muhammad) mengetahui bahwa jalan kalian (jalan Kaum Musyrikîn penduduk Makkah) lebih benar, dan hampir saja ia (Nabi Muhammad) masuk agama kalian (masuk agamanya Kaum Musyrikîn penduduk Makkah). Maka Allâh SWT. menurunkan mengenai mereka (maka Allâh SWT. menurunkan mengenai perkataan Kaum Musyrikîn penduduk Makkah Surat al-Baqarah, Ayat: 150):
........ لِئَلاَّ يَكُوْنَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلاَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْهُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِيْ ........ (١٥٠)
150. ………… agar tidak ada hujjah (alasan) bagi manusia atas kalian (atas Kaum Muslimîn); kecuali orang-orang yang zhalim di antara mereka. Maka janganlah kalian (Kaum Muslimîn) takut kepada mereka (kepada Kaum Musyrikîn penduduk Makkah), dan takutlah kepada-Ku (kepada Allâh) saja………….”.



KETERANGAN (dari para Muhadditsîn[12]):
Hadis di atas berkualitas hasan shahîh[13].
Al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî[14] juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 2, 2/al-Baqarah), dengan menisbahkan kepada Riwayat Imâm Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (2/686 – 2/687).
Beliau (al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî) juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûrnya (2/35)[15] atau (1/148).




PENJELASAN (mengenai Hadis di atas):
Dalam Hadis Riwayat Imâm Ibnu Jarîr di atas, ada dua perawi yang masih diperdebatkan (diperselisihkan) ke-tsiqqah­-annya oleh para Muhadditsîn, mereka berdua yaitu:
1.      As-Suddŷ al-Kabîr (nama sebenarnya yaitu: Ismâ’îl bin ‘Abdurrahmân bin Abî Karîmah), dia (as-Suddŷ al-Kabîr) ditsiqqahkan oleh: al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal, Muslim, Ibnu Hibbân, al-Hâkim, dan al-‘Ijlî.
Al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în berkata: “Hadisnya (as-Suddŷ al-Kabîr) dha’îf (lemah)”. Al-Hâfizh Yahyâ bin Sa’îd al-Qaththân berkata: “Dia (as-Suddŷ al-Kabîr) tidak apa-apa (tidak mengkhawatirkan)”. Al-Hâfizh an-Nasâ-î berkata: “Dia (as-Suddŷ al-Kabîr) tidak kuat”. Al-Hâfizh Ibnu ‘Adî berkata: “Hadisnya (as-Suddŷ al-Kabîr) lurus”. Sedangkan Al-Hâfizh Ibnu Hajar al-‘Asqalânî menyatakan: “Dia (as-Suddŷ al-Kabîr) adalah seorang yang jujur dan mengkhawatirkan. Ibnu Hibbân menyebutkan (as-Suddŷ al-Kabîr) dalam Târîkh ats-Tsiqâtnya, bahwa: “Ia (as-Suddŷ al-Kabîr) tsiqqah”.
2.      Abû Shâleh (nama sebenarnya yaitu: Bâdzâm/ Bâdzân), dia (Abû Shâleh) ditsiqqahkan oleh: al-Hâfizh Ibnu Syâhain dan al-‘Ijlî.
Al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în berkata: “Dia (Abû Shâleh) tidak kuat”. Al-Hâfizh Yahyâ bin Sa’îd al-Qaththân berkata: “Para Sahabat kami tidak meninggalkan periwayatannya (Abû Shâleh)”. Al-Hâfizh Ibnu Mahdî berkata: “Tinggalkan Hadisnya (Abû Shâleh)”. Sedangkan Al-Hâfizh Ibnu Hajar al-‘Asqalânî menyatakan: “Dia (Abû Shâleh) adalah seorang yang dha’îf (lemah) dan mudallis”.




PENJELASAN (kedudukan hadis di atas):
Atsar[16] ‘Abdullâh bin Mas’ûd dan para Sahabat yang lain di atas digolongkan Mawqûf li hukmi Marfû’, maksudnya: hadis Mawqûf[17] yang dihukumi Marfû’[18]. Karena para Muhadditsîn[19] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfû’, dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu Ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh bin Mas’ûd dan para Sahabat yang lain di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfû’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh bin Mas’ûd dan para Sahabat yang lain di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).




KESIMPULAN
1.      Hadis di atas berkualitas hasan shahîh[20].
2.      Abû Shâleh sangat diperdebatkan (diperselisihkan) ke-tsiqqah-annya oleh mayoritas Muhadditsîn; akan tetapi Abû Shâleh tidak meriwayatkan sendirian saja, karena Abû Mâlik (nama sebenarnya yaitu: Ghazwân) juga meriwatkan Hadis di atas bersama Abû Shâleh. Sehingga amanlah Hadis di atas dari ke-dha’îf-an dan tadlis Abû Shâleh.





BIBLIOGRAFI

Ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûr (al-Hâfizh as-Suyûthî/ ‘Abdurrahmân bin Abî
Bakr).
Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân (Imâm Ibnu Jarîr/ Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin
Katsîr bin Ghâlib).
Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl (al-Hâfizh as-Suyûthî/ ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr).















[1] Imâm Ibnu Jarîr. 2001. Tafsîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurân; Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Kairo: Badâr Hajar. Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 686-687.

[2] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib. Ia (Ibnu Jarîr) merupakan seorang tsiqqah ‘âlim (kredibel ke-âdil-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang ‘âlim). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Âmalî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Ja’far ath-Thabarî. Laqab (gelar/titel) nya: Abâ at-Tafsîr dan Abâ at-Târîkh. Ia (Ibnu Jarîr) lahir di Thabari Sittân pada tahun 224 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Baghdâd. Ia (Ibnu Jarîr) wafat di Baghdâd pada tahun 310 Hijriyah.

[3] Nama lengkapnya yaitu: Mûsâ bin Sahl bin Qâdim. Ia (Mûsâ bin Sahl) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ pertengahan. Dan ia (Mûsâ bin Sahl) juga merupakan seorang yang tsiqqah (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya). Ia (Mûsâ bin Sahl) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-Hâfizh adz-Dzahabî. Nasab (keturunan) nya yaitu: ar-Ramlî an-Nasâ-î. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Imrân. Tempat tinggalnya di Syâm. Ia (Mûsâ bin Sahl) wafat di Ramalah (Palestina) pada tahun 262 Hijriyah.

[4] Nama lengkapnya yaitu: ‘Amrû bin Hammâd bin Thalhah. Ia (‘Amrû bin Hammâd) merupakan seorang Tabi’ al-Atbâ’ senior. Ia (‘Amrû bin Hammâd) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Muhammad bin Sa’d, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-Hâfizh Mathîn. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Kûfî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhammad. Laqab (gelar/titel) nya: al-Qannâd. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (‘Amrû bin Hammâd) wafat pada tahun 222 Hijriyah.

[5] Namanya yaitu: Asbâth bin Nashr. Ia (Asbâth bin Nashr) merupakan seorang Tabi’ Tâbi’în pertengahan. Ia (Asbâth bin Nashr) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, al-Hâfizh Ibnu Syâhain, dan al-Hâfizh Ibnu Khalafûn. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Hamdânî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Yûsuf. Tempat tinggalnya di Kûfah.

[6] Nama sebenarnya yaitu: Ismâ’îl bin ‘Abdurrahmân bin Abî Karîmah. Ia (as-Suddŷ al-Kabîr) merupakan seorang Tâbi’în dekat pertengahan. Ia (as-Suddŷ al-Kabîr) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal, al-Hâfizh Muslim, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, al-Hâfizh al-Hâkim, dan al-Hâfizh al-‘Ijlî. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Muhammad. Laqab (gelar/titel) nya: as-Suddŷ al-Kabîr. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (as-Suddŷ al-Kabîr) wafat pada tahun 127 Hijriyah.

[7] Nama sebenarnya yaitu: Ghazwân. Ia (Abû Mâlik) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Abû Mâlik) adalah seorang yang tsiqqah (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya). Ia (Abû Mâlik) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Yahyâ bin Ma’în, al-Hâfizh Ibnu Hibbân, dan al-Hâfizh adz-Dzahabî. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Ghaffârî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Mâlik. Tempat tinggalnya di Kûfah.

[8] Nama sebenarnya yaitu: Bâdzâm. Ia (Abû Shâleh) merupakan seorang Tâbi’în pertengahan. Ia (Abû Shâleh) di-tsiqqah-kan (dikredibelkan ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya) oleh: al-Hâfizh Ibnu Syâhain, dan al-Hâfizh al-‘Ijlî. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Hâsyimî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Shâleh.

[9] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim. Ia (Ibnu ‘Abbâs) merupakan seorang Sahabat dan juga seorang pakar tafsîr (tafsir), fiqh (fikih), lughah (gramatika), Syi’ir (Sya’ir), farâidh (waris) dan hadîts (hadis). Serta ia (Ibnu ‘Abbâs) telah meriwayatkan 1.660 Hadîts. Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî al-Hâsyimî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs. Laqab (gelar/titel) nya: Ibn ‘Abbâs, al-Hijr dan al-Bahr. Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rawadz (salah satu Kota di Khurrâsân). Ia (Ibnu ‘Abbâs) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.

[10] Nama sebenarnya yaitu: Murrah bin Syurâhîl. Ia (Murrah) merupakan seorang Tâbi’în senior. Ia (Murrah) adalah seorang yang tsiqqah (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya). Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Hamdânî as-Saksakî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû Ismâ’îl. Laqab (gelar/titel) nya: ath-Thîb. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Murrah) wafat pada tahun 76 Hijriyah.

[11] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin Mas’ûd bin Ghâfil bin Hubaib. Ia (Ibnu Mas’ûd) merupakan seorang Sahabat dan juga seorang pakar tafsîr (tafsir), lughah (gramatika), Syi’ir (Sya’ir), dan hadîts (hadis). Semua Sahabat Nabi SAW. tsiqqah dan ‘âdl. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Hadzlî al-Madanî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdurrahmân. Laqab (gelar/titel) nya: Ibn Umm ‘Abd. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Ibnu Mas’ûd) wafat di Madînah pada tahun 32 Hijriyah.

[12] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[13] Hadis Hasan Shahîh memiliki beberapa makna yaitu: 1. Hadis yang memiliki dua sanad, shahîh dan hasan. 2. Sebagian Muhadditsîn ada yang menilai Hadis tersebut shahîh; dan sebagian Muhadditsîn yang lain menilai hasan. 3. Ataupun sebagian Muhadditsîn ada yang menilai Hadis tersebut shahîh lighayrih; dan sebagian Muhadditsîn yang lain menilai hasan lidzâtih.

[14] Nama sebenarnya yaitu: ‘Abdurrahmân bin Abî Bakr. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Jalâluddîn. Laqab (gelar/titel) nya: al-Hâfizh as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) adalah seorang tsiqqah al-Hâfizh (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya, serta seorang al-Hâfizh). Serta ia (as-Suyûthî) juga seorang pakar tafsîr (tafsir), hadîts (hadis), lughah (gramatika), adb (sastra), fiqh (fikih), târîkh (sejarah), dan sebagainya. Nasab (keturunan) nya yaitu: as-Suyûthî. Ia (as-Suyûthî) lahir di Qâhirah pada tahun 849 Hijriyah. Tempat tinggalnya di Qâhirah. Ia (as-Suyûthî) wafat di Qâhirah pada tahun 911 Hijriyah.

[15] Al-Hâfizh Jalâluddîn as-Suyûthî. Ad-Durr al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma’tsûr, Tahqîq Dr. ‘Abdullâh bin ‘Abdul Muhsin at-Tirkî. Al-Qâhirah: Al-Muhandisîn. Cetakan Pertama, Juz. 2, halaman: 35.

[16] Atsar adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan perbuatan.

[17] Hadis Mawqûf yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.

[18] Marfu’ maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.

[19] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm asy-Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwud, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

[20] Hadis Hasan Shahîh memiliki beberapa makna yaitu: 1. Hadis yang memiliki dua sanad, shahîh dan hasan. 2. Sebagian Muhadditsîn ada yang menilai Hadis tersebut shahîh; dan sebagian Muhadditsîn yang lain menilai hasan. 3. Ataupun sebagian Muhadditsîn ada yang menilai Hadis tersebut shahîh lighayrih; dan sebagian Muhadditsîn yang lain menilai hasan lidzâtih.